BPK Bongkar Masalah Dana Pinjaman Pemegang Saham PT RNI (Bagian 1)

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Juli 2025 19:53 WIB
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)/ ID FOOD (Foto: Dok MI/Istimewa)
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)/ ID FOOD (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI membongkar permasalahan dana pinjaman pemegang saham/share holder loan (SHL) pada PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) (Persero) atau ID FOOD yang merupakan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pangan.

Permasalahan itu diungkap BPK RI berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Dana Pinjaman Pemegang Saham, Aset Tetap dan Properti Investasi Tahun Buku 2021 sampai dengan 2023 pada PT RNI dan Anak Usaha Perusahaan Serta Instansi Terkait Lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali dengan nomor 24/LHP/IX-XX.3/8/2024/ Tanggal 30 Agustus 2024.

Diketahui bahwa SHL adalah pembiayaan dalam bentuk hutang yang diberikan oleh pemegang saham kepada anak perusahaan yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti modal kerja, likuiditas sementara, dan pembiayaan proyek khusus. 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan SHL PT RNI, BPK menemukan masalah bahwa kondisi keuangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan delapan anak perusahaan berdampak pada kepastian kelangsungan usaha," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Kamis (17/7/2025).

Hasil penelaahan dokumen Laporan Keuangan, Laporan Manajemen atas kegiatan operasional PT RNI dan anak perusahaan untuk memastikan pemenuhan tujuan pendirian BUMN menunjukkan:

Kondisi Keuangan PT RNI dan Entitas Anak Perusahaan Tidak Memadai untuk Mengejar Keuntungan

BPK menyatakan bahwa tujuan pendirian BUMN untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan khususnya mengejar keuntungan dalam rangka menambah penerimaan negara sulit diwujudkan oleh PT RNI dan anak perusahaan. 

Hal tersebut ditunjukkan dari sejumlah permasalahan, yakni:

1. PT RNI dan PT Perkebunan Mitra Ogan (PTP MO) memiliki arus kas operasi negatif 

Arus kas operasi merupakan aliran dana yang masuk dan keluar dari aktivitas operasional suatu perusahaan atau entitas bisnis. Hal ini mencakup transaksi sehari-hari yang terkait dengan penjualan produk atau jasa, pembayaran biaya operasional, dan semua kegiatan yang terkait dengan inti bisnis perusahaan. 

Arus kas operasi sangat penting dalam analisis keuangan karena mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan uang tunai dari operasinya sendiri. 

"Dari analisis atas laporan arus kas PT RNI dan entitas anak perusahaan periode 2021 sampai dengan semester I 2023 diketahui bahwa PT RNI dan PTP MO selalu memiliki arus kas operasi negatif untuk setiap periode pelaporan," petik laporan BPK.

Tabel 33 PT RNI

Arus kas operasi negatif secara terus menerus menggambarkan bahwa kebutuhan PT RNI (Persero) dan PTP MO untuk mendanai aktivitas operasinya dari pinjaman sangat tinggi. 

Hasil pemeriksaan terhadap tingkat kolektabilitas PTP MO sesuai dengan data Sistem Layanan Informasi Keuangan No.202CRR/WRD/PT.PMO Tanggal 1 Agustus 2023, menyajikan kolektabilitas PTP MO dengan skor 5-Macet. 

"Hal tersebut membuat PTP MO sudah tidak dapat melakukan peminjaman kepada perbankan, sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan modal kerja dalam menjalankan operasional kantor, pabrik dan kebun, PTP MO harus mengajukan pinjaman kepada PT RNI (Persero)," petik laporan BPK.

Adapun tambahan pinjaman PTP MO kepada PT RNI selama periode Tahun 2021 sampai dengan Semester I Tahun 2023 yaitu: Pinjaman sebesar Rp4.000.000.000.00 pada Tahun 2021 untuk kebutuhan modal kerja dan ditransfer ke PTP MO pada Tanggal 21 April 2022; Pinjaman sebesar Rp1.500.000.000.00 pada Tahun 2023 untuk kebutuhan modal kerja, ditransfer ke PTP MO pada Tanggal 8 Mei 2023; dan Pinjaman sebesar Rp49.197.747.413.00 pada Tahun 2023 untuk penyelesaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) karena adanya tuntutan dari kreditur. 

