Kredit PT SMI kepada PT GJT Rugikan Negara Rp 80,10 M, Dugaan Korupsi Menyeruak!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Juli 2025 12:03 WIB
Ilustrasi  - PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) (Foto: Dok MI/Aswan)
Ilustrasi - PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap kerugian negara atas pembiayaan atau kredit PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) (Persero) kepada PT GJT sebesar Rp 80,10 miliar.

Hal itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Pembiayaan Infrastruktur Tahun 2020 sampai dengan Semester I Tahun 2022 pada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) (Persero) dan Instansi terkait lainnya Auditor Utama Keuangan Negata II Jakarta dengan Nomor : 53/LHP/XV/12/2023 Tanggal 22 Desember 2023.

"Pembiayaan PT SMI (Persero) kepada PT GJT berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp80,10 miliar, denda belum ditagih sebesar Rp9,89 miliar dan jaminan pembiayaan belum dikuasai," petik hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Sabtu (26/7/2025).

Adapun PT GJT adalah pemilik sekaligus operator dari Terminal Curah Kering dan Log di Pelabuhan Gresik, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur yang memegang hak konsesi atas pengusahaan fasilitas Pelabuhan Gresik dengan PT Pelabuhan Indonesia III (Pelindo II) sejak tahun 14 Agustus 1996 sampai dengan 1 Juli 2019. 

Lebih rinci, BPK menjelaskan bahwa mulai tahun 2021 PT Pelindo II bergabung menjadi PT Pelindo (Persero). PT GJT dan PT SMI (Persero) telah menandatangani Akta Perjanjian Pembiayaan Nomor 1 tanggal 2 September 2013. 

Perjanjian tersebut telah mengalami perubahan sebanyak delapan kali dengan adendum perjanjian terakhir tanggal 1 November 2019 yang merupakan Perjanjian restrukturisasi atas pembiayaan kepada PT GJT dengan nilai pembiayaan sebesar Rp162.500.000.000,00. 

Fasilitas pembiayaan tersebut ditujukan untuk pembangunan Dermaga V, VI, dan VII pada Terminal Curah Kering dan Log di Pelabuhan Gresik, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Nilai outstanding per tanggal 14 Desember 2022 sebesar Rp80.102.192.087,00. 

Dalam Memo Divisi Pengelolaan Pembiayaan dan Investasi Khusus No. M036/SMI/DMR/DPPI/0722 tanggal 31 Juli 2022, diketahui kolektibilitas PT GJT adalah 5 (macet). 

Berdasarkan LHP BPK RI Nomor 132/LHP/XV/12/2019 tanggal 31 Desember 2019 terdapat temuan “Pemenuhan syarat penarikan fasilitas pembiayaan kepada PT GJT belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku” dengan rekomendasi agar meminta PT GJT segera menyelesaikan izin konsesi dermaga sesuai ketentuan yang berlaku dan menambahkan kekurangan kas agar dermaga VII dapat diselesaikan; dan PT SMI (Persero) melakukan pemantauan yang intensif atas penyelesaian pembangunan dan operasionalisasi dermaga untuk menghindari kegagalan bayar PT GJT kepada PT SMI (Persero). 

Atas rekomendasi tersebut, PT SMI (Persero) telah melakukan tindak lanjut bahwa PT SMI (Persero) sudah mengeluarkan surat permintaan percepatan penyelesaian pembiayaan kepada PT GJT namun PT GJT belum menyelesaikan izin konsesi dermaga dan belum ada penambahan atas kekurangan kas untuk penyelesaian dermaga VII; dan PT SMI (Persero) telah mengirimkan surat tagihan dan peringatan kepada PT GJT setiap bulan. 

"Namun berdasarkan hasil pemeriksaan masih ditemukan permasalahan bahwa nilai asuransi jaminan PT GJT lebih kecil dari nilai proyek dan telah daluwarsa sejak bulan Mei 2019," petik laporan BPK. 

PT GJT mengasuransikan proyek Dermaga V Curah Kering dengan periode asuransi dari tanggal 1 Mei 2018 sd 1 Mei 2019 sebesar Rp6.000.000.000,00.

Kata BPK, PT GJT tidak memperpanjang asuransi Tahun 2020 sampai dengan 2021 karena mengalami penurunan pendapatan akibat tidak berfungsinya dermaga bongkar muat batu bara. 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa nilai yang dijaminkan sebesar Rp6.000.000.000,00, sedangkan nilai proyek Dermaga V_ sebesar Rp44.903.012.080,00 dengan nilai pembiayaan PT SMI (Persero) ke Dermaga V sebesar Rp38.017.653.292,00. Selain itu PT GJT tidak mengasuransikan proyek senilai Rp27.268.032.500,00 untuk Dermaga VI," petik laporan BPK.

