Perencanaan Proyek Whoosh Tak Presisi: Pintu Masuk Bidik Unsur Korupsi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Oktober 2025 5 jam yang lalu
Jokowi dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Foto: Istimewa)
Jokowi dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Potensi kesalahan dalam proses penceranaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh yang tidak presisi menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik unsur dugaan tindak pidana korupsi pada proyek warisan mantan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi itu.

"Itu nanti kesimpulan harus diambil oleh KPK. Tetapi setidaknya yang pertama adalah si kelompok pengambil kebijakan. Bagaimana kebijakan ini diambil, apakah sesuai asas umum pemerintahan yang baik atau justru mengandung penyalahgunaan keuangan dan perbuatan melawan hukum,” ujar Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, Kamis (30/10/2025).

Menurut Zaenur, penetapan tersangka terhadap pembuat kebijakan merupakan persoalan yang sensitif. Namun, kata dia kebijakan publik tetap dapat dipidana jika terbukti disertai niat jahat atau penyalahgunaan kekuasaan.

“Sebuah kebijakan tidak bisa langsung dikriminalisasi selama diputuskan sesuai ketentuan dan asas yang berlaku. Tapi kalau kebijakan itu mengandung niat jahat (malicious intention), ada indikasi penipuan, konflik kepentingan, atau etika buruk, maka pengambil kebijakan bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” lanjut Zaenur.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa manfaat tidak berwujud (intangible benefit) yang diterima pengambil kebijakan dapat dikategorikan sebagai keuntungan dalam konteks korupsi, sebagaimana diatur dalam Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC).

“Apalagi kalau ada kickback atau keuntungan-keuntungan lain. Bahkan menurut UNCAC, intangible benefit itu juga termasuk sebagai keuntungan. Maka pengambil kebijakan bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana,” beber Zaenur.

Pengambil kebijakan tertinggi dalam proyek ini berada di level Presiden, disusul Menteri BUMN, Menteri Perhubungan, dan pejabat terkait lainnya. 

“Siapa pengambil kebijakannya? Ya tertinggi ada di Presiden, di bawahnya ada Menteri BUMN, Menteri Perhubungan, dan seterusnya,” kata Zaenur.

Pun, penegakan hukum terhadap dugaan korupsi proyek strategis, seperti Whoosh, tidak hanya penting untuk kepastian hukum. Tetapi, ungkapnya, untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan proyek infrastruktur nasional. “Ini menjadi ujian bagi KPK apakah masih mampu menjaga integritasnya dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” tandas Zaenur.

Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan pihaknya sedang menyelidiki dugaan mark up proyek Whoosh.

Budi mengatakan penyelidikan dugaan mark up proyek Whoosh saat ini sedang dalam proses. Dia menyebut KPK juga fokus mencari bukti dan keterangan terkait unsur-unsur peristiwa pidana proyek era mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.

Namun, Budi belum bisa merinci apa saja temuan KPK, sebab proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak awal 2025, masih berlangsung.

"Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun. Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan."

"Karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detail terkait progres atau perkembangan perkaranya belum bisa kami sampaikan secara rinci," jelas Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/10/2025).

"Kami pastikan, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, memiliki informasi, dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini," tuturnya.

Budi memastikan KPK tak menemui kendala khusus meski penyelidikan sudah berjalan hampir satu tahun. Dia pun meminta publik percaya pada proses hukum yang sedang berjalan saat ini.

"Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini," pungkasnya.

Topik:

KPK Korupsi Whoosh Korupsi Kereta Cepat KCIC Joko Widodo Jokowi