Diselimuti Utang! BPK Didesak Audit Investigatif Proyek Kereta Cepat Whoosh


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak melakukan aduit investigatif atau Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB/Whoosh) yang kini diselimuti utang.
"Audit investigatif BPK perlu untuk menelusuri penggunaan dana proyek, baik yang bersumber dari pinjaman luar negeri (China Development Bank) maupun penyertaan modal negara (PMN) dan dukungan fiskal lainnya," kata Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS, Mulyanto kepada Monitorindonesia.com, Kamis (16/10/2025).
Selain itu untuk menilai potensi kerugian negara akibat keputusan investasi, cost overrun dan dukungan keuangan terselubung kepada BUMN. "Dari pemeriksaan itu baru dapat ditentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab, baik di tingkat kebijakan, manajemen BUMN, maupun konsorsium proyek, bila ditemukan unsur pelanggaran hukum atau penyalahgunaan wewenang," lanjut mantan Anggota DPR periode 2019-2024 itu.
Mulyanto menegaskan proyek strategis nasional seperti ini harus menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi keuangan negara.
"Bila proyek sebesar ini dibiarkan tanpa evaluasi yang objektif, maka publik akan kehilangan kepercayaan pada pengelolaan investasi negara dan kredibilitas pemerintah," katanya.
Mulyanto menegaskan bahwa audit investigatif bukan untuk menghambat operasi kereta cepat, tetapi untuk memastikan, bahwa setiap rupiah uang publik digunakan dengan benar dan bertanggung jawab. “Apalagi kalau uang rakyat tersebut harus digunakan kembali untuk membayari utang proyek kontroversial ini,” jelasnya.
Adapun desakan Mulyanto sekaligus merespons utang proyek Whoosh yang disebut mencapai sekitar Rp116 triliun. Menurut dia, angka itu bisa jadi lebih besar karena belum termasuk potensi kerugian keuangan negara lain yang menyertainya.
Sejak awal, tegasnya, proyek ini dikritik karena perhitungan keekonomiannya yang tidak transparan dan proyeksi pendapatan yang terlalu optimistis. Kini, setelah beroperasi, proyek tersebut justru terus menimbulkan kerugian miliaran rupiah setiap bulan dan membebani keuangan BUMN, khususnya PT KAI dan konsorsium PSBI.
"Ini sangat memberatkan PT. KAI selaku induk usaha kereta cepat," tandas Mulyanto.
Berapa utang Kereta Cepat Whoosh
Mengutip laporan keuangan tahunan 2022 yang diaudit oleh RSM, diketahui proyek Kereta Cepat Whoosh menelan total biaya US$ 7,26 miliar atau setara Rp 119,79 triliun (asumsi kurs Rp 16.500/US$). Angka tersebut termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$ 1,21 miliar (Rp 19,96 triliun) dari nilai investasi awal yang ditetapkan senilai US$ 6,05 miliar (Rp 99,82 triliun).
Mayoritas porsi dana pengerjaan proyek Whoosh diperoleh dari utang pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga utang mencapai 3,3% dan tenor hingga 45 tahun.
Pinjaman modal luar negeri menjadi salah satu bentuk pembiayaan dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Proyek KCJB didanai lewat skema B2B yang salah satunya bersumber dari pinjaman dana dari China Development Bank. Dijelaskan, dalam proyek ini, pinjaman modal luar negeri berasal dari China Development Bank (CDB) sebesar 75%.
Sementara 25 persen modal lainnya dikucurkan oleh ekuitas pemegang saham.
Adapun komposisi konsorsium BUMN memegang saham di KCIC sebesar 60% melalui sejumlah perusahaan BUMN yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), sedangkan China melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd memiliki 40%.
Perusahaan pelat merah yang tergabung dalam tubuh PSBI antara lain, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI 58,53%, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 33,36%, PT Jasa Marga (Persero) Tbk 7,08%, dan PT Perkebunan Nusantara I 1,03%.
