KPK Periksa Direktur PT Nabila Surabaya Perdana Laila Machmud, Bongkar Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 November 2025 19:17 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Aldiano Rifki)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Aldiano Rifki)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Laila Machmud selaku Direktur PT Nabila Surabaya Perdana untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi kuota haji periode 2023-2024, Rabu (19/11/2025). 

"KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

KPK juga memanggil Muhammad Syafii Antonio selaku Direktur Utama PT Tauba Zakka Atkia; Iwan Tigor Hamsana selaku Direktur PT Aril Buana Wisata; Wiwi Isbaniati selaku Direktur PT Albilad Universal; Salmin Alweyni selaku Direktur Utama PT Mideast Express; H Mohammad selaku Direktur PT Oranye Patria Wisata.

Kemudian, Ismail Luthfi selaku Direktur Utama PT Sakinah Tour And Travel; Nurbethi selaku Direktur PT Asia Utama Wisata; dan Shady selaku Direktur PT Khalifa Wisata.

Adapun pemeriksaan digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. "Pemeriksaan digelar di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan," tandas Budi.

Diketahui bahwa kasus dugaan korupsi yang diusut KPK ini terkait pembagian tambahan 20 ribu anggota jemaah untuk kuota haji tahun 2024 atau saat Yaqut Cholil Qoumas menjabat Menteri Agama. 

Kuota tambahan itu didapat Indonesia setelah Presiden RI saat itu, Joko Widodo (Jokowi), melakukan lobi-lobi ke Arab Saudi. Kuota tambahan itu ditujukan untuk mengurangi antrean atau masa tunggu jemaah haji reguler Indonesia yang bisa mencapai 20 tahun bahkan lebih.

Sebelum adanya kuota tambahan, Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 221 ribu jemaah pada 2024. Setelah ditambah, total kuota haji RI tahun 2024 menjadi 241 ribu. Namun kuota tambahan itu malah dibagi rata, yakni 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.

Padahal UU Haji mengatur kuota haji khusus hanya 8% dari total kuota haji Indonesia. Akhirnya, Indonesia menggunakan kuota 213.320 untuk jemaah haji reguler dan 27.680 untuk jemaah haji khusus pada 2024.

KPK menyebutkan kebijakan era Yaqut itu membuat 8.400 anggota jemaah haji reguler yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya bisa berangkat setelah ada kuota tambahan tahun 2024 malah gagal berangkat. 

KPK pun menyebut ada dugaan awal kerugian negara Rp 1 triliun dalam kasus ini. KPK telah menyita rumah, mobil, hingga uang dolar terkait kasus ini.

Meski demikian, KPK belum menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi kuota haji. Namun KPK sejauh ini mencegah tiga orang ke luar negeri, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks Stafsus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan bos Maktour, Fuad Hasan Masyhur. 

Pencegahan dilakukan karena ketiganya di Indonesia dibutuhkan sebagai saksi untuk penyidikan perkara tersebut.

Seiring proses penyidikan berjalan, KPK menyatakan telah menerima pengembalian uang dari sejumlah pihak terkait kasus ini. Uang itu diduga merupakan 'uang percepatan' yang awalnya telah disetor ke oknum Kemenag. 

Uang tersebut diduga dikembalikan lagi ke pihak travel oleh oknum Kemenag yang ketakutan dengan panitia khusus atau pansus haji DPR tahun 2024.

Catatan: Redaksi Monitorindonesia.com mencantumkan nama saksi menjunjung asas equality before the law. Bahwa prinsip fundamental negara hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status, jabatan, atau kekuasaan. Maka pihak bersangkutan jika keberatan, redaksi Monitorindonesia.com terbuka melayani hak jawab dan/atau bantahan.

Topik:

KPK