Waka DPRD Kabupaten Blitar Soroti Defisit dan Hilangnya Dana Pusat, Butuh Kerja Lobi yang Serius

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 November 2025 21:13 WIB
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar, M. Rifa’i (Foto: Dok MI/Joko Prasetyo)
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar, M. Rifa’i (Foto: Dok MI/Joko Prasetyo)

Blitar, MI – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar, M. Rifa’i, menyoroti kondisi keuangan daerah yang tengah mengalami tekanan akibat penurunan Transfer Keuangan Daerah (TKD) dari pemerintah pusat. 

Ia menegaskan, pemangkasan anggaran daerah Kabupaten Blitar menjadi yang tertinggi dibandingkan daerah tetangga seperti Tulungagung, Kediri, dan Malang.

"Untuk Blitar ini paling tinggi pemotongannya, sekitar lebih dari Rp 300 miliar. Sementara Tulungagung hampir tidak ada pemangkasan dan justru mendapatkan DID serta DAK fisik," ujar Rifa’i saat ditemui usai rapat paripurna di Kantor DPRD Kabupaten Blitar, Rabu (5/11/2025).

Rifa’i mengakui bahwa meskipun Pendapatan Asli Daerah (PAD) diproyeksikan meningkat, kemampuan daerah dalam menutup defisit tetap menjadi tantangan besar. 

Fraksi-fraksi di DPRD pun mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam meningkatkan pengawasan dan optimalisasi pendapatan. “Proyeksinya tetap naik. Tapi pertanyaannya, mampu enggak? Itu yang jadi sorotan fraksi-fraksi. Makanya harus mulai pengawasan dengan sistem digital,” jelasnya.

Terkait isu defisit APBD 2026, Rifa’i menyebut kondisi tersebut belum bisa dikatakan aman. Hal itu tergantung kemampuan serapan anggaran dalam Perubahan APBD berikutnya.

"Bukan dibilang aman karena memang tidak aman. TKD kita dari pusat sudah terkurangi. Untuk kelas Kabupaten Blitar, menutup kekurangan sebesar itu belum mampu," tegasnya.

Terkait opsi pengajuan pinjaman ke pemerintah pusat, Rifa’i menyatakan sepakat sepanjang pinjaman digunakan untuk pembangunan yang memiliki dampak jangka panjang.

"Kalau pinjam hanya untuk menutup defisit, percuma. Kalau pinjam untuk pembangunan seperti infrastruktur jalan silakan. Misalnya memprioritaskan satu wilayah dulu supaya hasilnya nyata dan selesai," katanya.

Rifa’i juga mempertanyakan absennya Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) yang selama ini biasa diterima Blitar. Ia menilai hal tersebut terjadi karena kurangnya upaya lobi ke pemerintah pusat.

"Itu kemenangan Bupati. Harusnya rajin ke kementerian dan lembaga untuk mengajukan proposal. Bahasa sederhananya, kurang lobi," ujarnya.

Ia menyebut bahwa kini pola penganggaran semakin terpusat. Karena itu, kepala daerah harus aktif memperjuangkan daerahnya.

"Sekarang bukan lagi desentralisasi, tapi sentralisasi. Uang itu ada di kementerian. Jadi Bupati, Wakil Bupati, dan OPD harus 'ngamen' ke Jakarta. Kalau tidak begitu, ya tidak dapat," katanya.

Lebih jauh, pihaknya menilai Kabupaten Blitar harus berani mengembangkan sektor PAD yang mampu menghasilkan pendapatan nyata.

"PAD itu harus dipilih dari sektor yang bisa menghasilkan. Misalnya pariwisata, peternakan, dan komoditas unggulan. Jangan hanya menghabiskan anggaran tanpa ada hasil balik," tutupnya. (Joko Prasetyo)

Topik:

DPRD Kabupaten Blitar