Mengungkap Dalang Pengalihan Kereta Whoosh ke China Berujung Mark Up 50%


Jakarta, MI - Kuatnya dugaan korupsi dalam pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) alias Kereta Whoosh menjadikan momentum BPK atau BPKP melakukan audit.
"Untuk itu, auditor negara seperti BPK atau BPKP perlu melakukan audit proyek Kereta Whoosh. Karena menimbulkan beban keuangan yang begitu berat. Dan sekarang heboh di internal pemerintahan. Tapi kalau saya yakin ada yang tidak beres di proyek itu," kata Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, Sabtu (18/10/2025).
Berdasarkan perhitungan Anthony, biaya pembangunan Kereta Whoosh yang mencapai US$7,27 miliar atau setara Rp118,37 triliun (kurs Rp16.283/US$), termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar, terlalu mahal.
Dia membandingkan biaya pembangunan kereta cepat di China berada di kisaran US$17 juta hingga US$30 juta per kilometer (km). Sedangkan biaya pembangunan Kereta Whoosh sekitar US$52 juta per km.
Asumsikan nilai tengah untuk biaya kereta cepat di China, misalnya US$25 juta per km, biaya pembangunan Kereta Whoosh yang rutenya 142,3 km itu, lebih mahal US$27 juta per km.
"Saya duga proyek Kereta Whoosh kemahalannya luar biasa, sekitar 40-50 persen dibanding biaya pembangunan kereta cepat di China. Tapi okelah, untuk membuktikannya, harus diaudit," kata Anthony.
Karena mahal dan dibiayai 75 persen dari utang Bank Pembangunan China atau China Development Bank (CDB), lanjut Anthony, pemerintah saat ini menjadi kelabakan.
Sempat membuat tegang antara Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa dengan CEO BPI Danantara Indonesia, Rosan P Roeslani, terkait pembayaran utang Kereta Whoosh.
Sebelumnya, pemerintah Jepang sempat mengajukan proposal pembangunan kereta cepat dengan biaya yang lebih rendah. Sama-sama dibiayai dari utang, namun Jepang menawarkan bunga yang 20 kali lebih rendah ketimbang China.
Di mana, Jepang menawarkan bunga 0,1 per per tahun, sedangkan China menawarkan bunga 2 persen per tahun. Khusus utang untuk cost overrun, bunganya ditetapkan CDB lebih tinggi, yakni 3,4 persen per tahun.
"Akibatnya, Indonesia harus membayar untuk bunganya saja cukup gede. Sekitar Rp2 triliun per tahun. Ingat, itu hanya untuk bayar bunga saja. Sedangkan jika kerja sama dengan Jepang, pemerintah hanya bayar Rp75 miliar per tahun. Selisihnya lebih dari Rp 1,9 triliun. Dikalikan 10 tahun sudah Rp19 triliun," jelasnya.
Untuk itu, lanjut Anthony, aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti fenomena ini. Agar terungkap secara pasti, siapakah pihak-pihak yang mengalihkan kerja sama pembangunan kereta cepat yang semula digarap Jepang, tiba-tiba beralih ke China.
"Ya dibuka saja, siapa yang berperan dalam proyek-proyek Kereta Whoosh. Kenapa harus dengan China yang belakangan membuat berat keuangan negara. Cicilan bunganya saja Rp2 triliun," ungkapnya.
Sementara itu pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengungkap pengalaman dipanggil Presiden Joowi di Istana Presiden, Jakarta, pada 2016. Untuk berdiskusi proyek KCJB. Agus menyebut, pengalihan proyek KCJB dari Jepang ke China, merupakan ide Jokowi.
“Pak Jokowi bilang ini ide beliau. Tapi saya tahu itu sebetulnya dari Jepang. Sebelum diserahkan, orang Jepang yang mau menyerahkan proyeknya sempat ketemu saya,” kata Agus.
Padahal, kata Agus, Jepang sudah melakukan studi kelayakan atau feasibility study (FS), menggandeng UI dan UGM. Melalui JICA, Jepang siap membiayai proyek tersebut dengan bunga ringan dan tenor 40 tahun. Tiba-tiba, China mengambil alih dengan biaya bunga pinjaman lebih besar.