BPK juga menemukan masalah bahwa PT GJT tidak memenuhi syarat-syarat agunan sesuai ketentuan.

Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen agunan PT GJT, bahwa agunan berupa piutang tidak dapat diyakini nilainya. Berdasarkan Laporan Keuangan PT GJT Triwulan III tahun 2022, PT GJT mencatatkan piutang dengan nilai total sebesar Rp3.498.647.000,00. Dari nilai tersebut diantaranya merupakan piutang kepada PT Pelindo dengan nilai sebesar Rp2.699.790.000,00. 

"Dalam Laporan Keuangan Audited PT Pelindo Tahun 2022 diketahui hutang kepada PT GJT tidak tercatat. Selain itu PT SMI (Persero) menyampaikan bukti rekonsiliasi PT Pelindo dan PT GJT per 30 September 2022 yang menyebutkan angka piutang bukan senilai Rp2.699.790.000,00 namun senilai Rp11.931.129.934,00 (setelah PPh)," petik laporan BPK.

Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Regional Head PT Pelindo sesuai BAW No.05/BAW/SMI.2/11/2022 tanggal 17 November 2022 diketahui bahwa PT Pelindo tidak mempunyai hutang kepada PT GJT. 

Dengan demikian agunan berupa piutang sebesar Rp3.498.647.000,00 tidak dapat diyakini nilainya. Polis Asuransi atas agunan bangunan tidak dikuasai PT SMI (Persero).

"Berdasarkan data yang disampaikan PT SMI (Persero), diketahui terdapat agunan berupa hak tagih atas klaim asuransi atas tanah dan bangunan proyek yang dibiayai dengan nilai sebesar Rp92.048.920.000,00," petik laporan BPK.

Dari hasil konfirmasi kepada Direktur Utama PT GJT tanggal 25 Oktober 2022, diketahui bahwa PT GJT mengasuransikan agunan sebagai berikut. 

Temuan BPK PT SMI

Temuan BPK PT SMI

Berdasarkan hasil pengujian atas Safe Deposit Box di Bank BRI 1 tanggal 2 Desember 2022 milik PT SMI (Persero), diketahui polis asuransi atas agunan tersebut belum diserahkan kepada PT SMI (Persero). 

Lanjut, BPK menemukan masalah bahwa agunan berupa peralatan dan mesin tidak diyakini status kepemilikannya. Bahwa pada Laporan Penilaian Akhir (LPA) KJPP No.00224/2.005100/P1/10/0152/1/VIII/2020 tanggal 25 Agustus 2020, tercatat agunan mesin dan peralatan dengan nilai total sebesar Rp62.226.260.000,00. 

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa nilai tersebut terdiri dari nilai bangunan dermaga, turap, dan plat injak atas Dermaga I, II, II, 1V, V, dan VI dengan nilai likuidasi total sebesar Rp36.266.600.000,00. 

"Aset tersebut seharusnya tidak dapat dijadikan agunan karena terikat perjanjian kontrak Build Operate Transfer (BOT) dengan PT Pelindo III dan akan menjadi milik PT Pelindo pada Tahun 2025," petik laporan BPK.

Tak hanya itu, BPK juga menmukan masalah bahwa agunan berupa saham tidak dapat diyakini nilainya 

BPK menjelaskan, berdasarkan data yang disampaikan PT SMI (Persero), diketahui terdapat agunan berupa Saham PT GJT milik RDS dan SN dengan nilai pengikatan total sebesar Rp30.000.000.000,00. 

Dari Aplikasi ELO yang memuat seluruh dokumen pembiayaan PT SMI (Persero), diketahui untuk agunan saham tersebut belum dilakukan retaksasi (penilaian kembali). 

"Laporan keuangan inhouse Triwulan III Tahun 2022 menunjukkan bahwa ekuitas PT GJT adalah (Rp35.770.714.000,00), dengan nilai aset Rp189.811.913.000.00 dan nilai total kewajiban Rp225.582.626.000,00. Dengan demikian saham yang diagunkan tersebut tidak dapat diyakini nilainya," petik laporan BPK. 

Selain itu, aak atas tanah lokasi proyek belum dikuasai oleh PT GJT. Bahwa lokasi pembangunan terminal Curah Kering dan Log di Pelabuhan Gresik dikuasai oleh PT Pelindo. Saat ini sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah tersebut sudah terbit yaitu sertifikat HPL No. 00447, 00445, 00444, 00443 tanggal 5 Januari 2022 atas nama PT Pelindo. 

