Kejagung Sidik Korupsi di Saka Energi, Begini Temuan BPK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 September 2025 14:33 WIB
Dirut PT Saka Energi Indonesia periode 2012-2015 Tumbur Parlindungan (Foto: Istimewa)
Dirut PT Saka Energi Indonesia periode 2012-2015 Tumbur Parlindungan (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi di anak usaha PGAS yakni PT Saka Energi Indonesia (SEI).

Kejagung sendiri telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan pada Jampidsus PRIN-21/F.2d/2/03/2025 tanggal 17 Maret 2025.

Pada Kamis (25/9/2025) malam, tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung melakukan penggeledahan di 2 kantor PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN (PGAS).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Anang Supriatna juga membenarkan bahwa Jampidsus Kejagung tengah mengusut dugaan korupsi di Saka Energi terkait akuisisi saham Blok Ketapang, Muriah, Pangkah, dan Fasken pada 2012 sampai 2015.

“Benar [Kejagung menggeledah 2 kantor PGAS terkait kasus dugaan korupsi di Saka Energi],” kata Anang, Jumat (26/9/2025).

Informasinya, penyidik menggeledah dua lokasi untuk menemukan atau alat bukti lainnya terkait proses akuisisi sejumlah blok migas kelolaan Saka Energi tersebut. Dua kantor PGAS yang digeledah berada di Jl. K.H. Zainul Arifin, Taman Sari, Jakarta Barat dan Jl. TB Simatupang, Cilandak Timur, Jakarta Selatan.

“Penggeledahan tersebut dilakukan dalam rangka menemukan dokumen atau alat bukti lainnya terkait proses akuisisi oleh PT. SEI,” ucap Anang.

Sekadar catatan bahwa pengusutan ini didasarkan pula pada  Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya, dan Investasi (PBI) Tahun 2017 hingga semester I 2022.

Dalam LHP itu, BPK menemukan kejanggalan dalam proyek-proyek PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN. 

Salah satunya soal nilai akuisisi tiga lapangan kerja minyak dan gas bumi (migas) yang terlalu mahal.  Laporan BPK menyatakan akuisisi tiga wilayah kerja (WK) migas yang dilakukan PT Saka Energi Indonesia (SEI) tidak sesuai proses bisnis komersial Saka. 

Nilai akusisi tersebut lebih tinggi alias kemahalan hingga US$ 56,6 juta atau sekitar Rp 852 miliar. Tiga WK migas itu meliputi Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa timur dan Fasken di Texas, Amerika Serikat. 

Saka Energi dan PGN ditengarai merugi hingga US$ 347 juta atau Rp 5,2 triliun gara-gara pembelian lapangan migas itu. Laporan BPK juga memuat hasil wawancara dengan LAPI ITB atas Laporan Assesment Pengelolaan Investasi di PT SEI tahun 2022 yang menyatakan nilai purchase price atau harga yang dibayarkan atas WK Ketapang kemahalan. 

Dalam penilaian BPK, net present value atau NPV Blok Ketapang hanya senilai US$ 10 juta atau jauh di bawah harga beli US$ 71 juta.  Berdasarkan perhitungan NPV Blok Ketapang, nilai akuisisi yang dapat memberikan keuntungan senilai US$ 40,5 juta. Sehingga ada kemahalan hingga US$ 30,5 juta. 

Sedangkan nilai purchase price atas WK Pangkah diperhitungkan lebih mahal hingga US$ 11,28 juta. Sementara itu, purchase price atas WK Fasken dalam hitungan BPK lebih mahal sebesar US$ 14,88 juta. 

Berdasarkan wawancara dengan LAPI ITB, diketahui purchase price hampir wajar atau sedikit kemahalan karena mendapat keuntungan NPV sebesar US$ 106 juta yang masih sedikit di bawah purchase price senilai US$ 134 juta. 

Berdasarkan perhitungan NPV WK Fasken, BPK menyebut nilai akuisisi yang dapat memberikan keuntungan purchase price senilai US$ 119,99 juta.  "Sehingga terdapat kemahalan purchase price sebesar US$ 14,88 juta," tulis BPK dalam laporannya.

Anggota VII BPK Hendra Susanto pada 2023 lalu sempat menyatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan laporan hasil audit tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belakangan, Kejaksaan Agung juga meminta laporan itu. Hendra meminta Kejaksaan berkoordinasi langsung dengan KPK.

Menyoal itu, Corporate Secretary PGN, Rachmat Hutama, menyatakan bahwa keputusan pembangunan proyek infrastruktur gas bumi dan investasi migas yang dilakukan PGN di setiap periode telah melalui proses kajian yang matang. PGN mengklaim telah menggandeng lembaga-lembaga terkait yang independen dan kredibel.

PGN, kata Rachmat, juga senantiasa menjalankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. "PGN terus mendorong optimalisasi setiap aset perusahaan dan meningkatkan efisiensi bisnis di seluruh tahapan operasional. Sehingga perusahaan dapat menjalankan perannya dalam meningkatkan pemanfaatan gas bumi di berbagai segmen pasar di  Indonesia secara maksimal," kata Rachmat, Senin (24/7/2025).

Sementara dalam RDP dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Rabu (12/3/2025), Direktur Utama (Dirut) PT PGN, Arief Setiawan Handoko sempat menyatakan bahwa perseroan tengah menawarkan Saka Energi untuk bisa dikelola oleh PHE. Sayangnya, PHE belum tertarik untuk mengambil alih Saka Energi.

“Jadi ini PR kita bersama, waktu itu kita menawarkan upstream kita dikelola sama PHE, tetapi [PHE] belum mau menerima karena tidak begitu bagus untuk diterima,” kata Arief. 

Seiring dengan rencana restrukturisasi bisnis yang kembali mencuat, PGN justru mencatatkan penurunan tajam pada laba bersih kuartal I-2025. Laba bersih PGN merosot 48,8% secara tahunan menjadi US$62,02 juta atau setara sekitar Rp1,04 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, PGN mencatat laba sebesar US$121,14 juta.

Sinyal penurunan laba bersih PGAS sudah tercermin dari top line perusahaan. Pendapatan PGAS hanya naik tipis 1,81% secara tahunan menjadi US$966,56 juta dari sebelumnya US$949,33 juta.

Kontributor utama pendapatan masih berasal dari penjualan gas bumi, terutama kepada pelanggan industri dan komersial senilai US$655,54 juta, serta rumah tangga sebesar US$12,25 juta.

Namun, peningkatan pendapatan tersebut dibayangi oleh lonjakan beban pokok pendapatan yang naik 11,98% secara tahunan menjadi US$825,95 juta, dibandingkan US$737,56 juta pada kuartal I-2024. Kenaikan biaya ini turut menggerus margin keuntungan perseroan.

Sekadar catatan, PGAS juga sempat menghadapi masalah hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan korupsi terjadi saat PGN menandatangani perjanjian jual beli gas dengan PT Inti Alasindo Energy (IAE) pada akhir 2017.

Bahkan, PGN sepakat membayar uang muka sebesar US$15 juta kepada IAE. Padahal, transaksi jual beli tersebut tak tercantum pada Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PGN pada 2017.

Selain itu, kerugian terjadi karena IAE secara faktual tidak memenuhi kewajiban kuota pasokan gas. Di sisi lain, IAE justru menggunakan uang muka dari PGN bukan untuk pengadaan gas, namun membayar utang perusahaan.

Topik:

Kejagung PT Saka Energi Indonesia Tumbur Parlindungan PT PGN