PTP MO ditetapkan dalam kondisi PKPU melalui putusan PN Jakarta Pusat No. 295/Pdt.SusPKPU/2022/PN.Niaga.JKt.Pst. Tanggal 13 Desember 2022. Pinjaman sebesar Rp49.197.747.413.00 tersebut ditujukan untuk membayar tagihan kepada para kreditur yang mendaftarkan tagihannya pada upaya PKPU dan pembayaran biaya pengurusan PKPU yang terdiri atas fee pengurus dan fee lawyer. 

2. Saldo utang perbankan PT RNI mengalami peningkatan tiap tahunnya 

Arus kas operasi negatif yang sering dialami PT RNI (Persero), mengharuskan RNI melakukan penambahan pinjaman di perbankan untuk membiayai beban operasionalnya.

Berikut peningkatan jumlah pinjaman PT RNI (Persero) lima tahun terakhir. 

Grafik PT RNI

Grafik di atas menunjukkan jumlah total pinjaman perbankan PT RNI (Persero) jangka pendek mengalami peningkatan signifikan tiap tahunnya. 

Posisi total pinjaman perbankan PT RNI (Persero) per 30 Juni 2023 adalah sebesar Rp3.326.310.181.877,00, yang terdiri dari pinjaman jangka pendek sebesar Rp3.043.942.846.876,00 dan pinjaman jangka panjang sebesar Rp282.367.335.001,00. 

"Total saldo pinjaman perbankan tersebut mengalami peningkatan signifikan dibandingkan total saldo pinjaman perbankan per 31 Desember 2022 yaitu sebesar 37,72%," petik laporan BPK.

3. Earning before interest dan tax (EBIT) tujuh anak perusahaan PT RNI negatif 

Dari analisis atas laporan laba rugi anak perusahaan periode 2021 sampai dengan semester I 2023 diketahui bahwa dari 13 anak perusahaan yang memiliki pinjaman ke PT RNI (Persero) terdapat tujuh perusahaan dengan EBIT negatif.

Tabel 34 PT RNI

Kondisi EBIT negatif pada tujuh anak perusahaan PT RNI (Persero) tersebut menunjukkan rendahnya kemampuan anak perusahaan untuk melakukan pembayaran utang/kewajiban jatuh tempo. 

"Hal tersebut disebabkan anak perusahaan sudah kesulitan untuk menutupi biaya operasionalnya yang belum memperhitungkan biaya bunga dan pajak," petik laporan BPK. 

4. Ekuitas empat anak perusahaan PT RNI negatif 

Ekuitas menggambarkan nilai yang dimiliki oleh pemegang saham atas aset perusahaan setelah dikurangi oleh semua pembayaran kewajiban dan utang. 

Ekuitas juga dapat berubah seiring waktu karena perusahaan menghasilkan laba atau mengalami kerugian, dan karena adanya transaksi seperti distribusi dividen atau pembelian kembali saham. Ekuitas juga mencerminkan nilai yang dapat diterima oleh pemegang saham jika perusahaan dihentikan atau likuidasi. 

Hal ini juga merupakan tolok ukur kesehatan keuangan suatu perusahaan. Dari neraca anak perusahaan periode 2021 sampai dengan semester I 2023, diketahui bahwa dari 14 anak perusahaan yang memiliki pinjaman kepada PT RNI (Persero) terdapat empat perusahaan dengan ekuitas negatif per 30 Juni 2023. 

35 PT RNI

"Ekuitas negatif menunjukkan perusahaan sedang menghadapi kesulitan keuangan, kesulitan dalam membayar utangnya, atau mengalami penurunan nilai asetnya," petik laporan BPK.

Hal tersebut juga menjelaskan bahwa proporsi jumlah utang perusahaan lebih besar dari aset yang dimiliki, sehingga perusahaan menghadapi risiko insolvabilitas atau ketidakmampuan perusahaan untuk melunasi kewajibannya. 

"Kondisi ini akan mengakibatkan perusahaan menanggung beban bunga yang tinggi dan tidak memiliki nilai aset bersih," petik laporan BPK.

Selain keempat anak perusahaan diatas, terdapat satu anak perusahaan yang berpotensi memiliki saldo ekuitas negatif per 31 Desember 2023 yaitu PTP MO. 

