Era Diplomasi Digital, DPR Ajak Masyarakat Aktif Bangun Citra Indonesia

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 17 Juli 2025 16:27 WIB
Anggota Komisi I DPR, Syamsu Rizal. (Foto.Rizal)
Anggota Komisi I DPR, Syamsu Rizal. (Foto.Rizal)

Jakarta, MI - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syamsu Rizal, menegaskan bahwa diplomasi di era digital tidak lagi menjadi domain eksklusif para diplomat, melainkan sudah menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. 

Menurutnya, setiap individu Indonesia kini memegang peran strategis dalam membentuk citra bangsa di mata dunia.

Demikian dikatakan Daeng Ical sapaannya akrabnya,  dalam forum Dialektika Demokrasi bertajuk “Dubes Baru Harapan Baru: Upaya Maksimalkan Diplomasi RI” yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (17/7/2025).

“Ketika Anda membuka Google atau media sosial, Anda sebenarnya sedang berdiplomasi,” ujar Daeng Ical.

Daeng Ical menekankan bahwa transformasi diplomasi Indonesia harus adaptif terhadap perkembangan teknologi informasi. 

Menurutnya, pendekatan diplomasi tradisional yang hanya mengandalkan pertemuan tatap muka kini harus bergeser ke arah diplomasi digital (cyber diplomacy), yang lebih cepat, efisien, dan luas jangkauannya.

Daeng Ical mencontohkan bahwa penandatanganan perjanjian bilateral oleh kepala negara sebenarnya hanya merupakan ujung dari proses panjang diplomasi yang kini lebih banyak berlangsung secara daring oleh tim teknis dan kementerian terkait.

“Presiden hanya menandatangani. Semua tahapan diplomasi sudah selesai jauh sebelumnya lewat platform digital,” katanya.

Daeng Ical juga menyoroti pentingnya kekuatan soft power Indonesia melalui aksi kemanusiaan. Ia mencontohkan keberhasilan tim SAR Indonesia dalam mengevakuasi pendaki asal Brasil dari Gunung Rinjani sebagai contoh nyata diplomasi publik yang efektif.

“Pasca kejadian itu, masyarakat Brasil bahkan menggalang dana hingga Rp1,3 miliar sebagai bentuk apresiasi. Itu diplomasi publik yang sesungguhnya,” ungkapnya.

Daeng Ical menilai bahwa pengukuran kinerja diplomat Indonesia tidak hanya boleh didasarkan pada relasi politik formal, tetapi juga pada capaian nyata seperti pembukaan akses ekspor dan promosi budaya yang berdampak langsung.

Dalam forum tersebut, Daeng Ical juga menyoroti tantangan diplomasi Indonesia di kawasan Pasifik, khususnya terkait persepsi negatif tentang isu Papua. Ia menilai bahwa pendekatan yang selama ini digunakan terlalu normatif dan belum menyentuh aspek budaya serta jaringan komunitas lokal.

“Negara-negara di Pasifik masih menunjukkan resistensi tinggi. Ini bukan hanya soal kurang komunikasi, tapi karena pendekatannya tidak menyentuh nilai-nilai lokal mereka,” ujarnya.

Menurutnya, dibutuhkan strategi diplomasi berbasis narasi kemanusiaan yang lebih kuat dan personal agar Indonesia mampu meredam kampanye negatif di forum internasional.

“Kita semua adalah duta bangsa. Setiap unggahan, sikap, dan narasi yang kita bangun di dunia maya turut memengaruhi cara dunia melihat Indonesia,” pungkasnya.

 

 

 

Topik:

Duta Besar Komisi I DPR Cybrer Diplomacy PKB