Bongkar 12 Temuan BPK di Telkom

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 14 Juli 2025 19:39 WIB
Ilustrasi - Temuan BPK RI - PT Telkom (Foto: Dok MI)
Ilustrasi - Temuan BPK RI - PT Telkom (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI membongkar 12 masalah yang menyelimuti PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), anak usahanya dan intansi terkait di DKI Jakarta, Sulawesi Utara dan Amerika Serikat.

Tertuang dalam LHP Kepatuhan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun Buku 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) dengan Nomor 13/AUDITAMA VII/PDTT/04/2023.

Adapun 12 temuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan sinergi Telkom Group tidak didasarkan atas prinsip kesetaraan, pertanggungjawaban, dan akuntabilitas yang memadai sehingga utang piutang membebani subsidiaries.

Data piutang PT Telkom kepada pelanggan enterprise per 31 Agustus 2022 yaitu sebesar Rp 5.463.778.739.853,00 dengan akumulasi penyisihan piutang usaha sebesar Rp 2.090.870.041.541,30. Penyisihan pada tahun 2022 yaitu sebesar Rp 451.800.235.164,29.

BPK menjelaskan bahwa mekanisme pengelolaan pendapatan dan utang piutan pada sinergi bisnis cenderung memberatkan Telkom sehingga Telkom belum menerima pendapatan sebesar Rp 607.609.082.529,00 dan terbebani penyisihan piutang sebesar Rp 209.504.601.906,00.

Dan mekanisme pengelolaan pendapatan dan utang piutang pada sinergi bisnis cenderung memberatkan Telkomsigma sehingga membebani keungan perusahaan sebesar Rp 194.949.727.372,50.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar memperbaiki tata kelola utang piutang atas pelaksanaan sinergi Telkom Group dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menyusun tata kelola strategis sinergi bisnis Telkom Group yang mewadahi kejelasan hak dan kewajiban antara PT Telkom sebagai reseller dan subsidiaries sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi dengan mengedepankan prinsip kesetaraan, pertanggungjawaban, dan akuntabilitas dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku;

b. Mengkaji penerapan mekanisme OBL dan reseller termasuk penggunaan skema back to back dalam kegiatan sinergi Telkom Group:

c. Memperbaiki sistem dan prosedur teknis pola OBL dan reseller sekurangkurangnya terkait kewenangan, verifikasi, rekonsiliasi, dan evaluasi untuk mengamankan keuangan dan aset perusahaan (apabila hasil kajian pada poin b menunjukkan mekanisme OBL dan reseller masih dibutuhkan);

d. Membangun database utang piutang internal Telkom Group yang akan menjadi sumber data dalam melakukan evaluasi dan rekonsiliasi;

e. Segera menyelesaikan permasalahan utang piutang antar perusahaan Telkom Group sebagaimana diungkap di atas dengan melakukan antara lain:

1) Penelusuran dan rekonsiliasi atas 36 pelanggan enterprise atas sinergi antara Telkomsel dengan PT Telkom;

2) Penelusuran data dan rekonsiliasi serta mengupayakan pembayaran kepada Telkomsel atas kekurangan pembayaran yang telah diterima dari pelanggan enterprise untuk periode 2020-2021 sebesar Rp423.792.756.135.00 dan periode 2014 s.d 2019 sebesar Rp587.075.572.205.00;

3) Memerintahkan Direktur Utama Telkomsel segera membuat tagihan atas layanan pelanggan enterprise (unbilled) senilai Rp46.036.827.336,00 dan melengkapi dokumen persyaratan tagihan senilai Rp137.779.499.058,00;

4) Memerintahkan Direktur Utama Telkomsigma untuk melengkapi dokumen syarat pembayaran pada dokumen tagihan kepada PT Telkom sebesar Rp13.996.044.898,18 atas 55 kontrak pekerjaan;

5) Billing kepada customer atas 259 invoice pekerjaan sinergi Telkomsigma dan PT Telkom karena kelengkapan dokumen sudah terpenuhi sebesar Rp3.067.158.038,18;

6) Penyelesaian permasalahan invoice ganda senilai Rp2.296.606.767,27;

7) Percepatan proses verifikasi internal PT Telkom atas piutang tidak lancar Telkomsigma kepada PT Telkom sebanyak 11 invoice dengan nilai sebesar Rp3.605.149.626,00;

8) Penyelesaian verifikasi terhadap syarat penagihan yang diajukan oleh Telkomsigma yang telah menyebabkan timbulnya piutang Telkomsigma kepada PT Telkom sebesar Rp6.522.170.013.55 untuk 17 kontrak pekerjaan yang telah selesai dan telah dibayar oleh pelanggan enterprise.