PTP MO memiliki penurunan ekuitas yang signifikan setiap tahunnya karena mengalami kerugian secara terus menerus. Neraca PTP MO per 31 Desember 2022 menunjukkan saldo ekuitas sebesar Rp52.210.318.597,00, dan saldo tersebut mengalami penurunan s.d 30 Juni 2023 sebesar Rp44.216.847.106.00, sehingga saldo ekuitas PTP MO per 30 Juni 2023 hanya sebesar Rp7.993.471.491,00. 

PT RNI Hanya Memperoleh Kontribusi Dividen dari Tiga Anak Perusahaan sejak Tahun 2020 

Dividen adalah pembagian dari laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya diputuskan oleh direksi dan disetujui oleh rapat umum pemegang saham. 

Pembagian dividen kepada pemegang saham merupakan salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan dan alasan pemegang saham menginvestasikan modalnya. 

Sebagai entitas induk dari 16 perusahaan, keberlangsungan usaha PT RNI tergantung pada pendapatan yang diperoleh dari penjualan gula impor, pendapatan bunga SHL, management fee dan dividen dari anak perusahaan serta pendapatan sewa aset. 

Kondisi anak perusahaan yang sering mengalami kerugian, mengakibatkan PT RNI (Persero) selaku entitas induk hanya menerima dividen dari tiga anak perusahaan yaitu PT Rajawali Nusindo, PT PG Rajawali I dan PT PG Candi Baru.

36 PT RNI

Dengan demikian anak perusahaan yang tidak menyetor dividen kepada PT RNI (Persero) selama periode Tahun 2020 s.d 2022 yaitu PT PG Rajawali II, PT Perikanan Indonesia, PT Mitra Rajawali Banjaran, PTP Mitra Ogan, PT Perkebunan Mitra Kerinci, PT GIEB Indonesia, PT Rajawali Citramass, PT Rajawali Tanjungsari Enjiniring, PT Laras Astra Kartika, PT Garam, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Berdikari dan PT Sang Hyang Seri 

Rendahnya kemampuan anak perusahaan memberikan dividen kepada entitas induk, juga berdampak pada kemampuan PT RNI (Persero) memberikan dividen kepada Negara Republik Indonesia. PT RNI (Persero) terakhir kali memberikan dividen kepada negara pada Tahun 2019 untuk kinerja perusahaan yang diperoleh Tahun 2018 yaitu sebesar Rp4.582.933.798.00. 

Jumlah Produksi Lima Anak Perusahaan PT RNI Tidak Signifikan Dibandingkan dengan Jumlah Produksi Nasional 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, salah satu alasan BUMN kurang dapat dipertahankan antara lain adalah produk yang dihasilkan BUMN tersebut tidak mudah diperoleh oleh masyarakat. 

Dari penelaahan atas laporan manajemen lima anak usaha PT RNI (Persero) yang kurang sehat diketahui bahwa jumlah produk utamanya tidak signifikan dibandingkan dengan produksi/kebutuhan nasional berdasarkan data Badan Pusat Statistik serta Kementerian Kelautan Perikanan Republik Indonesia. 

Perbandingan jumlah produk yang dihasilkan anak usaha terkait dengan produksi Nasional. 

37 PT RNI

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022, maka pengusulan kajian pembubaran perusahaan kepada RUPS dapat dilakukan oleh Direksi PT RNI (Persero) jika upaya-upaya penyehatan yang dilakukan oleh manajemen telah dilakukan namun tidak menunjukkan perbaikan dan tidak dapat dipertahankan, serta produk yang dihasilkan telah dengan mudah diperoleh oleh masyarakat. 

Selain itu, Direksi PT RNI (Persero) seharusnya dapat mengoptimalkan usulan divestasi dalam Kajian Bersama antara Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan tentang Penambahan Penyertaaan Modal Negara ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Pesero) dalam Rangka Pembentukan Holding BUMN Klaster Pangan Tahun 2021 antara lain menjelaskan bahwa BUMN Pangan dituntut untuk mampu meningkatkan fokus pengembangan usaha pada bisnis inti, mendivestasikan bisnis-bisnis noninti, mengalokasikan portofolio inti untuk menghindari tumpang tindih dan kanibalisme di sepanjang rantai nilai ekosistem pangan dan menciptakan bisnis model yang terintegrasi. 

Dalam kajian tersebut dijelaskan juga bahwa PTP Mitra Ogan, PT Laras Astra Kartika, PT Mitra Kerinci, PT Mitra Rajawali Banjaran merupakan anak perusahaan PT RNI (Persero) yang diusulkan untuk didivestasi karena tidak sesuai dengan bisnis inti perusahaan.

