Pelanggaran Aturan SIM Card Marak, Tapi Belum Ada Sanksi

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 8 Juli 2025 10:03 WIB
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid (Foto: ist)
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid (Foto: ist)

Jakarta, MI - Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada sanksi tegas bagi pengguna atau operator seluler yang melanggar ketentuan batas kepemilikan kartu SIM berdasarkan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK). Namun, hal itu dipastikan akan segera berubah.

Meutya menyatakan pihaknya tengah mengkaji penerbitan Peraturan Menteri (Permen) baru yang akan memberikan dasar hukum untuk menjatuhkan sanksi kepada operator seluler yang tidak mematuhi aturan batas NIK tersebut.

"Ini yang sedang kita [terapkan]. Mungkin kami akan keluarkan Permen baru yang mengatur sanksi bagi operator seluler yang tidak mematuhi itu," tutur Meutya dalam paparannya dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, dikutip Selasa (8/7/2025). 

Dia menegaskan bahwa pihaknya telah menginstruksikan seluruh operator seluler untuk segera memperbarui data pelanggan, termasuk menyesuaikan dengan kebijakan pembatasan maksimal tiga kartu SIM untuk setiap NIK. Ia menekankan bahwa langkah ini sangat krusial, mengingat jumlah nomor telepon aktif saat ini telah melampaui 350 juta.

"Jadi monggo [silahkan] jika memang juga DPR melakukan pengawasan khusus terhadap bagaimana operator seluler juga melakukan pemutakhiran data sesuai instruksi dari Kementerian Komdigi," ujar Meutya.

Dorongan untuk memperketat pengawasan registrasi kartu SIM disampaikan Meutya Hafid sebagai respons atas masukan dalam dialog antara Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Komisi I DPR RI pada Senin lalu. 
Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota dewan menyoroti lemahnya pengawasan terhadap registrasi SIM card, yang dinilai turut membuka celah bagi maraknya praktik judi online (judol).

Di sisi lain, Ketua Tim Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Natsir mengungkap adanya 571.410 warga terindikasi terlibat permainan judi online (judol) yang juga masuk dalam subjek penerima bantuan sosial dari pemerintah.

Lebih dari 500.000 penerima bansos ‘merangkap’ bermain money game ini adalah bagian dari 9,7 masyarakat yang terlibat judol pada tahun 2024. 

"Terdapat 571.410 NIK yang terindikasi sebagai penerima bansos sekaligus pemain judi online," kata Natsir dalam keterangannya kepada media, Senin (7/7/2025). "Jika data kami kembangkan, mungkin bisa [data penerima bansos dan aktif bermain judol] lebih banyak lagi."

Pada data yang sama disebut juga total deposit permainan judol berkisar Rp957 miliar, terang Natsir. Transaksi judol mereka PPATK rekam tercatat 7,5 juta kali. Sebagai gambaran, total penerima bansos tercatat 28,4 juta berdasarkan basis data NIK dengan 9,7 juta NIK adalah pemain judi online.

Implementasi Publisher Rights

Terkait implementasi Publisher Rights, Meutya menekankan pentingnya peran platform digital global dalam mendukung keberlanjutan ekosistem media lokal. Ia menyebut, pemerintah turut berperan sebagai mediator dalam proses penerapan hak penerbit tersebut.

"Ekosistem media ini, sesungguhnya kami kemarin juga sudah menjadi penengah untuk publisher rights, di mana beberapa platform besar, mungkin kita sebutkan di Google, sudah memberikan komitmen untuk melakukan penggantian atau kompensasi kepada media-media [lokal] yang beritanya dipakai atau dimasukkan ke dalam platform Google," ujar Meutya.

Ia juga mengatakan bahwa Kementerian Komdigi sedang mengajak sejumlah platform besar lainnya seperti Meta dan YouTube untuk melakukan hal serupa. Menurutnya, kedua platform tersebut juga aktif menayangkan konten berita dari ekosistem media nasional.

"Kenapa kemarin kami menengahi, hadir, bahkan di Komdigi dicanangkannya untuk menarik platform besar lainnya, sebut saja Meta, YouTube, dan lain-lain, yang banyak menaikkan berita-berita dari ekosistem media Tanah Air untuk melakukan juga hal yang sama," tuturnya.

Meski begitu, Meutya juga mengajak masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mendorong platform digital agar turut berkontribusi dalam mendukung keberlangsungan media nasional. 

Ia menyebut "Bukan hanya pemerintah, platform digital agar "tidak hanya pemerintah tapi juga publik menuntut para platform ini juga memberikan kontribusi terhadap ekosistem media di Tanah Air."

Sebagai informasi, peraturan mengenai hak cipta ini ditandatangani secara resmi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat  Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024. Perpres ini menetapkan bahwa platform digital wajib:

  • Menghindari penyebaran berita yang melanggar undang-undang pers
  • Memprioritaskan dan memfasilitasi distribusi berita dari media terverifikasi
  • Memberi perlakuan adil kepada semua perusahaan pers
  • Menyelenggarakan pelatihan untuk mendukung jurnalisme berkualitas
  • Merancang algoritma distribusi berita yang mendukung nilai demokrasi dan keberagaman
  • Menjalin kerja sama formal — meliputi lisensi berbayar, bagi hasil, atau pertukaran data agregat pengguna. 

"Perpres ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi kebebasan pers. Saya tegaskan publisher rights lahir dari insan pers. Pemerintah mengatur hubungan bisnis antara pers dan platform digital, dengan semangat meningkatkan jurnalisme berkualitas," jelas Jokowi saat menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional di Ancol, Jakarta Utara, bulan Februari 2025.

Topik:

sim-card menteri-komunikasi-dan-digital-komdigi meutya-hafid