Relaksasi Konsentrat Ditolak, DPR: Lagu Lama Freeport Sejak Dulu, Masalahnya Tetap Sama!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Desember 2024 14:53 WIB
Anggota Komisi XII DPR RI, Yulian Gunhar (Foto: Dok MI)
Anggota Komisi XII DPR RI, Yulian Gunhar (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pemerintah RI menolak permintaan PT Freeport terkait izin tambahan kuota ekspor konsentrat tembaga pada tahun 2025.

Menurut Anggota Komisi XII DPR RI, Yulian Gunhar, langkah ini merupakan bentuk komitmen terhadap kedaulatan energi nasional dan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

Dia menyatakan, sejak UU itu berlaku, masalah di PT Freeport itu tetap sama. “Lagu lama PT Freeport ini sudah terjadi sejak dulu. Sejak UU Minerba disahkan, direvisi, hingga saat ini, masalahnya tetap sama," kata Gunhar, Kamis (26/12/2024).

Gunhar menjelaskan bahwa sesuai amanat UU Minerba dan kebijakan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia harus berdaulat di bidang energi. 

Menurutnya, hilirisasi dan industrialisasi menjadi kunci utama dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam Indonesia.

“Tidak ada lagi kata ‘relaksasi konsentrat’. Kebijakan ini adalah bagian dari upaya besar untuk memastikan Indonesia mampu memaksimalkan hasil sumber daya alamnya demi kepentingan nasional,” kata Gunhar.

Dengan menolak relaksasi konsentrat, pemerintah menunjukkan keberpihakan pada penguatan industri dalam negeri serta visi untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam rantai pasok global berbasis sumber daya alam. “Langkah ini harus diapresiasi sebagai wujud nyata kedaulatan energi dan keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional,” tutupnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa pemerintah belum dapat memenuhi permintaan Freeport terkait izin tambahan kuota ekspor konsentrat tembaga pada tahun 2025.

“Ini mungkin lagu lama Free­port sebenarnya. Sejak saya ma­hasiswa, sampai menjadi Men­teri ESDM, tema Freeport ini begitu terus. Saya sudah banyak belajar sama Freeport. dari masa S1 hingga jadi Menteri ESDM, hafal lagu Freeport,” ungkap Bahlil.

Pun Bahlil tidak menggubris ala­san terbakarnya smelter tem­baga milik Freeport di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik JIIPE, Jawa Timur. Seharusnya, Freeport cepat memperbaiki smelter tersebut.

Ketum Golkar ini mengatakan, Freeport mestinya menun­jukkan komitmen dalam men­dukung program hilirisasi yang dicanangkan pemerintahan Prabowo Subianto. Bukan malah dijadikan alasan untuk mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga.

“Tapi berapa bulan memper­baiki? Kalau terbakar, berapa lama perbaikannya? Jangan begitu. Dia (Freeport) tidak me­miliki komitmen, dia lama-lama ekspor terus. Ini kan kita tahu kelakuan manajemen sebagian Freeport. Ini lagu lama, bos,” tandasnya.

Topik:

DPR ESDM Freeport