Monitor Korupsi Tak Tuntas di KPK: Askrida, Bank BJB hingga PON XXI


Jakarta, MI - Banyak kasus yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun banyak pula tak kunjung tuntas hingga nihil tersangka. Penuntasan kasus dugaan rasuah sebenarnya untuk pula meningkatkan kepercayaan publik kembali, menunjukkan banyak prestasi dan keberhasilan dalam pemberantasan korupsi.
Meski ada efisiensi anggaran di pemerintahan sekarang, KPK juga harus menjadi pemerang bagi oknum-oknum korupsi yang merugikan bangsa dan Negara, serta KPK harus menuntaskan kasus-kasus besar yang masih tersandera.
Memang benar setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 19/2019 KPK tepatnya di Pasal 40 menyatakan KPK berhak mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), tapi bukan berarti karena SP3 kemudian KPK berdiam diri.
Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, berikut kasus-kasus dugaan korupsi yang dinilai tak kunjung tuntas:
1. Askrida
Kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Bangun Askrida (ABA) ini dilaporkan Indonesian Audit Watch (IAW) pada 17 Maret 2023 lalu, hingga 2024 ini tak kunjung ada kejelasan.
Adapun aduan IAW tersebut berkaitan dengan kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT ABA dari tahun 2018 hingga 2022.
Terdapat dugaan keterlibatan para Gubernur dan seorang artis yang diidentifikasi dengan inisial P dalam penarikan uang tunai sebesar Rp4,4 triliun untuk biaya Komisi secara tidak terstruktur.
Menurut Sekretaris IAW Iskandar Sitorus, artis yang menggunakan inisial P terlibat dalam kasus ini melalui promosi produk kecantikan untuk sebuah perusahaan skincare, yang mana produk tersebut dibiayai oleh aliran dana hasil korupsi.
2. Bank BJB
Kasus dugaan korupsi dana iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) mencakup penggelembungan (markup) dana iklan oleh Bank BJB selama periode 2021-2023, dengan nilai mencapai Rp 200 miliar yang diduga mengalir ke sejumlah pejabat bank.
Diketahui, bahwa Bank BJB pada Tahun 2021, 2022 dan Semester I 2023 telah merealisasikan Beban Promosi sesuai Laporan Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten seluruhnya sebesar Rp1.159.546.184.272,00. Realisasi tersebut antara lain berupa Beban Promosi Umum dan Produk bank sebesar Rp820.615.975.948,00.
Dari realisasi beban promosi umum dan produk bank tersebut, di antaranya sebesar Rp801.534.054.232,00 dikelola oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec).
Kasus ini masih bomerang di KPK, pasalnya dua pejabat KPK tak kompak mengenai status kasus ini. Antara sudah naik ke tahap penyidikan dan masih penyelidikan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebutkan sudah ada lima tersangka dalam dugaan markup dana penempatan iklan BJB. Namun, pada kesempatan berbeda, juru bicara KPK Tessa Mahardika menyatakan kasus ini belum naik ke tahap penyidikan, yang berarti belum ada tersangka.
Secara substansi, indikasi korupsi dalam kasus BJB ini cukup benderang. Melalui sejumlah agensi iklan, BJB diduga menggelembungkan dana promosi dan publikasi.
Biaya tersebut diduga dikatrol secara ugal-ugalan agar selisihnya bisa dinikmati pihak-pihak tertentu, termasuk orang-orang di lingkaran dekat pejabat daerah. Diperkirakan BJB telah menghamburkan dana sekitar Rp 200 miliar dalam kurun 2021-2023.
Ada indikasi keterlibatan auditor negara dalam kasus ini. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan hanya menyimpulkan adanya pemborosan uang negara. Badan auditor itu seharusnya lebih tegas dengan menyatakan adanya kerugian negara yang signifikan dalam kasus ini.
Selengkapnya di sini
3. CSR BI
Kasus ini, klaim KPK masih menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum. Lembaga anti rasuah itu semula menyebut sudah ada dua tersangka, belakangan membantahnya. Indikasi/dugaan 'main api' pun menyeruak.