Mengutip laporan keuangan PT KAI per 30 Juni 2025, Pada tanggal 31 Januari 2024, PT KAI menandatangani Perjanjian Fasilitas Pinjaman dengan para pihak No. 02/KONTRAK-PSBI/I/2024. Fasilitas pinjaman yang diberikan terdiri dari dua fasilitas yakni:
Fasilitas A: Pinjaman berjangka USD dengan total komitmen sebesar US$ 325,62 juta dengan bunga 3,3%
Fasilitas B: Pinjaman berjangka RMB (yuan) dalam keseluruhan total komitmen sebesar US$ 217,08 juta dengan bunga 3,2% per tahun.
Total pinjaman tersebut adalah senilai US$ 542,7 juta. Angka ini setara dengan porsi utang yang harus ditanggung oleh PSBI dari total cost overrun. Sebagai catatan, dari total US$ 1,21 miliar cost overrun porsi PSBI (60%) adalah US$ 726 juta, dengan 25% dipenuhi dari modal ekuitas yakni penyertaan modal negara (PMN) dari APBN.
Sementara itu, nilai investasi awal senilai US$ 6,05 miliar juga seharusnya menggunakan rumus yang sama, yakni sesuai porsi kepemilikan dan dengan pembagian 75% utang dan 25% ekuitas.
Dari angka tersebut diketahui porsi PSBI (60%) adalah senilai US$ 3,63 miliar, dan setelah dikurangi 25% yang dimodali lewat ekuitas, seharusnya total pinjaman PSBI ke CDB adalah sekitar US$ 2,72 miliar (Rp 44,92 triliun).
Selaras dengan porsi PSBI, Beijing Yawan (40%) juga seharusnya menanggung US$ 2,42 miliar, dan setelah dikurangi 25% modal dari ekuitas, pinjaman Yawan ke CBD senilai US$ 1,82 miliar (Rp 29,95 triliun).
Mengutip laporan AidData, Proyek kereta cepat memperoleh utang dari CDB dalam dua fasilitas pinjaman dengan dua mata uang berbeda.
Fasilitas pinjaman pertama senilai US$ 2,74 miliar diberikan dalam denominasi dolar AS memiliki tenor tempo 40 tahun, dengan masa tenggang 10 tahun, suku bunga 2%, dan tidak ada jaminan dari negara (sovereign guarantee). Angka ini mirip dengan porsi PSBI jika mengikuti aturan pembiayaan 75:25 dan sesuai porsi kepemilikan saham.
Selanjutnya, ada juga fasilitas pinjaman kedua senilai US$ 1,83 miliar diberikan dalam denominasi RMB (yuan) memiliki tenor tempo 40 tahun, dengan masa tenggang 10 tahun, suku bunga 3,46%, dan tidak ada jaminan dari negara (sovereign guarantee).
Angka ini mirip dengan porsi Beijing Yawan jika mengikuti aturan pembiayaan 75:25 dan sesuai porsi kepemilikan saham.
AidData sendiri merupakan lembaga Transparansi Bantuan, Teknologi Informasi, dan Geocoding yang didirikan pada 23 Maret 2009. Kantor pusatnya berada di Williamsburg, Virginia. Laman webnya menyediakan akses ke catatan keuangan pembangunan dari sebagian besar donor bantuan resmi.
Artinya menggunakan aturan pembiayaan 75:25 dengan tanggung renteng porsi kepemilikan saham, utang konsorsium PBSI mencapai Rp 3,26 miliar (Rp 54 triliun) dengan beban bunga per tahun mencapai US$ 74,5 juta (Rp 1,2 triliun).
Mengutip laporan keuangan PT KAI, PSBI memiliki total aset Rp 27,39 triliun per akhir Juni 2025. Sementara kewajiban perusahaan mencapai Rp 18,93 triliun. Adapun total kerugian yang dicatatkan PSBI mencapai Rp 1,62 triliun dengan Rp 951,48 miliar diatribusikan kepada PT KAI.
Kondisi keuangan yang masih berdarah-darah tersebut agak sedikit membaik dari catatan akhir tahun 2024, dimana PSBI membukukan rugi Rp 4,19 triliun dengan Rp 2,34 triliun diatribusikan kepada PT KAI.
Sinking fund Kereta Cepat Jakarta Bandung tercatat senilai Rp 1,38 triliun pada akhir Juni 2025, berkurang dari RP 1,73 triliun pada akhir 2024.
Topik:
Kereta Cepat Whoosh BPK KCICBerita Terkait

KPK Mulai "Garap" Pejabat BPK Diduga "Bermain" Audit Keuangan Kementerian
11 jam yang lalu

KPK Panggil Direktur Pemeriksaan IV.B BPK Padang Pamungkas, Diduga Terkait Penyelidikan Korupsi di Kementerian
12 jam yang lalu