Kini KPK Sebut Amankan 7 Orang saat OTT di Sumut: Tak Ada Mantan Kapolres!


Jakarta, MI - Usai ramai deiberitan hingga disoroti publik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluruskan informasi yang menyebut ada Kapolres ikut terjaring giat operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara (Sumut).
KPK menyebut bahwa dalam kegiatan tangkap tangan di Sumut, sebanyak tujuh orang diamanakan lalu dibawa ke Jakarta. Dari 7 orang itu, KPK mengklaim tak ada mantan Kapolres.
"Bahwa dalam kegiatan tangkap tangan tersebut, total sejumlah tujuh orang yang diamankan dan dibawa ke Jakarta," kata Juru bicara KPK Budi Prasetyo, Senin (7/7/2025).
Pada tahap pertama, pihak-pihak yang dibawa ke Jakarta pada Jumat malam (27/6/2025) dan Sabtu dini hari (28/6/2025), yaitu sejumlah enam orang yakni Heliyanto (HEL) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Provinsi Sumut); Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap PPK; dan M. Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG).
Lalu, M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN); RY, Staf PNS pada Dinas PUPR Provinsi Sumut; dan TAU, Staf KIR (PT DNG)
Kemudian pada tahap kedua, satu orang lainnya, yang dibawa ke Jakarta pada Sabtu pagi (28/6/2025), yaitu Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.
Dari tujuh orang yang diamankan itu, KPK kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu: TOP, HEL, RES, KIR, dan RAY. "Sedangkan RY dan TAU statusnya sebagai saksi, yang juga telah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik," jelas Budi.
Apa yang terjadi sebelumnya?
Dalam konferensi pers pada Sabtu (28/6/2025), KPK hanya menetapkan 5 orang sebagai tersangka dari 6 orang yang dikabarkan ikut ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (26/6/2025) lalu.
Sementara satu orang lainnya hanya disebut sebagai saksi tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai identitas maupun perannya dalam perkara. "Satu orang sebagai saksi," kata Asep dalam konferensi pers itu tanpa membeberkan detail lebih lanjut.
5 orang tersangka itu adalah dua orang berstatus sebagai penyuap, yakni Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Sementara tiga lainnya, yakni Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting; Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga PPK, Rasuli Efendi Siregar; PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto, sebagai penerima suap.
"Sampai saat ini, KPK telah mengamankan enam orang dan malam ini sedang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo pada Jumat (27/6/2025).
Pada Senin (30/6/2025), Budi sempat menyatakan bahwa OTT tersebut bukanlah pintu terakhir dalam pengusutan kasus dugaan rasuah tersebut. “Tentu kegiatan tangkap tangan ini bukan pintu akhir, tetapi ini pintu awal untuk kemudian KPK akan mendalami dan menelusuri proyek-proyek pengadaan lainnya,” kata Budi.
KPK harus transparan
Fungsionaris PDI Perjuangan Sumatera Utara (Sumut), Sutrisno Pangaribuan meminta KPK agar membuka identitas satu orang yang turut diamankan dalam OTT di Sumut, namun tidak ditetapkan sebagai tersangka.
Menurutnya, publik berhak mengetahui siapa sosok yang hanya disebut sebagai saksi oleh KPK, terutama karena beredar kabar bahwa orang tersebut merupakan mantan Kapolres di wilayah Sumut.
"Beredar informasi bahwa orang yang dijadikan saksi tersebut diduga salah satu mantan Kapolres di Sumut," kata Sutrisno di Medan pada Minggu (29/6/2025).
Pun, dia menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus dugaan suap proyek jalan yang menjerat Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting. Ia menyebut, jangan sampai ada pihak yang dilindungi dalam proses hukum.
"Jangan ada yang dilindungi. Kalau memang terlibat atau diduga menerima aliran dana, sampaikan saja ke publik," demikian mantan anggota DPRD Sumut periode 2014–2019 itu.
Adapun dalam giat OTT di Sumut, KPK mengungkap dua kasus sekaligus. Kasus pertama terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, yaitu Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–SP. Pal XI tahun 2023, dengan nilai proyek Rp56,5 miliar; Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI tahun 2024, dengan nilai proyek Rp17,5 miliar; Rehabilitasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI dan penanganan longsoran tahun 2025; Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI tahun 2025.
Sementara perkara kedua terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Satker PJN Wilayah 1 Sumut, yaitu: royek pembangunan Jalan Sipiongot batas Labusel, dengan nilai proyek Rp96 miliar dan proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, dengan nilai proyek Rp61,8 miliar.
KPK mengungkap total nilai proyek setidaknya sejumlah Rp231,8 miliar. KPK masih akan menelusuri dan mendalami proyek-proyek lainnya. KPK menduga Topan mendapat janji fee Rp 8 miliar dari pihak swasta yang dimenangkan dalam proyek jalan senilai Rp231,8 miliar itu.
KPK menyebut Akhirun dan Rayhan telah menarik duit Rp2 miliar yang diduga akan dibagikan ke pejabat yang membantu mereka mendapat proyek.
Topik:
KPK OTT Sumut