9) Penyelesaian piutang tidak lancar Telkomsigma kepada PT Telin sebesar Rp907.758.748,00 atas lima invoice atas pekerjaan yang belum adanya user acceptance test dan Berita Acara Serah Terima;

10) Koordinasi dengan PT Infomedia untuk mempercepat proses verifikasi internal atas piutang tidak lancar Telkomsigma kepada PT Infomedia sebesar Rp207.075.000,00;

11) Penyelesaian Piutang tidak lancar Telkomsigma kepada PT Nutech Integrasi, PT Telkom Satelit Indonesia, PT Sarana Usaha Sejahtera Insan Palapa, PT Telkom Akses, PT BPRS Mulia Berkah Abadi dan Telkomsel sebesar Rp363.600.800,00;Nusantara-inspired fashion accessories

12) Tindakan yang tegas dalam penyelesaian dispute yang terjadi dengan pelanggan, termasuk kemungkinan pelaporan kepada penegak hukum atas piutang Telkomsigma kepada PT Telkom untuk pekerjaan yang sudah diselesaikan namun proyek bermasalah sebesar Rp154.142.215.940,00.

2. Sinergi Telkomsel dengan Telkomsigma dan Telkominfra dalam pengadaan barang dan jasa tidak mengedepankan prinsip efisiensi dan kompetitif serta membebani keuangan Telkomsel sebesar Rp88.228.864.311,81.

Hal tersebut disebabkan oleh Telkomsel belum secara konsisten menerapkan peraturan-peraturan terkait peningkatan efisiensi, penciptaan nilai tambah, dan perwujudan value for money yang fleksibel dan inovatif dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kompetitif.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar memerintahkan kepada Direksi PT Telkomsel untuk memastikan unit-unit yang terlibat dalam kegiatan pengadaan memedomani peraturan pengadaan barang dan jasa terutama dalam hal peningkatan efisiensi, penciptaan nilai tambah, dan perwujudan value for money yang fleksibel dan inovatif dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kompetitif.

Lalu, mengupayakan perikatan langsung dengan pihak ketiga apabila pekerjaan yang dibutuhkan dikerjakan secara seluruh/sebagian besar berasal dari pihak ketiga dan subsidiaries sebagai intermediary tidak memberikan added value terhadap pekerjaan.

Kemudian, mengupyakan penetapan keuntungan yang wajar dalam penggunaan subsidiares lain sebagai intermediary dalam kegiatan pengadaan/bisnis perusahaan apabila keberadaan subisdiares memberikan added value dalam pekerjaan.

Terakhir, BPK merekomendasikan kepada Direksi Telkom agar menyusun HPS yang didukung dengan rincian dan nilai barang/jasa pengadaan proses pengadaan serta dikalukulasikan secara keahlian berdasarkan data terkini yang wajar pada saat proses pengadaan akan dilakukan.

3. Sinergi Telkom dengan BUMN lain subsidiary tidak dilakukan secara hati-hati 

Hasil pemeriksaan atas tiga sinergi PT Telkom dengan dan PT Pertamina, PT Kimia Farma, dan PT Bringin Gigantara menunjukan bahwa sinergi yang dilakukan dalam bentuk kerja sama pembangunan sistem digital pada ketiga perusahaan tersebut tidak dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan analisis kelayakan yang komperhensif atas ketiga proyek tersebut yakni:

a). Investasi dan pelaksanaan pekerjaan digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tidak sesuai ketentuan dan berpontensi membebani keuangan PT Telkom sebesar Rp 181.332.921.337,75.

b) Proyek Digitalisasi Kimia Farma Apotek (KFA) tidak layak secara bisnis bagi PT Telkom dan berpotensi merugikan Telkomsigma minimal sebesar R141.295.478.925,00 di akhir masa kontrak.

c) Terdapat permalsahan substansial terkait mekanisme perikatan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan perjanjian dan pengakhiran perjanjian pada kegiatan sinergi dengan PT Bringin Gigantara.

