Komisi VI Warning: Banjir Impor Baja Ancam Industri Dalam Negeri

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 11 November 2025 09:27 WIB
Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini (Dok.MI)
Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini (Dok.MI)

Jakarta, MI - Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini, menegaskan bahwa industri baja nasional tengah berada dalam kondisi darurat akibat tingginya serbuan baja impor dengan pola perdagangan tidak adil. Hal tersebut ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, Senin (10/11/2025).

“Pada 30 September 2025, Komisi VI menerima laporan kondisi darurat industri baja nasional akibat banjir impor baja dengan praktik perdagangan yang merugikan, mulai dari dumping hingga predatory pricing,” ujar Anggia.

Ia menjelaskan, praktik dumping terjadi ketika baja impor dijual dengan harga sangat rendah untuk merebut pangsa pasar, sedangkan predatory pricing menekan harga sedemikian rupa sehingga pelaku industri baja nasional terancam gulung tikar.

Menurut Anggia, dampak dari situasi ini tidak bisa disepelekan. Industri baja merupakan sektor strategis yang disebut sebagai “mother of industry”, karena menjadi penopang bagi banyak sektor ekonomi seperti konstruksi, infrastruktur, energi, manufaktur, hingga farmasi dan kosmetik.

“Kalau industri baja terguncang, banyak sektor lain ikut kena imbasnya. Ini persoalan serius yang harus menjadi perhatian bersama,” tegas Wasekjen DPP PKB itu.

Dalam rapat tersebut, Anggia merinci tiga persoalan utama yang memperburuk kondisi industri baja nasional. Pertama, membanjirnya baja impor yang masuk melalui praktik dumping dan pengelabuhan HS Code, termasuk transit di kawasan perdagangan bebas yang membuat pengawasan semakin lemah.

Kedua, instrumen perlindungan perdagangan yang berjalan lambat dan tidak efektif. Proses pengenaan bea masuk anti-dumping bisa memakan waktu hingga 24 bulan. Padahal di sejumlah negara, proses serupa hanya berlangsung sekitar 60–90 hari.

“Di negara lain bisa cepat. Kita sampai 24 bulan. Ini jelas membuat industri kita semakin tertekan,” kata Anggia.

Ketiga, penerbitan izin impor yang kerap tidak sesuai dengan kapasitas produksi dalam negeri. Akibatnya, produk baja nasional kalah bersaing di pasar sendiri.

Anggia menekankan bahwa permintaan baja adalah indikator penting kesehatan ekonomi. Penurunan permintaan dapat menunjukkan perlambatan pembangunan dan aktivitas industri.

“Oleh karena itu, kita harus bergerak cepat. Menjaga, menyelamatkan, dan memperkuat industri baja nasional adalah bagian dari menjaga stabilitas ekonomi,” pungkasnya.

Topik:

industri baja komisi VI DPR anggia ermarini