Kata BPK, PT GJT seharusnya meningkatkan sertifikat tersebut menjadi sertifikat HGB milik PT GJT. Namun dari hasil konfirmasi kepada PT Pelindo, diketahui PT Pelindo keberatan untuk penerbitan SHGB dikarenakan perjanjian kerjasama dengan PT GJT akan berakhir pada Tahun 2025, dan masa berlaku SHGB adalah 20 tahun. Hal ini juga  berdampak pada penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) atas bangunan yang ada di atas tanah tersebut sehingga sampai saat ini belum memiliki IMB. 

Selanjutnya, BPK menemukan risiko penghentian kerjasama BOT dengan PT Pelindo III. Bahwa dalam mengoperasikan terminal Curah Kering dan Log di Pelabuhan Gresik, PT GJT melakukan kerjasama degan PT Pelindo (Persero) sesuai Perjanjian Kerjasama yang diubah terakhir No. KS.02/5/9/1/HKHM/RH3/REG3-22, No. 001/ADD-PEL/DIR GJ/XV/GR22 pada tanggal 5 September 2022. 

Perjanjian kerjasama tersebut dalam bentuk BOT. Perjanjian BOT akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2025 (seluruh dermaga). 

"Berdasarkan konfirmasi kepada PT Pelindo, diketahui bahwa hasil /ega/ opinion tanggal 18 Maret 2022 dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) bahwa Perjanjian BOT direkomendasikan untuk tidak diperpanjang karena kondisi penyelesaian pembangunan dermaga yang melewati batas waktu yang telah disetujui dalam kontrak perjanjian," petik laporan BPK.

Berdasarkan analisis, masalah penghentian Kerjasama kontrak BOT akan mempengaruhi penyelesaian pembangunan fasilitas dermaga. Selanjutnya akan berdampak pada pengembalian pinjaman pembiayaan ke PT SMI (Persero). 

Selanjutnya, BPK juga menemikan masalah bahwa PT GJT tidak dapat memenuhi kewajiban menjaga rasio keuangan dan tidak dikenakan denda sebesar Rp1.795.832.210,46 

Sesuai perjanjian kerja sama, kata BPK, PT GJT wajib menjaga rasio keuangan Earning Before Interest, Taxes, Depresiation and Amortization (EBITDA) minimal 1,2 kali (EBITDA dibagi dengan biaya bunga angsuran hutang pokok), Rasio Debt to equity (hutang terhadap modal) maksimal -2,5 (hutang subordinasi masuk dalam komponen modal, Rasio Debt to EBITDA (hutang terhadap EBITDA) maksimal 5,5. 

Berdasarkan Memo Reviu Tahunan dari Divisi Pengelolaan Pembiayaan & Investasi Khusus No. M-058/SMI/DMR/DPPI/1221 tanggal 14 Desember 2021 dan Memo Reviu Tahunan dari Divisi Pengelolaan Pembiayaan & Investasi Khusus No. M017/SMI/DMR/DPPI/0221 tanggal 26 Februari 2021 diketahui nilai rasio keuangan tersebut pada tabel di bawah. 

Temuan BPK PT SMI

Tabel di atas, menurut BPK, menunjukkan bahwa PT GJT tidak dapat memenuhi kewajiban untuk menjaga rasio keuangan sesuai dengan akta perjanjian pembiayaan. 

Sesuai perjanjian pembiayaan, pelanggaran financial covenant dikenakan denda 0,2% dari outstanding fasilitas pembiayaan dan dibebankan untuk setiap kali pelanggaran pada setiap periode pelaporan sehingga atas tidak terpenuhinya kewajiban tersebut, seharusnya dikenakan denda dengan nilai sebesar Rp1.795.832.210,46 sesuai perhitungan.

"Sampai dengan pemeriksaan berakhir, PT SMI (Persero) belum mengenakan denda tersebut," petik laporan BPK.

Kemudian BPK menemukan kelebihan pembiayaan kepada PT GJT sebesar Rp16.149.825.932,85. Bahwa sesuai dengan akta perjanjian pinjaman, pembiayaan dari PT SMI (Persero) akan digunakan oleh PT GJT untuk membangun tiga dermaga senilai Rp97.828.865.075. 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tanggal 25 Oktober 2022, diketahui bahwa Dermaga VII belum selesai dibangun dan baru tahap Turap dan Reklamasi," petik laporan BPK.

Berdasarkan hasil analisis Divisi Pengelolaan Pembiayaan & Investasi Khusus atas pembiayaan pembangunan Dermaga V, VI, dan VII PT GJT diketahui hal-hal sebagai berikut. 