Untuk itu BPK merekomendasikan kepada Direksi Telkom agar melakukan koordinasi dan negosiasi dengan PT Pertamina agar menyepakati solusi bersama untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban para pihak.

Mengkaji kelayakan kerja sama Digitalisasi KFA secara bisnis yang menguntungkan bagi kedua belah pihak dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban para pihak.

Memperbaiki sistem dan prosedur yang. mengatur tata kelola kerja sama pada Divisi Enterprise Service yang antara lain memperhatikan: penggunaan kontrak utama dan bukan PO dalam inisiasi kegiatan investasi; penilaian kelayakan investasi yang mempertimbangkan aspek bisnis dan aspek teknis investasi; batas waktu pengusulan keputusan upaya penyelesaian perjanjian kerja sama; batas waktu dan tindakan yang harus dilakukan sehubungan pengakhiran kerja sama apabila terjadi perselisihan.

Kebutuhan pengawasan untuk pengakhiran perjanjan; kejelasan hak dan kewajiban bagi pihak yang melakukan perikatan serta dampaknya terhadap pemenuhan hak dan kewajiban dalam sub kontrak; dan batas waktu proses verifikasi, rekonsiliasi, dan penyerahan dokumen pendukung sebagai dasar penerbitan penagihan.

BPK juga merekomendasikan kepada Direksi Telkom agar segera melakukan upaya-upaya yang optimal dalam berkoordinasi dan negosiasi dengan PT BG agar menyepakati solusi bersama untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban para pihak.

4. Pelaksanaan kontrak pada empat kegiatan membebani keuangan perusahaan sebesar Rp 419.280.044.401,50 dan denda keterlambatan pekerjaan belum diterima sebesar Rp 17.194.365.738,25.

Yakni:

a) Pelaksanaan kontrak Seat Management antara PT Telkom dengan Asiatel dan TOP tidak sesuai ketentuan sehingga membebani keuangan perusahaan sebesar Rp316.270.240.565,00.

b) Pengadaan material electrical dan plumbing hydrant proyek rumah susun Pasar Rumput membebani keuangan perusahaan sebesar Rp37.726.270.411,50 dan denda keterlambatan pembayaran belum diterima sebesar Rp1.714.830.473,25.

c) Pelaksanaan kontrak pengadaan alat konstruksi oleh PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Telkominfra) tidak sesuai ketentuan yang membebani keuangan perusahaan sebesar Rp50.050.000.000,00.

d) Pekerjaan peningkatan kapasitas dan jaringan listrik Bandara Soekarno-Hatta oleh Telkominfra tidak sesuai ketentuan yang membebani keuangan perusahaan sebesar Rp30.713.068.690,00.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar menerapkan peraturan operasional terkait perikatan dengan pihak ketiga yang telah disusun di Telkom Group secara konsisten; melakukan kajian atas kelayakan penggunaan asuransi sebagai jaminan pembayaran kontrak dalam seluruh Telkom Group terutama mempertimbangkan risiko terjadinya gagal bayar. 

Memperbaiki pedoman pelaksanaan pekerjaan atas pelanggan enterprise di Telkom Group dengan menekankan pada penilaian dan mitigasi risiko pada seluruh tahap pekerjaan; melakukan upaya-upaya yang optimal untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar atas masing-masing permasalahan.

Mengenakan sanksi sesuai ketentuan perusahaan kepada Direksi Telkominfra yang tidak hati-hati dalam melakukan perikatan dengan PT AWB dan PT SP; mengenakan sanksi sesuai ketentuan yang beriaku kepada EVP DES satas pekerjaan seat management yang terindikasi lalai dalam perikatan dengan pelanggan dan mitra yang memiliki hubungan terafiliasi dan berisiko terjadinya konflik kepentingan, ketiadaan antisipasi risiko gagal bayar oleh customer dengan tidak meminta adanya persyaratan jaminan pembayaran oleh customer yang valid dan dapat dicairkan dan kelemahan pengendalian pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak; 

Menyusun rencana dan mengendalikan pelaksanaan kontrak di seluruh Telkom Group secara memadai termasuk dalam mengenakan denda keterlambatan sesuai kesepakatan dalam kontrak; dan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan terkait Pekerjaan Seat Management kepada Aparat Penegak Hukum.

