Menanti Tersangka Korupsi Laptop Chromebook Usai Eks Bos GOTO Diperiksa Kejagung

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Juli 2025 00:07 WIB
Mantan Direktur Utama (CEO) PT GOTO, Andre Soelistyo (Foto: Istimewa)
Mantan Direktur Utama (CEO) PT GOTO, Andre Soelistyo (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Sejak 20 Mei 2025 lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) terus berkutat pada pemeriksaan saksi-saksi kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop berbasis Chrome OS atau Chromebook senilai Rp9,9 triliun yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada periode 2019-2023.

Tak hanya pada saksi-saksi digarap, Kejagung juga bahkan telah menggeledah PT Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) pada Selasa (8/7/2025) lalu. Pun, mantan Direktur Utama (CEO) PT GOTO, Andre Soelistyo diperiksa sebagai saksi pada hari ini, Senin (14/7/2025).

“Iya Direktur PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar.

Dalam penggeledahan di kantor PT GOTO, Kejagung berhasil menyita sejumlah barang bukti, misalnya dokumen dalam flashdisk dan sejumlah barang bukti elektronik. Kini Kejagung masih mendalami kasus tersebut, termasuk kerugian keuangan negara yang timbul dalam proyek pengadaan senilai Rp 9,9 triliun ini.

Duduk perkara

Kasus dugaan rasuah yang tengah diusut Kejagung ini terjadi saat Nadiem Makarim yang menakhodai kementerian tersebut. Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan sejak Selasa, (20/5/2025), sebagaimana dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar.

"Meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan dalam dugaan tindak pidana korupsi pada Kemendikbud Ristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023," kata Harli dalam konferensi pers, Senin (26/5/2025).

Dalam proses penyidikan, Kejagung menemukan indikasi kuat adanya pemufakatan jahat melalui pengarahan khusus kepada tim teknis agar menyusun kajian pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa laptop berbasis Chrome OS.

Harli menyebut kajian tersebut seolah-olah dibuat untuk mendukung kebutuhan teknologi pendidikan, padahal hasil uji coba pada 2019 menunjukkan sebaliknya.

Kejagung menduga keputusan tersebut tidak dilandasi kebutuhan faktual melainkan atas dasar pemaksaan kebijakan yang sarat kepentingan. Total anggaran yang dihabiskan untuk pengadaan ini tercatat sebesar Rp9,982 triliun. 

Dana tersebut berasal dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) sebesar Rp3,582 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp6,399 triliun. "Kenapa tidak efektif, karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama," beber Harli.

Total anggaran proyek ini mencapai Rp9,9 triliun, terdiri dari Rp3,58 triliun yang berasal dari dana di Satuan Pendidikan dan Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, hingga kini Kejagung masih menghitung secara pasti nilai kerugian negara akibat kasus ini.

Penyidikan juga melibatkan peran sejumlah staf khusus (stafsus) Menteri Nadiem Makarim. di antaranya, Fiona Handayani, Juris Stan, dan Ibrahim yang merangkap sebagai tim teknis. 

Penggeledahan telah dilakukan di apartemen masing-masing mantan stafsus tersebut dan menyita beberapa barang bukti elektronik, seperti ponsel, laptop, hingga penyimpanan hardisk. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah memeriksa Fiona Handayani dan Juris Stan.

"Tentu sebagai Stafsus maka dari informasi yang diperoleh penyidik dari dokumen bahwa yang bersangkutan memiliki peran juga dalam dugaan perkara ini," kata Harli kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).

Tak hanya itu, Kejagung telah memeriksa 26 saksi lainnya dan mencekal tiga mantan stafsus Mendikbudristek tersebut pada Kamis (6/6). Pencekalan dilakukan karena ketiganya tidak hadir dalam panggilan pemeriksaan sebelumnya. "Sudah dijadwalkan, tetapi tiga orang ini tidak hadir dalam pemeriksaan yang sudah dijadwalkan kemarin dan 2 hari yang lalu," kata Harli.

