Tak Akui Peristiwa Pemerkosaan Massal 1998, Fadli Zon Dikecam Ketum PITI: Jangan jadi Sumber Perpecahan

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 25 Juni 2025 10:12 WIB
Ketua Umum Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ipong Hembing Putra (Foto: Instagram)
Ketua Umum Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ipong Hembing Putra (Foto: Instagram)

Jakarta, MI - Menteri Kebudayaan (Menbud) RI, Fadli Zon menjadi sorotan publik usai melontarkan pernyataan kontroversial terkait tragedi kemanusiaan Mei 1998. 

Dalam pernyataannya, Fadli mempertanyakan peristiwa pemerkosaan massal yang terjadi kala itu, yang langsung memicu reaksi keras dari berbagai pihak.

Salah satunya datang dari Ketua Umum Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ipong Hembing Putra, yang menyayangkan pernyataan tersebut karena dinilai membuka kembali luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

“Dengan penuh rasa prihatin, kami menyampaikan penyesalan atas pernyataan Bapak Fadli Zon yang kembali membuka luka lama terkait tragedi kemanusiaan Mei 1998, khususnya mengenai kekerasan terhadap perempuan keturunan Tionghoa,” ujar Ipong kepada awak media, Jakarta, Selasa (24/6/2025).

Ipong menegaskan bahwa tragedi tersebut telah meninggalkan trauma mendalam, terutama bagi komunitas Tionghoa, dan meminta para pejabat publik untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan terkait isu sensitif.

Bahkan, menurut Ipong, tak sedikit korban tragedi tersebut yang hingga saat ini memilih untuk bungkam demi menjaga  persatuan bangsa.

“Di tengah semangat kebangsaan yang semakin inklusif saat ini, narasi yang mempertanyakan atau mengecilkan penderitaan korban justru berpotensi mengganggu rasa keadilan dan harmoni yang sedang kita bangun bersama,” tutur Ipong. 

Ia juga berharap dengan tulus agar Fadli Zon dapat mengevaluasi dan memperbaiki sikap serta narasinya, agar lebih berempati dan menghargai luka kolektif yang pernah terjadi saat tragedi 1998 tersebut.

“Tokoh nasional seperti beliau memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi jembatan persatuan, bukan sumber perpecahan,” ungkapnya.

Ipong menekankan bahwa pencatatan sejarah harus dilakukan secara objektif dan adil, tetapi juga dengan hati yang peka terhadap penderitaan manusia, bukan semata berdasarkan narasi politik atau pembacaan akademik yang kering dari rasa kemanusiaan. 

“Mari kita jaga semangat kebangsaan, persatuan dan rekonsiliasi, demi masa depan Indonesia yang semakin kuat dalam kebhinekaan,” pungkasnya.

Topik:

fadli-zon pemerkosaan-massal-1998 ketum-piti