5. Transaksi bisnis PT PINS dengan pelanggan dan mitra yang terafiliasi Tiphone tidak sesuai ketentuan yang merugikan keuangan perusahaan sebesar Rp295.603.198.150,00.

Menurut hasil pemeriksaan BPK, bahwa hal tersebut terjadi karena Direksi PINS terindikasi lalai dalam melakukan perikatan dengan pelanggan dan mitra yang memiliki hubungan terafiliasi dan berisiko terjadinya konflik kepentingan di antara para pihak yang terlibat dalam transaksi.

Mengendalikan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak, dan mengantisipasi msiko gagal bayar oleh customer dengan tidak meminta adanya persyaratan jaminan pembayaran oleh customer yang valid dan dapat dicairkan.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar mengenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Direkss PINS atas transaksi bisnis peryualan e-voucher dan handset yang terindikasi lalai dalam perikatan sehingga merugikan keuangan perusahaan, 

Laly, menyusun rencana dan mengendalikan pelaksanaan kontrak di seluruh Telkom Group secara memadai termasuk dalam mengenakan denda keterlambatan sesua) kesepakatan dalam kontrak, dan berkoordinasi dengan Kementenan BUMN untuk melaporkan permasalahan ini kepada Aparat Penegak Hukum.

Adapun Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.

6. Pelaksanaan tiga pekerjaan tidak sesuai ketentuan sehingga terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp 2.129.789.445,50 dan denda keterlambatan pekerjaan belum diterima sebesar Rp 1.445.220.000,00.

Yakni:

a). Pelaksanaan investasi pembangunan Gedung Hyperscale Data Center (HDC) pada PT Telkom, pengadaan upgrade Indonesia Global Gateway, dan pekerjaan Upgrade SEA-US CV#3 dan CV#7 pada Telin menunjukkan bahwa ketiga pekerjaan dilaksanakan tidak sesuai ketentuan.

b). Pekerjaan pengadaan upgrade Indonesia Global Gateway (IGG) pada PT Telin tidak sesuai ketentuan dan belum dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan sebesar Rp1.445.220.000,00.

c). Kapasitas bandwidth hasil pekerjaan upgrade SEA-US CV#3 dan CV#7 belum terjual dan penyelesaian pekerjaan upgrade SEA-US CV#7 yang mengalami keterlambatan belum dilakukan amandemen.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar melakukan penagihan kepada PT PP dan GSD atas kelebihan pembayaran pada pekerjaan pengadaan gedung HDC sebesar Rp2.129.789.445,50 dan menyetorkannya ke kas perusahaan.

Memerintahkan Direksi PT Telin untuk menerbitkan aturan sistem pengelolaan aset yang memadai dan membuat aplikasi capex management tools yang dapat mendeteksi perubahan kapasitas dan lokasi aset; melakukan rolling business plan IGG dan SEA-US sesual dengan perkembangan kondisi yang ada. 

Melakukan penagihan denda keterlambatan kepada PT MSI sebesar Rp1.445.220.000,00 pada pekerjaan Upgrade 3 IGG capacity 2.4Tbps; dan mendorong konsorsium pengadaan SEA-US untuk melakukan amandemen apabila terjadi perubahan dalam pelaksanaan kontrak pekerjaan.

7. Dukungan keuangan PT Telkom ke PINS melalui bridge financing merugikan keuangan perusahaan sebesar Rp459,29 miliar.

Hasil pemeriksaan BPK dan laporan internal audit Telkom menunjukkan permasalahan: Telkom belum menerima pengembalian pokok, bunga, dan denda pinjaman bridge financing dari PINS; Tujuan dari pemberian bridge financing untuk sinergi new sales broadband tidak tercapai; Risiko Bridge Financing dau transaksi sinergi belum dimitigasi secara memadai; Terdapat beberapa ketentuan terkait bridge financing yang belum terpenuhi; Perusahaan Mitra dan Customer merupakan perusahaan terafiliasi dengan PT Tiphone; dan Perbedaan mekanisme pembayaran antara PINS ke Mitra dan PINS ke Customer menimbulkan risiko gagal bayar. 