Ia menegaskan bahwa pencekalan bertujuan agar mereka dapat memberikan keterangan lebih lanjut dalam proses penyidikan. Sementara itu, menanggapi penyidikan pengadaan laptop ini, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Fajar Riza Ul Haq menyatakan bahwa program pengadaan laptop tersebut sudah tidak lagi berjalan sejak pergantian menteri.

"Kami menghormati proses yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Itu sudah berhenti di era Menteri yang sebelumnya. Sekarang kita sudah fokus dengan bidang-bidang yang lain," kata Fajar, Rabu (28/5/2025).

Sementara itu, Kejagung membantah kabar bahwa Nadiem Makarim telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). "Wah, itu tidak benar. Saya kira berita itu tidak terkonfirmasi dengan baik ya. Jadi tidak benar, karena saya sudah cek ke penyidik, yang bersangkutan belum dipanggil dalam proses penyidikan ini, apalagi DPO," tegas Harli, Senin (2/6/2025).

Harli juga menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada jadwal pemanggilan terhadap mantan Mendikbudristek tersebut.

Apa kata Nadiem?
Nadiem Makarim pada Selasa (10/6/2025) menjelaskan bahwa pengadaan perangkat TIK merupakan bagian dari mitigasi atas ancaman learning loss akibat pandemi Covid-19.

"Kemendikbudristek harus melakukan mitigasi dengan secepat dan seefektif mungkin agar bahaya learning loss atau hilangnya pembelajaran bisa kita tekan," katanya.

Ia menyebut kementeriannya saat itu mengadakan 1,1 juta unit laptop, modem 3G, dan proyektor untuk lebih dari 77 ribu sekolah selama empat tahun. Selain mendukung pembelajaran jarak jauh, perangkat itu juga digunakan untuk asesmen nasional berbasis komputer dan peningkatan kompetensi guru.

Terkait pemilihan perangkat, Nadiem mengungkapkan bahwa timnya melakukan kajian pembanding antara laptop dengan sistem operasi ChromeOS dan OS lainnya. Hasil kajian menunjukkan bahwa chromebook memiliki sejumlah keunggulan, salah satunya dari sisi efisiensi biaya.

"Bukan hanya itu saja, operating system ChromeOS itu gratis. Sedangkan operating system lainnya itu berbayar, dan bisa berbayar sampai Rp1,5 sampai Rp2,5 juta tambahan," kata Nadiem.

Selain harga, ia juga menyoroti faktor keamanan. Menurutnya, sistem operasi ChromeOS memungkinkan kontrol terhadap aplikasi yang bisa diakses, sehingga bisa memproteksi murid dan guru dari konten pornografi dan judi online, tanpa perlu biaya tambahan.

"Jadi dari informasi yang saya dapatkan, penggunaan dan manfaat daripada chromebook ini dirasakan di sekolah-sekolah dan digunakan untuk berbagai proses pembelajaran," jelas Nadiem.

Lebih lanjut, Nadiem menyebut bahwa sejak awal proses pengadaan, Kemendikbudristek telah melibatkan berbagai lembaga negara untuk memastikan akuntabilitas. Beberapa di antaranya adalah Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk proses audit.

"Kami dari awal proses mengundang Jamdatun, mengundang Kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini agar proses ini terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi," katanya.

Kemendikbudristek juga disebut berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mencegah praktik monopoli dalam pengadaan barang.

Di tengah penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, Nadiem menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dan memberikan klarifikasi jika diperlukan.

"Saya percaya bahwa proses hukum yang adil akan dapat memilah antara kebijakan mana yang dijalankan dengan iktikad baik dan mana yang berpotensi menyimpang dalam pelaksanaannya. Saya tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apapun," tegasnya.

Hingga kini, Kejagung masih menghitung secara pasti nilai kerugian negara dan meneruskan lebih lanjut penyidikan kepada sejumlah saksi dan barang bukti terkait kasus dugaan korupsi ini.

Topik:

Kejagung GOTO Chromebook