Temuan BPK PT SMI

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui: 

1) Divisi Pembiayaan Investasi telah mengusulkan pembagian porsi pembiayaan PT GJT yang telah disetujui sesuai Akta Perjanjian Pembiayaan Perubahan Kelima dan Pernyataan Kembali Terhadap Perjanjian Pembiayaan No. 3 Tanggal 14 Desember 2015 yaitu sebesar 66,44% : 33,56% sehingga diperoleh nilai porsi PT SMI (Persero) sebesar Rp65.000.000.000,.00 dan PT GJT sebesar Rp32.828.865.075,00; 

2) Terdapat cost overrun (kelebihan Pembiayaan) sebesar Rp16.149.825.931,85 dengan rincian sebagai berikut: 

a) RAB Dermaga V sebesar Rp38.955.106.119,00, dengan pencairan pembiayaan dari PT SMI (Persero) senilai Rp38.017.653.292,00. Diketahui porsi pembiayaan PT SMI (Persero) seharusnya Rp25.881.772.505,46 (66,44% dari Rp38.955.106.119.00) sehingga terdapat selisih kelebihan pencairan sebesar Rp12.135.880.786,54 (Rp38.017.653.292,00Rp25.881.772.505,46 ); dan 

b) RAB Dermaga VI sebesar Rp30.046.874.405,00, dengan pencairan pembiayaan dari PT SMI (Persero) senilai Rp23.977.088.500,00. Diketahui porsi pembiayaan PT SMI (Persero) seharusnya Rp19.963.143.354,68 (66.44% dari Rp30.046.874.405,00) sehingga terdapat selisih kelebihan pencairan sebesar Rp4.013.945. 145,32 (Rp23.977.088.500,00Rp19.963.143.354,68 .

Laporan Keuangan PT GJT Triwulan III Tahun 2022 menunjukan saldo kas dan setara kas sebesar Rp159.993.000,00. Dengan demikian PT GJT berisiko tidak dapat menyelesaikan pembangunan Dermaga VII apabila mengandalkan self financing.

Terakhir, BPK menemukan masalah bahwa PT SMI (Persero) belum menagih denda keterlambatan pembiayaan PT GJT sebesar Rp8.093.657.976,00. 

PT SMI (Persero) melakukan perhitungan denda atas debitur dengan menggunakan aplikasi ARIUM. Aplikasi ARIUM menghitung denda sejak awal perjanjian restrukturisasi Tahun 2019 sampai dengan akhir pemeriksaan sebesar Rp3.631.258.181,00. 

Atas nilai denda tersebut telah dibayarkan oleh PT GJT sebesar Rp4.862.514,00 pada tanggal 1 Februari 2020 dan 1 Maret 2020 sehingga nilai denda yang belum terbayar adalah Rp3.626.395.667,00. 

Berdasarkan hasil konfirmasi kepada DAA diketahui bahwa perhitungan secara manual denda keterlambatan berdasarkan perjanjian pembiayaan sebesar Rp8.093.657.976,00 (Rp8.098.520.490,00Rp4.862.514,00).

"Hal tersebut mengakibatkan pembiayaan kepada PT GJT berpotensi merugikan keuangan PT SMI (Persero) sebesar Rp80.102.192.087,00," petik laporan BPK.

Kemudian, PT SMI (Persero) mengeluarkan biaya yang tidak semestinya sebesar Rp16.149.825.931,85; PT SMI (Persero) berpotensi kehilangan pendapatan minimal sebesar Rp9.889.490. 186,46 (Rp8.093.657.976,00 + Rp1.795.832.210,46); dan PT SMI (Persero) tidak dapat menjual jaminan PT GJT sebagai second way out atas jaminan yang belum dikuasai. 

Menurut BPK, hal tersebut disebabkan Komite Pembiayaan kurang cermat dalam memutuskan pembiayaan restrukturisasi pada PT GJT meskipun telah mendasarkan pada analisis risiko dan mitigasi risiko terkait restrukturisasi pembiayaan dalam Pedoman Pembiayaan; 

Kepala Divisi Fungsi Bisnis Pembiayaan kurang cermat dalam menilai kelayakan restrukturisasi pembiayaan sebelum membuat Surat Penawaran Fasilitas Retrukturisasi Pembiayaan sesuai Perjanjian Pembiayaan meskipun telah mendasarkan pada analisis risiko dan mitigasi risiko terkait restrukturisasi pembiayaan dalam Pedoman Pembiayaan; 

Kepala Divisi Fungsi Bisnis Pembiayaan kurang cermat dalam mengawasi penggunaan dana pinjaman sesuai dengan peruntukan dalam perjanjian pembiayaan; dan Kepala DPPIK dan Kepala Divisi Hukum kurang optimal dalam mengupayakan penyelesaian pembiayaan dengan eksekusi agunan untuk mengurangi potensi kerugian PT SMI (Persero). 