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar Memerintahkan Direksi PINS untuk memperbaiki tata kelola perusahaan khususnya terkait mitigasi risiko proyek.

Kemudian melakukan upaya-upaya yang optimal penagihan untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar dan melakukan upaya hukum yang diperlukan untuk memulihkan kerugian keuangan perusahaan dan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan berlaku kepada VP Strategic Planning & Investment.

Selain itu, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar berkoordinastidengan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan ini kepada aparat penegak hukum (APH).

8. Pengelolaan investasi pada PT Metra Digital Investama (MDI) tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak dilakukan dengan prinsip kehati-hatian

BPK menyatakan, tidak ada pengaturan yang jelas terkait exit strategy pada investasi yang telah memenuhi kriteria money multiple minimal 1,5 kali dan perencanaan investasi oleh MDI belum secara jelas menyajikan exit strategy yang prospektif ketika valuasi perusahaan menurun.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar memerintahkan Direksi MDI memperbaiki aturan tentang Investasi DiCo yang memuat secara lebih rinci dan jelas tentang:

1) Exit strategy pada setiap kuadran, secara khusus apabila investasi telah memenuhi kriteria money multiple minmal 1,5 kali dan nila valuasi perusahaan menurun, untuk mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar.

2) Ketentuan minimum yang harus tercantum dalam justifikasi investasi pada Peraturan Direksi tentang Tata Kelola Investasi & Divestasi 

3) Analisis exit strategy pada Justitikasi Investasi yang mencakup keadaan apabila terjadi kenaikan valuasi startup dan apabila terjadi penurunan valuasi termasuk pengambilan keputusan buy back dan cut loss 

BPK juga merekomendasikan kepada Direksi MDI agar mengevaluasi startup-startup yang telah memenuhi kriterta untuk dilepas pada setiap kuadran investasi, secara khusus telah memenuhi kriterta money multiple minimal 1,5 kali dan nilai valuasi perusahaan menurun serta mengkaji lebih lanjut skema exit strategy yang paling tepat.

Termasuk penggunaan skema cut loss, untuk menghindarkan terjadinya kerugian investasi, dan mengevaluasi investasi pada Heals Healthcare LTD, terkait dengan kesiapan teknologi, kualitas produk aplikasinya, potensi sinergi Heals dengan Admedika, serta kemampuan dan kesiapan Admedika apabila hasil evaluasi menunjukkan Heals mampu menghasilkan produk aplikasi yang kompetitif di pasar.

9. Perencanaan dan pengelolaan program Indigo Game Startup Incubation tidak sesuai pedoman dan perjanjian kerja sama antara PT Telkom dan pihak startup.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pelaksanaan Program Indigo Game Startup incubation menunjukkan permasalahan sebagaimana temuan BPK yakni:

a) Program IGSI tidak didukung dengan analisis kelayakan bisnis yang memadai
b) Tidak terdapat keyakinan yang memadai atas penilaian besaran pendanaan awal dan persentase nilai CN
c) Surat pernyataan CN tidak memuat informasi lengkap dan belum disahkan pihak yang berwenang
d) Tidak terdapat evaluasi kegagalan atas ketidaktercapaian startup yang tidak lulus inkubasi
e) Monitoring atas pelaksanaan kegiatan Indigo Game Startup Incubation belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar memperbaiki proses pengelolaan program Inkubasi produk inovasi Telkom Group, khususnya Indigo Game Startup Incubanon, baik dari aspek perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasinya, sekurang-kurangnya meliputi Penentuan valuasi start-up, besaran pendanaan awal dan persentase nila1 CN yang lebih sesuai dengan kondisi ekosistem startup di Indonesia.

