Lamban soal RDF Rorotan, Pengamat: Pramono Harus Pecat Kadis LH Jakarta Asep Kuswanto

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 20 Mei 2025 10:31 WIB
Demo warga di RDF Rorotan, Jakarta Utara [Foto: Tangkapan layar]
Demo warga di RDF Rorotan, Jakarta Utara [Foto: Tangkapan layar]

Jakarta, MI - Proyek Refuse Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Jakarta Utara, kembali menuai sorotan. Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Penyimpangan Aparatur Daerah (LP2AD), Victor Irianto Napitupulu mendesak Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, bertindak tegas terhadap pejabat yang dinilai lalai mengawal proyek ini.

Victor meminta Pramono Anung, mengevaluasi Asep Kuswanto dari jabatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta. Sebab, kata dia, Asep gagal mewujudkan pilot project pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia.

"Ada aroma tak sedap dari proyek senilai Rp 1,28 triliun ini. Aparat penegak hukum harus turun tangan karena proyek RDF Rorotan mengalami kegagalan atau mal fungsi, sehingga belum bisa dioperasikan," kata Victor kepada wartawan, dikutip Selasa (20/5/2025).

Padahal, lanjut Victor, RDF Rorotan menjadi bagian penting dari upaya modernisasi pengelolaan sampah di Jakarta, bila dioperasikan dengan standar teknologi yang benar dan pengawasan ketat.

"RDF bisa menjadi solusi pengurangan volume sampah secara signifikan dan mengurangi ketergantungan pada TPST Bantar Gebang," ujarnya.

Victor juga mempertanyakan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), yang semestinya Dinas LH DKI Jakarta juga menjadi pengampu urusan tersebut, melakukan dengan penuh kecermatan.

"Sampai bisa muncul persoalan dan ditentang warga sekitar karena mengalami kerugian dampak lingkungan dari uji coba RDF ini, terutama terkait masalah bau dan kesehatan saja tentu menjadi pertanyaan besar," jelasnya.

Victor mengaku, sangat memahami adanya keberatan warga, sebagai dampak nyata dari operasional RDF Rorotan saat dilakukan uji coba. 

"Kepercayaan warga adalah kunci," ungkapnya.

Polusi udara yang membahayakan kesehatan warga tidak terbantahkan. Mengingat dampaknya, maka warga di Jakarta Garden City dan sekitar RDF Rorotan juga bisa mengalami kerugian, atau penurunan nilai aset tempat tinggalnya. 

"Siapa yang mau membeli rumah mereka kalau akan pindah? Kalau ada yang mau beli pasti menawar dengan harga murah karena sudah tidak lagi menjadi tempat hidup layak,"imbuhnya.

Berkaca dari operasional TPST Bantar Gebang, yang memberikan kompensasi bagi warga dengan radius tertentu, maka semestinya warga di kawasan RDF Rorotan juga mendapatkan perlakuan yang sama.

"Kalau kepada warga Bekasi, Jawa Barat kita peduli, semestinya kita juga lebih peduli kepada warga Jakarta. Kalau memang target operasional di bulan Mei 2025, sosialisasi intensif kepada warga sekitar wajib dilakukan," ucapnya.

Dalam sosialisasi tersebut, lanjut Victor, perlu disampaikan bahwa RDF Rorotan bukan insinerator biasa. Untuk itu, perlu dipaparkan bukti keamanan serta studi dampak lingkungannya secara transparan.

"Pemprov DKI melalui Dinas LH harus membuka ruang dialog bersama warga secara berkala untuk memantau keluhan, termasuk bau, debu hingga dampak lalu lintas," bebernya.

Tidak kalah penting, lanjut Victor, perlu dilibatkan pengawas independen dari akademisi atau lembaga lingkungan hidup, agar RDF Rorotan tetap ramah lingkungan dan berpihak pada kesehatan warga.

"Selama hal ini diabaikan oleh Pemprov DKI Jakarta, khususnya Dinas LH maka mimpi buruk terjadi di Mei 2025 jika RDF Rorotan dioperasikan," ungkapnya.

"Ke depan, saya harap ada keseriusan Pak Gubernur untuk menindaklanjuti komprehensif RDF Rorotan agar hal tersebut menjadi pembelajaran," tandasnya.

Sebagai informasi, RDF Rorotan kini ditutup sementara setelah diduga menyebabkan gangguan kesehatan warga. Sebanyak 11 anak dilaporkan mengalami ISPA, dan tiga lainnya terkena infeksi mata.

“Penutupan dilakukan atas arahan Pak Gubernur saat meninjau RDF Rorotan,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto, Sabtu (22/3/2025). 

Topik:

RDF Rorotan Pengamat Pramono Kadis LH Jakarta Asep Kuswanto