Atas hal tersebut, Direktur Utama PT SMI (Persero) menyatakan bahwa PT GJT tidak bisa membayar biaya polis asuransi sesuai ketentuan karena kondisi keuangan yang terbatas dan terus merugi akibat tidak beroperasinya bongkar muat batubara; 

Terkait dengan agunan PT GJT adalah nilai piutang per 30 September 2022 berdasarkan konfirmasi kepada PT Pelindo III sebesar Rp1.931.129.934,00; 
Asli polis asuransi agunan tanah dan bangunan telah disampaikan debitur kepada PT SMI (Persero) dan telah disimpan oleh DPOP. Terlampir BAST dengan DPOP tanggal 10 Januari 2023;

Sebagian nilai agunan mesin dan peralatan terdiri dari nilai bangunan dermaga, turap, dan plat injak atas dermaga. Atas aset tersebut masih dipertimbangkan sebagai agunan sampai masa BOT berakhir dan termasuk aset yang dibiayai PT SMI (Persero); 

Agunan berupa saham tidak dilakukan retaksasi karena PT GJT tidak bisa membayar biaya penilaian saham sesuai ketentuan karena kondisi keuangan yang terbatas dan terus merugi; dan Penerbitan SHGB an PT GJT masih dalam proses negosiasi dengan PT Pelindo.

PT GJT sedang melakukan negosiasi agar segera memperoleh Kerja Sama Operasional (KSO) meskipun masa BOT belum berakhir;  Dermaga V telah memperoleh rekomendasi ijin dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Gresik dan masih menunggu persetujuan dari Dirjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan. Untuk Dermaga VII belum ada rencana pembangunan kembali dengan mempertimbangkan kondisi keuangan PT GJT; 

Rasio keuangan tidak terpenuhi karena kondisi keuangan yang memburuk akibat tidak beroperasinya bongkar muat batubara. Selanjutnya terkait dengan denda atas pelanggaran financial covenant sebesar 0,2% dari outstanding fasilitas pembiayaan yang dibebankan untuk setiap kali pelanggaran akan dihitung dan ditagihkan kepada PT GJT; 

Fasilitas pembiayaan II Tranche A adalah untuk pembiayaan investasi dermaga V, VI dan VII (RAB gabungan, tidak per dermaga). Cost overrun, kekurangan dana (cash deficiency) dan project completion guarantee atas penyelesaian proyek akan ditanggung oleh pemegang saham mayoritas; dan denda keterlambatan telah ditagihkan kepada debitur dengan nilai estimasi denda per 31 Desember 2022 sebesar Rp8.098.520.490,00. 

Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT SMI (Persero) untuk melakukan upaya penyelamatan pembiayaan pada debitur PT GJT agar tidak merugikan keuangan PT SMI (Persero) sebesar Rp80.102.192.087,00; memberikan pembinaan kepada Komite, Kepala Divisi Fungsi Pembiayaan, Kepala DPPIK dan Kepala Divisi Hukum sesuai dengan ketentuan agar lebih cermat dalam memberikan usulan pembiayaan dengan analisis yang layak pada PT GJT dan atas kelebihan pencairan pembiayaan; dan melakukan penagihan aktif atas denda minimal sebesar Rp9.889.490.186,46 sesuai ketentuan yang berlaku. 

Atas rekomendasi BPK tersebut, PT SMI (Persero) telah menyampaikan rencana aksi dengan Surat Nomor S-1347/SMI/DU/1223 tanggal 22 Desember 2023.

"Sesuai surat kami sebelumnya, kami sampaikan kembali bahwa PT SMI telah memberikan tanggapan dan menindaklanjuti seluruh temuan dan rekomendasi dari BPK melalui Surat Nomor S-1347/SMI/DU/1223 tanggal 22 Desember 2023 yang menjelaskan mengenai Penyampaian Tanggapan dan Rencana Aksi terhadap Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas Pengelolaan Pembiayaan Infrastruktur Tahun 2020 s.d. Semester I Tahun 2022 pada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan Instansi Terkait Lainnya di DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Riau," kata Kepala Divisi Sekretariat PT SMI, Ramona Harimurti kepada Monitorindonesia.com.

Topik:

BPK PT SMI Temuan BPK