Kemudian perubahan klausul pengakhiran kontrak dengan sendirinya ketika startup tidak lulus pada salah satu tahapan termasuk pentingnya adanya evaluasi kegagalan atas ketidaktercapaian startup yang tdak lulus inkubasi dan keterkaitannya dengan proses pengakhiran kontrak dengan sendirinya, 

Analisis kelayakan bisnis, khususnya pada dokumen justifikasi kebutuhan program, yang meliputi namun tidak terbatas pada desk analysis berkelanjutan tentang market size industri game, analisis eksternal (makroekonomi, social cultural, roadmap teknologi, dan kompetitor), pemutakhiran data analisis risiko dan mittgasi risiko, dan analisis cost and benefit; dan Konsol video game terbaik

Program monitoring pelaksanaan kegiatan Indigo Game Startup Incubation terkait evaluasi pencapaian metric inovasi, evaluasi pemakatan anggaran, evaluasi proses pivoting, time frame pengembangan produk dan evaluasi founder/perusahaan;

BPK juga merekomendasikan kepada Direksi Telkom agar melakukan perbaikan surat pernyataan CN bag startup yang masth dikelola oleh PT Telkom, maupun startup baru, mencakup tanggal diterbitkannya CN (issuance date), jangka waktu CN dapat dikonversi menjadi saham (maturity date), mekanisme konversi CN, dan disahkan oleh pihak berwenang dhi Notaris. 

Dan melaksanakan evaluasi terhadap Startup yang tidak lulus inkubasi termasuk evaluasi kegagalan atas ketidaktercapaian startup dan keterkaitannya dengan alasan proses pengakhiran kontrak dengan sendirinya.

10. Terdapat permasalahan pengelolaan pendapatan dan piutang pada PT Telin dan subsidiary

BPK menemukan masalah bahwa penyelesaian piutang tidak lancar dan pendapatan belum ditagihkan PT Telin berlarut-larut menyebabkan potensi pendapatan tidak tertagih dan pengelolaan pendapatan atas layanan TUSA kepada RTI tidak sesuai dengan perjanjian mengakibatkan pendapatan belum diterima sebesar $1,459,500.00.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar memerintahkan EVP DES untuk melakukan upaya-upaya yang optimal dalam melakukan penagihan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar.

Memerintahkan Direktur Utama PT Telin untuk menyusun aturan mengenal pengelolaan piutang dalam rangka mengefektifkan proses penagihan dan meningkatkan kemudahan pengelolaannya, dan memerintahkan Direksi PT Telin untuk menginstruksikan CEO TUSA untuk melakukan upaya-upaya yang optimal dalam melakukan penagihan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar.

11. Pemberian fasilitas IndiHome tidak berbayar tidak sesuai ketentuan dan perangkat Indihome rusak senilai Rp4.552.403.416,60 dicatat sebagai aset tetap.

BPK menemukan 2 masalah:

1. Pemberian fasilitas Indihome tidak berbayar tidak sesuai ketentuan dan tidak memiliki dasar. Bahwa PT Telkom memberikan fasilitas Indihome tidak berbayar kepada pihak internal maupun eksternal PT Telkom yang dikategorikan sebagai pelanggan Dinas Kantor dan VVIP.

Hasil pengujian atas pelanggan kategori Dinas Kantor dan VVIP menunjukkan bahwa terdapat pemberian fasilitas Indihome tidak berbayar tidak sesuai ketentuan dan tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.

1) Reafisasi jumlah sambungan fasilitas Indihome tidak berbayar untuk segmen DGS melebihi total penetapan leveling Top government customer sebanyak 2.189 fasilitas.
2) Pemberhentian layanan Indihome temporer melebihi batas waktu 
3) Pemberian fasilitas Indihome tidak berbayar tanpa dasar
4) Fasilitas Indihome diberikan kepada 25 mantan Direksi PT Telkom yang tidak memenuhi persyaratan untuk menerima fasilitas Indihome-tidak berbayar.

2. Perangkat Indihome rusak sebanyak 477.772 unit minimal sebesar Rp4.552.403.416,60 yang masih dicatat sebagai aset tetap

Hal tersebut mengakibatkan PT Telkom kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan dari pelanggan Indihome yang diberi fasilitas Indihome tidak berbayar yang tidak sesuai ketentuan dan tidak memilikt dasar, dan Nilai Aset tetap dalam Laporan Keuangan PT Telkom untuk perangkat NTE yang sudah tidak bisa dimanfaatkan tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar mengevaluasi data penerima fasilitas Indihome tidak berbayar agar sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan dan melaksanakan pemberian fasilitas sesual pedoman tersebut.

Lalu memperbaiki pedoman pemberian fasilitas Indihome tidak berbayar agar memasukkan kondisi layanan terkini; dan melakukan monitoring dan evaluasi atas data aset yang rusak namun dicatat sebagai Aset Tetap dan kemudian segera menentukan tindak lanyut sesuai dengan kebijakan akuntansi.

