SK jadi "Senjata" Jual Beli Kuota Haji, KPK Ulik Eks Sekjen Kemenag Nizar Ali


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengulik mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag), Nizar Ali, terkait mekanisme penerbitan Surat Keputusan (SK) penentuan kuota haji tahun 2024, Jumat (12/9/2025).
Adapun pemeriksaan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji tambahan yang menjerat era kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
"Ya biasa, nanya soal mekanisme keluarnya SK itu, kita jawab semua," kata Nizar kepada wartawan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Menurutnya, alur birokrasi standar dalam penerbitan sebuah SK di kementerian. "Ya kan ada pemrakarsa, dari pemrakarsa kemudian ke Sekjen, Sekjen ke Biro Hukum, Biro Hukum terus dibahas dengan satu, baru proses paraf-paraf," katanya.
Meski demikian, Nizar mengaku tidak mengetahui perihal substansi pengaturan atau pembagian kuota haji. Dia beralasan hal tersebut bukan merupakan kewenangan Sekjen, melainkan berada di bawah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU). "Soal itu enggak tahu, karena Sekjen bukan leading sector-nya haji, haji ada Direktorat Jenderal PHU," katanya.
Adapun pemeriksaan terhadap Nizar Ali menjadi krusial karena KPK menemukan bahwa SK Menteri Agama terkait kuota haji 2024 menjadi bukti kunci dan "senjata" dalam jual beli kuota haji ini.
Kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, SK tersebut digunakan oleh oknum agen travel untuk meyakinkan calon jemaah bahwa kuota haji khusus yang mereka tawarkan adalah resmi.
"Jadi dengan berbekal SK tersebut, siapapun yang ditunjukkan SK-nya, termasuk juga mungkin kita, ini resmi loh, ada SK-nya ini," ujar Asep.
Padahal proses di balik penerbitan SK tersebut menyimpang dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Diketahui bahwa kasus ini bermula dari pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diperoleh Indonesia dari Arab Saudi.
Kuota yang semestinya diprioritaskan untuk mengurangi antrean haji reguler yang bisa mencapai puluhan tahun, justru dibagi rata oleh Kemenag era Yaqut, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Kebijakan ini melanggar UU Haji yang menetapkan kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota nasional.
Akibatnya, sekitar 8.400 jemaah haji reguler yang telah mengantre lebih dari 14 tahun gagal berangkat pada 2024. KPK menduga ada niat jahat di balik pembagian tak proporsional ini, yang melibatkan dugaan jual beli kuota antara oknum Kemenag dengan pihak travel.
Agen travel diduga harus menyetor antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS (sekitar Rp 42 juta hingga Rp 113 juta) per kuota untuk mendapatkan jatah.
Saat ini, KPK sedang mendalami siapa perancang naskah SK tersebut dan alur perintah di baliknya sebelum ditandatangani oleh menteri. Hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus ini, namun statusnya telah naik ke tahap penyidikan.
Lembaga antirasuah telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Stafsus Menag Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Dugaan kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Topik:
KPK Kemenag Korupsi Kuota Haji