Salah satu indikasinya adalah pernyataan yang bertolak belakang dari dua pejabat KPK. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan mengatakan sudah ada dua orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi CSR BI dan OJK itu. Namun, pada kesempatan berbeda, juru bicara KPK Tessa Mahardika menyatakan dalam kasus ini belum ada tersangka.
Bantahan atau klarifikasi itu hanya dalam kurun dua hari setelah Rudi menyatakan sudah ada tersangka. “Bahwa surat perintah penyidikannya ini masih bersifat umum. Belum ada tersangka di situ,” kata Tessa dalam konferensi pers di gedung KPK, Kamis (19/12/2024).
Tessa mengatakan penerbitan sprindik umum dalam kasus CSR BI murni sebagai opsi strategi yang dipilih KPK agar tidak menghambat proses pengusutan.
“Untuk sprindik yang ada nama tersangka juga masih tetap ada. Namun, kembali lagi ada hal-hal tertentu yang dinilai penyelidik, penyidik, pimpinan, maupun struktural untuk perkara ini dibutuhkan surat perintah penyidikan umum terlebih dahulu,” jelas Tessa.
Terkait pernyataan Deputi Penindakan KPK Rudi Setiawan yang menyebut sudah ada dua tersangka kasus CSR BI, Tessa mengatakan itu keliru.
“Kemungkinan beliau salah melihat, atau mengingat perkara yang lain, jadi ada miss di situ,” kata Tessa sembari menegaskan bahwa belum ada tersangka dalam sprindik diterbitkan KPK.
4. Bank Jateng
Kasus ini dilaporkan ke KPK oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Sugeng menjelaskan IPW melaporkan Ganjar ke KPK bersama satu orang lain, yakni Direktur Utama BPD Jateng periode 2014—2023 berinisial S.
Ia mengatakan bahwa laporan Ganjar dan S ke KPK itu atas dugaan penerimaan cashback dari perusahaan asuransi. Nilai dugaan gratifikasi atau suap itu mencapai lebih dari Rp100 miliar.
"IPW melaporkan dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi dan atau suap penerimaan cashback beberapa perusahaan asuransi kepada Dirut Bank Jateng (inisial S) dan juga pemegang saham kendali Bank Jateng Ganjar Pranowo (GP) diperkirakan terjadi sejak 2014 sampai dengan 2023," katanya.
5. X-Ray Barantan
KPK terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan xray di Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan). Potensi kerugian negara terkait kasus tersebut hingga Rp82 miliar.
Bahkan, KPK juga telah menetapkan 6 tersangka yakni, inisial WH, IP, MD, SUD, CS, dan RF. Catatan Monitorindonesia.com, dari 6 tersangka itu, baru WH yang mengakui bahwa dirinya sebagai tersangka. Yakni mantan Sekretaris Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan) Wisnu Haryana.
Hal itu dikonfirmasi langsung oleh Wisnu usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Senin (9/9/2024). "Diperiksa terkait dengan pengadaan. Sebagai tersangka," kata Wisnu saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Senin (9/9/2024).
Selengkapnya di sini
6. Petral
Dari hari Kamis (1/8/2024) sampai dengan hari Jum'at (9/8/2024) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggencarkan pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Catatan Monitorindonesia.com, KPK memanggil eks dan pejabat PT Pertamina dalam sehari berjumlah 4 orang. Namun sakit dan pensiun jadi dalih mangkir dari pemeriksaan lembaga antirasuah itu. Hingga saat ini tak ada lagi kabar pemeriksaan.
7. Pertamina Hulu Rokan
Kasus dugaan korupsi pengadaan Geomembrane di PT Pertamina Hulu Rokan telah dilaporkan Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dan pegiat antikorupsi Amatir, Nardo Ismanto Pasaribu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK didesak agar memeriksa oknum pejabat PT Pertamina ataupun yang sudah tak menjabat, termasuk Nicke Widyasari.
Selengkapnya di sini
8. Kuota Haji
Kasus mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil yang mengalihkan kuota haji reguler menjadi haji khusus dengan total kerugian negara yang cukup fantastis.
Kabarnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelaah laporan dugaan korupsi kuota haji yang dilayangkan Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (Gambu) menyeret Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas dan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Saiful Rahmat Dasuki pada Rabu (31/7/2024) lalu.
“Secara prinsip, bila ada laporan yang diterima oleh bagian pengaduan masyarakat, semua administrasinya, bahannya akan dilakukan telahaan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta dikutip pada Jum'at (2/7/2024).
Menurut Jubir berlatarbelakang penyidik itu, bahwa laporan tersebut dapat ditindaklanjuti lebih jauh oleh KPK jika dinilai sudah mencukupi. Namun, jika dinilai belum lengkap, KPK akan meminta pihak pelapor untuk melengkapinya.
“Apabila peneliti menilai laporan yang masuk masih diperlukan adanya kelengkapan administrasi atau dokumen-dokumen yang lainnya tentunya akan diminta kepada pihak pelapor untuk melengkapi,” jelas Tessa.
Selengkapnya di sini
9. PON XXI Aceh-Sumut 2024
Pengusutan kasus ini dilakukan senada dengan Kepolisian (Polri) yang sudah membentuk satuan tugas khusus untuk memeriksa laporan masyarakat tentang dugaan korupsi tersebut.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, hal ini dilakukan karena pihaknya menerima sejumlah laporan masyarakat tentang dugaan penyelewengan anggaran PON XXI Aceh-Sumut. Laporan tersebut terkait masih belum tuntas dan tak siapnya sejumlah venue pertandingan.
“Memang kita juga mendapatkan informasi dari rekan-rekan jurnalis melalui pemberitaan-pemberitaannya bahwa ada beberapa venue yang tidak siap, venue yang roboh, dan lain-lain,” kata Asep, Kamis (19/9/2024).
Kata Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo mengatakan memang ada dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pergelaran PON XXI Aceh-Sumut 2024. Hal tersebut tergambar dari adanya sejumlah lokasi yang tak layak pakai.
Padahal, pemerintah mengucurkan dana hingga Rp811 miliar untuk merenovasi dan membangun 18 veneu. Dari anggaran tersebut, Kemenpora menyuntikkan dana sebesar Rp516 miliar yang terdiri dari pengadaan bidang pertandingan di Aceh sebesar Rp72 miliar; bidang pertandingan di Sumut sebesar Rp74 miliar; serta kebutuhan panitia, pengawas, hakim, dan keabsahan sebesar Rp30 miliar.
Selain itu, dana juga sudah dialokasikan untuk acara seremonial pembukaan di Aceh sebesar Rp60 miliar, seremonial penutupan di Sumatera Utara sebesar Rp41 miliar. Serta, kebutuhan anggaran untuk sarana pertandingan di Aceh Rp138 miliar; dan sarana pertandingan di Sumatera Utara Rp101 miliar.
10. Harun Masiku
Sampai detik ini, batang hidung Harun Masiku masih misterius. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru menjerat Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) dalam kasus mantan kader PDIP itu.
Kasus Harun Masiku mengenai dugaan suap terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait pergantian antarwaktu (PAW).
Hasto ditersangkakan KPK bersama advokat PDI Perjuangan (PDIP) Donny Tri Istiqomah yang rumahnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan sempat dikabarkan digeledah KPK pada Rabu, 3 Juli 2024 lalu.
Harapan publik kepada KPK sebenarnya menangkap Harun Masiku yang buron sudah hampir 5 tahun lamanya. Berbagai upaya KPK telah dilakukan dalam pencarian Harun Masiku itu. Namun soal giat penggeledahan masih minim dilakukan oleh KPK.
Perkembangan terbaru dari kasus ini, KPK menahan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Kini penahanannya menuai perbincangan.
Selain dari kasus-kasus di atas, masih banyak yang belum sampai ke meja hijau Pengadilan. KPK beralibi masih berkutat pada penghitungan kerugian negara. (wan)
Topik:
KPK BJB Askrida Harun Masiku BI