Membahayakan! Pemeliharaan Jembatan oleh Pemprov DKI Melanggar Metode Konstruksi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Januari 2024 18:28 WIB
Kondisi jembatan di Jakarta yang retak rambut dan retak dalam akibat pengecoran layer jembatan hingga 20 cm (Foto: Dok MI)
Kondisi jembatan di Jakarta yang retak rambut dan retak dalam akibat pengecoran layer jembatan hingga 20 cm (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pemeliharaan jembatan oleh Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilakukan tak sesuai dengan dengan metode yang ditentukan dalam konstruksi. Kondisi itu akan sangat berbahaya karena beban jembatan semakin berat.

Sebagaimana diketahui, puluhan jembatan atau jalan layang di Jakarta kini dikelola oleh Pemprov DKI. Bahkan, pemerintah pusat telah menyerahkan jembatan atau jalan layang untuk dikelola oleh Pemprov DKI.

Minimnya pengetahuan aparatur Dinas Bina Marga DKI Jakarta dalam memperlakukan jembatan dan jalan layang tersebut akan berdampak pada kondisi dan umur jembatan. Hal itu karena beban jembatan terus ditambah dalam bentuk pembetonan yang tebalnya sama seperti jalan raya.

Padahal, biaya pemeliharaan jembatan cukup besar dialokasikan oleh Pemprov DKI setiap tahunnya. Sementara sumber daya manusia di Dinas Bina marga dalam menangani jembatan konon dibawah standar.

Dari hasil investigasi Monitorindonesia.com, Dinas Bina Marga DKI Jakarta melakukan perencanaan dan pelaksanaan penanganan dengan scrap permukaan aspal eksisting, di lantai jembatan 5-15 centimeter (cm) dan melapisi beton rapid setting diatas lantai jembatan 12-20 cm.

Seperti terpantau di Jembatan Marunda, Jembatan Pancoran, dan Jembatan Daan Mogot yang ditangani oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta pada tahun anggaran 2023.

Sementara pemeliharaan jembatan yang ditangani pada tahun anggaran 2022, seperti Jembatan Yos Sudarso atau Kodamar arah Tanjung Priok dan Jembatan Grogol. Kondisi jembatan itu terlihat retak, karena Dinas Bina Marga melakukan pemeliharaan dengan mengecor dengan ketebalan hingga 20 centimeter.

Akibat penanganan dan tanpa melakukan investigasi akan kekuatan tiang jembatan, kerja serampangan aparatur Dinas Bina Marga membuat beban jembatan semakin berat. Kondisi saat ini, permukaan beton retak rambut dan retak dalam karena dampak dari fleksibilitas balok jembatan.

Padahal anggaran untuk pemeliharaan jembatan dan jalan layang cukup fantastis. Beton Rapid Setting merupakan beton eksklusif atau beton mutu tinggi, dan dapat dicapai kekuatan 4-8 jam untuk dapat segera dilalui traffic lalu lintas, harganya pun fantastis yakni Rp11,5- Rp12,5 juta/m3.

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No 47/PRT/M/2015 tentang penggunaan dana alokasi khusus petunjuk pelaksanaan sub bidang jalan jelas diatur pemeliharaan berkala Jembatan.

Untuk mengembalikan jembatan pada kondisi dan daya layan, seharusnya setelah pembangunan dan mencakup tipe kegiatan antara lain pengecatan ulang; pelapisan permukaan aspal; pembersihan menyeluruh jembatan; pemeliharaan pelekatan/landasan; Penggantian siar muai (sambungan siar muai); Perbaharui bagian-bagian dan elemen-elemen kecil; Perbaiki pegangan sandaran dan pagar pengaman.

Selain itu dalam Permen 47 itu juga disebutkan, untuk menjalankan bagian-bagian yang dapat bergerak; Perkuat bagian struktural; Perbaiki longsor dan erosi tebing; dan Perbaikan pekerjaan pengalihan aliran sungai.

"Lapisan permukaan jalan pada jembatan memerlukan penggantian secara berkala. Permukaan aspal yang berada di atas lantai baja atau lantai beton akan tahan sekitar 5 tahun sampai 8 tahun sebelum memerlukan penggantian. Lapisan aspal permukaan sebaiknya dikupas terlebih dulu dari lantai sebelum lapisan yang baru dipasang. Ketebalan lapisan aspal tidak boleh melebihi 5 centimeter. Disarankan memakai HRS setebal 3 centimeter atau dengan lapisan semen tahan aus dan kedap air" demikian bunyi Permen PUPR No 47 tentang Pemeliharaan Jembatan.

Menanggapi kinerja ugal-ugalan Dinas Bina Marga Pemprov DKI Jakarta, Ahli Konstruksi Jembatan dari Balai Jembatan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dirjen Bina Marga PUPR) Lulus, kepada Monitorindonesia.com di Bandung, Jawa Barat menegaskan, penanganan jembatan harus ditangani serius.

"Aturan penanganan jembatan itu sangat jelas di Permen 47/PRT/M/2015. Layer elisting jembatan itu melapisi beton rapid setting diatas lantai jembatan hingga 20 cm merupakan kesalahan fatal. Itu bisa ambruk karena bebannya ditambah," jelas Lulus.  

Lulus menekankan, kajian dari perencanaan harus dilakukan dengan meng-investigasi kondisi struktur bawah jembatan seperti, pondasi, abutment atau kepala jembatan maupun dudukan atau bearing pad serta kondisi balok jembatan.

Menurutnya, lapisan beton diatas lantai jembatan hanya menambah beban jembatan saja, yang seharusnya lapisan permukaan pada lantai jembatan idealnya hanya dengan perkerasan aspal 5 centimeter. Dampak lainnya, umur rencana lapisan beton 40 tahun tidak akan tercapai bila dilakukan seperti saat ini.

Perencanaan Serampangan

Seorang ahli ahli kontruksi jembatan kepada Monitorindonesia.com menjelaskan, pemeliharaan terhadap jembatan yang Dinas Bina Marga terkesan serampangan. "Memang sebelum ada kejadian atau musibah, mudah-mudahan tidak terjadi ya kan? Banyak tuh jembatan yang ambruk, bukan karena beban konstruksinya atau memang jembatan itu sudah terlalu lama ya kan, namun lebih disebabkan kurang perawatan dan bebannya terus ditambah," ungkapnya.

Kepala Dinas Bina Marga Pemprov DKI Jakarta Heru Suwondo melalui Kasie Pemeliharaan Jembatan Dinas Bina Marga, Andi mengakui, pihaknya hanya menambah ketebalan rigid beton di sejumlah jembatan dengan ketebalan 12 centimeter. Hal itu, kata Andi, masih belum terlalu menambah beban jembatan atau jalan layang.

"Saya masih baru di sini (kasi Jembatan). Perencanaannya bukan saya. Kalau Jembatan Marunda dan Daan Mogot saya belum tahu seperti apa (pemeliharaannya). Itu bukan bagian saya," katanya. (Tim)