Apa Alasan Akademisi Keluarkan Seruan Moral?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 Februari 2024 23:07 WIB
Joko Widodo alias Jokowi (Foto: MI/Repro Antara)
Joko Widodo alias Jokowi (Foto: MI/Repro Antara)

Jakarta, MI - Civitas Akademika Universitas Islam Indonesia (UII) menyuarakan kritiknya terhadap Presiden Jokowi, mengikuti langkah Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Para akademisi UII mengeluarkan pernyataan sikap atas kondisi perkembangan politik nasional menjelang Pemilu 2024 ini. Pernyataan UII diwakili dan dibacakan langsung oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid di depan Auditorium Prof. KH. Kahar Muzakir Kampus UII pada Kamis (1/2/2024).  

Dalam pernyataannya, UII menganggap bahwa Presiden Jokowi telah memudarkan sikap kenegarawanan dalam tubuh pemerintahan Indonesia. Sebelumnya, akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan keprihatinan sekaligus kekecewaan terhadap manuver politik yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Aspirasi para akademisi ini dilontarkan dalam bentuk petisi yang dibacakan pada Rabu (31/1/2024) di Balairung UGM. Petisi Bulaksumur yang ditujukan kepada Jokowi menyoroti penyimpangan demokrasi yang dilakukan oleh sang presiden. 

Di sisi lain, civitas akademika Universitas Indonesia (UI) pun turut ikut terpanggil mengingatkan Presiden Ke-7 RI itu agar tidak ikut campur tangan proses demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia dan mengingatkan agar Jokowi bersikap netral dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Lantas apa alasan para akademisi mengeluarkan seruan moral itu?

Guru Besar Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, menilai apa yang mereka sampaikan itu adalah teguran yang sangat keras. Sebab menurutnya, apa yang dilakukan Presiden Jokowi tak bisa lagi ditolerir.

"Karena sudah menggunakan MK untuk kepentingan kekuasaan, terutama untuk kepentingan keluarga. Itu sudah dipuncak batas yang tak bisa ditolerir lagi," tegasnya dikutip pada Sabtu (3/2).

"Sekarang juga kita lihat semua bagaimana Presiden ikut berkampanye, itu sudah melanggar, ada macam-macam UU yang dibajak sepotong-potong dan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, itu sudah melanggar. Menyatakan berpihak, boleh kampanye, tidak bisa karena dia bukan kontestannya," tambahnya.

Dia juga menekankan bahwa pernyataan dan seruan yang disampaikan para akademisi serta ilmuwan ini merupakan gerakan moral alias tidak ditunggangi kepentingan politik. Untuk itu jika pemerintah masih memiliki hati nurani, tambahnya, maka harus berubah dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Yakni memastikan setiap orang bisa masuk ke ruang pencoblosan tanpa rasa takut, intimidasi dan tekanan. Jika seruan tersebut tak didengar maka para civitas akan terus menerus berisik dan mengganggu.

"Kami sedang melakukan kewajiban terhadap publik. Karena kami ilmuwan bukan hanya ada di menara gading, tapi keberadaan universitas harus bermanfaat kepada kelompok-kelompok di sekitar universitas," tuturnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memberikan tanggapannya soal petisi yang disampaikan sejumlah sivitas akademi. Jokowi menilai, petisi tersebut merupakan bagian demokrasi dan hak setiap orang.

"Ya itu hak demokrasi. Setiap orang boleh berbicara berpendapat, silakan,” kata Presiden usai menghadiri Kongres Nasional XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2). (wan)