“Sekarang (dengan China) jadi 85 tahun dengan bunga 2 persen. Jepang itu sulit di depan, tapi cepat di belakang. Sedangkan Cina, gampang di awal, tapi sulit di belakang. Sekarang buktinya begitu kan,” ujarnya.
Agus menduga, keputusan Jokowi mengalihkan proyek kereta cepat ke Cina, lebih dilandasi pertimbangan politik ketimbang rasionalitas ekonomi. “Menurut saya, Jokowi merasa lebih nyaman dengan Cina. Mungkin karena banyak bantuan dan kedekatan politik,” katanya.
Saat menghadiri rapat senat terbuka Dies Natalis ke-62 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (17/10/2025), Jokowi tak menjawab saat ditanya wartawan soal utang Kereta Whoosh yang tak ditanggung APBN.
Mengenakan batik berkelir cokelat dan berpeci hitam, Jokowi terdiam sambil menahan senyum. Kemudian posisinya bergerak, sambil berbicara dengan peserta Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM di dekatnya.
Dugaan mark up versi Mahfud
Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengungkap dugaan mark up pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. Tak tanggung-tanggung, dugaan mark up yang terjadi mencapai tiga kali lipat.
Dia menuturkan, proyek Whoosh memakan anggaran 17 juta dolar AS per kilometer (km) di China. Sedangkan saat proyek itu dikerjakan di Indonesia, anggarannya membengkak jadi 52 juta dolar AS per km.
"Ada dugaan mark up. Dugaan mark up-nya begini, itu harus diperiksa uang lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per 1 kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar AS, tapi di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat," ujar Mahfud dalam video yang diunggah channel YouTube Mahfud MD Official, dikutip Sabtu (18/10/2025).
Dia mempertanyakan ke mana kelebihan anggaran itu mengalir. "Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 (juta dolar AS) di Indonesia," kata Mahfud.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto pun merespons pernyataan Mahfud. Dia berharap pernyataan Mahfud dilengkapi data pendukung.
"Kalau Pak Mahfud menyampaikan seperti itu ya mudah-mudahan ada informasi, ada data dan dokumen yang bisa mendukung kejelasan dari yang disampaikan," ujar Setyo saat ditemui di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Hingga saat ini, kata dia, KPK belum mendapatkan informasi serupa dengan apa yang dikatakan Mahfud. Dengan demikian, menurutnya, tergantung Mahfud apakah akan menyerahkan informasi tersebut langsung ke KPK.
"Saya yakin beliau mungkin punya (dokumen pendukung), tinggal nanti apakah beliau mau menyerahkan atau apa, tergantung dari beliau," ujar Setyo.
Setyo tidak menegaskan apakah KPK akan menjemput bola untuk mengklarifikasi informasi tersebut. Dia hanya menjelaskan setiap informasi yang ada akan terlebih dahulu ditelaah oleh Kedeputiaan di KPK. "Ya biar ditelaah dulu di level kedeputiaan apa yang harus dilakukan dengan informasi tersebut," tandasnya.
Selanjutnya, Mahfud Sebut KPK Bisa Langsung Usut Korupsi Kereta Cepat Tanpa Laporan
Topik:
Jokowi Luhut Kereta Cepat Korupsi Kereta CepatBerita Terkait

Mahfud Jangan "Memancing di Air Keruh", Tunjukin Dong Dugaan Keterlibatan Jokowi di Kasus Kereta Cepat Whoosh dan IKN
7 jam yang lalu

Usai Kereta Cepat, Mahfud Bongkar Dugaan Korupsi IKN, KPK Siap Usut!
17 Oktober 2025 19:00 WIB

KPK Diminta Periksa Jokowi dan Luhut Panjaitan Terkait Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh
17 Oktober 2025 15:23 WIB