12. Peraturan pengadaan barang dan jada PT Telkom Indonesia (Telkom) masih lemah

BPK menyatakan bahwa analisis terhadap pedoman pelaksanaan pengadaan tersebut dan pembandingan dengan beberapa peraturan/pedoman pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah diketahui hal-hal sebagai berikut: 

1. Evaluasi harga penawaran belum optimal
2. Pengendalian jangka waktu pelaksanaan masih lemah
3. Perubahan kontrak belum sepenuhnya mempertimbangkan prinsip efesiensi 

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar memperbaiki pedoman pengadaan barang dan jasa untuk memastikan bahwa proses pengadaan telah melalui evaluasi penawaran harga yang optimal, pengendalian jangka waktu pelaksanaan yang tertib, dan batasan nilat perubahan pekerjaan telah mempertimbangkan peraturan, best practices, dan prinsip efesiensi pengadaan barang dan jasa yang berlaku umum.

Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.

Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.

Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.

Atas temuan BPK ini, Komisi VI DPR hingga pakar hukum pidana mengaku prihatin atas temuan-temuan itu. Aparat penegak hukum (APH) diharapkan agar turun tangan untuk membongkar dugaan penyalahgunaan yang terjadi hingga menyebabkan kerugian.

Dan Bila PT Telkom tidak bisa menindaklanjuti masalah internal mereka, serahkan ke aparat penegak hukum.

"Aparat penegak hukum bisa menindaklanjuti temuan-temuan terhadap PT Telkom," kata anggota Komisi VI DPR RI, Nasril Bahar disela-sela rapat dengar pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan PT Telkom di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (2/7/2025) lalu.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI lainnya, Asep Wahyuhidayat menyampaikan, PT Telkom merupakan BUMN yang memiliki banyak uang.

"PT Telkom salah satu BUMN yang banyak uang tapi banyak masalahnya. Maka muncul kasus-kasus yang tidak  pernah berhenti, misalnya kasus yang muncul di Kejagung, kasus di Pertamina, duit keluar, proyeknya batal," kata politisi Nasdem itu.

Selain itu, Asep menyebutkan, PT Telkom tidak punya inovasi dalam mencari uang dan hanya mengandalkan  pelanggan yang ada. Dia mencontohkan, ketika masyarakat berlangganan IndiHome 100 MBPS yang setiap bulannya harus membayar Rp1 juta per bulan.

"Ada berapa ribu juta orang ngambil paket 100 mbps dengan harga 1 juta yang semakin tahun semakin berkurang kalau ada apply baru 400 ribu . Jadi Gak ada inovasi sama sekali. PT Telkom seperti tidak ingin bergerak pada diruang inovasi, cuma mengandalkan segmen yang ada," kata Asep.

Sementara menurut pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur (Unbor) Hudi Yusuf menegaskan semua temuan BPK itu harus ditindak lanjuti APH.

"Menurut saya semua masalah yang menjadi sorotan BPK terkait Telkom dan anak usahanya perlu didalami oleh APH apabila ditemukan sesuatu yang melawan aturan, merugikan keuangan BUMN (Telkom) dan yang tidak sesuai kewenangan," kata pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur (Unbor), Hudi Yusuf saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Senin (23/6/2025).

Menurut Hudi, uang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah uang negara yang perlu dipertanggungjawabkan ke publik atau rakyat. "Permasalahan yang banyak di BUMN itu pasti ada sumbernya, tidak ada asap bila tidak ada api," tegasnya.

Hudi menambahkan, bahwa baik kerugian maupun keuntungan perusahaan BUMN tetap harus diperiksa untuk mengetahui soal kewajarannya. 

"Jangankan mengalami kerugian BUMN untung pun tetap harus diperiksa apakah keuntungannya wajar atau tidak wajar, semua yg terkait keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan secara total," tegas Hudi.

"Jangan sembarangan mengelola keuangan negara, oleh karena itu APH wajib hukumnya memeriksa seluruh temuan BPK pada BUMN tersebut," imbuh Hudi.

Topik:

Temuan BPK BPK PT Telkom Indonesia PT Telkom Telekomunikasi Indonesia Badan Pemeriksa Keuangan