Namun demikian, sampai dengan pemeriksaan berakhir upaya divestasi mengalami kendala dan belum diupayakan secara optimal dengan uraian sebagai berikut: 

a. Divestasi Saham PTP MO tidak dapat dilanjutkan karena PTP MO terikat dengan proposal perdamaian terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Perkara 295/Pdt-Sus.PKPU/2022/PN Niaga.Jkt.Pst Tanggal 13 Desember 2022. Proposal perdamaian tersebut dibuat agar PTP MO dapat melunasi utang-utangnya kepada perbankan PT BRI (Persero) dan PT Mandiri (Persero). PT RNI (Persero) sebagai pemegang saham PTP MO (Afiliasi) baru akan menerima pembayaran pokok dan bunga SHL pada Tahun 2042 setelah PTP MO melunasi kewajibannya kepada pihak Perbankan. 

b. Divestasi Saham PT Laras Astra Kartika sedang menunggu kesepakatan nilai dan skema transaksi antara PT RNI (Persero) dengan PT Kwala Gunung Sejati (KGS) setelah pertemuan yang diadakan pada Tanggal 8 Juni 2023. PT KGS sendiri masih memiliki kewajiban yang belum terselesaikan kepada PTP MO pasca berakhirnya kerjasama pabrik kelapa sawit. 

c. Divestasi Aset PT Mitra Kerinci ke PTPN IV terkendala oleh proses balik nama HGU lahan milik PT Mitra Kerinci. 

d. PT Mitra Rajawali Banjaran belum terdapat progress divestasi. 

"Permasalahan tersebut mengakibatkan tujuan pendirian perusahaan dalam hal memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara, serta menyelenggarakan kemanfaatan umum tidak tercapai," 

Menurut BPK, permasalahan tersebut disebabkan oleh Direksi PT RNI (Persero) dan anak perusahaan terkait tidak cermat dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan.

Lalu disebabkan Direksi PT RNI (Persero) belum mengusulkan opsi likuidasi/divestasi atas anak perusahaan yang kinerja keuangannya semakin menurun walaupun telah dilakukan upaya penyehatan dan perbaikan dalam RUPS; 

Kemudian, disebabkan Dewan Komisaris PT RNI (Persero) dan anak perusahaan tidak efektif melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki; dan Vice President SPI PT RNI (Persero) dan anak perusahaan tidak cermat dalam melakukan evaluasi pelaksanaan pengendalian intern atas pelaksanaan kegiatan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. 

Atas permasalahan tersebut, Direksi PT RNI (Persero) menyatakan sependapat dengan pokok permasalahan dimaksud, dengan penjelasan saat ini telah dilakukan proses restrukturisasi pinjaman ke anak perusahaan dan pelaksanaan progam transformasi EBITDA untuk proses penyelesaian pokok pinjaman dan bunga yang tidak tertagih kepada anak perusahaan. 

Proses ini diikuti dengan penyusunan SOP restrukturisasi pinjaman ke anak perusahaan, rekonsiliasi dan penyampaian proposal restrukturisasi. Selanjutnya pelaksanaan proses restrukturisasi dan transformasi EBITDA dilaporkan secara rutin kepada PT RNI (Persero). 

Rekomendasi BPK

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT RNI (Persero) dan anak perusahaan terkait menyusun langkahlangkah optimalisasi sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Lalu, merekomendasikan kepada Direksi PT RNI (Persero) agar berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dalam rangka pengusulan kajian opsi likuidasi/divestasi dalam RUPS atas anak perusahaan yang kinerja keuangannya semakin menurun.

Kemudian merekomendasikan juga kepada Dewan Komisaris PT RNI (Persero) dan anak perusahaan agar melakukan pengawasan atas langkah-langkah peningkatan kinerja perusahaan; dan Vice President SPI PT RNI (Persero) dan anak perusahaan agar melakukan evaluasi pelaksanaan pengendalian intern atas langkah-langkah peningkatan kinerja perusahaan.

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi kepada Edwin Adithia Hermawan selaku Humas PT RNI terkait temuan BPK tersebut apakah sudah ditindak lanjuti. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Edwin belum memberikan respons.

Bagian 2 : Tingkat Pengembalian Pokok dan Penerimaan Bunga Share Holder Loan (SHL) Anak Perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Rendah. Bersambung...

Topik:

BPK PT RNI ID FOOD BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia