Aroma Korupsi di Balik Program Stunting Kemenkes Triliunan Rupiah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Agustus 2024 15:30 WIB
Petugas kesehatan mengukur tinggi badan balita di Posyandu Mekar Sari, Karangasem Selatan, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Kegiatan pengukuran tinggi badan dan status gizi anak di posyandu merupakan bagian dari upaya pencegahan dan penanganan stunting pada anak.
Petugas kesehatan mengukur tinggi badan balita di Posyandu Mekar Sari, Karangasem Selatan, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Kegiatan pengukuran tinggi badan dan status gizi anak di posyandu merupakan bagian dari upaya pencegahan dan penanganan stunting pada anak.

Jakarta, MI - Salah satu persoalan gizi nasional saat ini yaitu fenomena stunting pada masyarakat. Hingga akhir tahun 2024 akan digenjot penurunan hingga prevalensi menjadi 14 persen.  

Itu artinya, pemerintah harus menurunkan prevalensi stunting sebesar 7,6 persen dalam waktu yang tersisa. Tentu saja ini menjadi tantangan pemerintah untuk mencapainya. 

Caranya adalah melalui perluasan cakupan pencegahan untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia dengan penguatan sinergi berbagai institusi.

Dalam lima tahun terakhir, anggaran kesehatan terus mengalami kenaikan. Dari sebesar Rp119,9 triliun pada tahun 2020, menjadi Rp124,4 triliun pada tahun 2021, menjadi Rp134,8 triliun pada tahun 2022, menjadi Rp172,5 triliun pada tahun 2023 dan sebesar Rp186,4 triliun pada tahun 2024.  

Dalam kondisi tersebut, KPK sempat mengingatkan pentingnya pengelolaan anggaran yang diperuntukkan untuk program peningkatan gizi masyarakat secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. Salah satunya pada program penurunan prevalensi stunting.

“Pengalokasian dana yang cukup besar perlu diikuti pengelolaan dana yang baik. Hal ini yang menjadi titik rawan terjadinya korupsi. Sehingga perlu upaya lebih lanjut untuk dapat menciptakan penanganan stunting dan pengelolaannya yang bebas dari risiko korupsi,” kata Niken Ariati Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (STRANAS PK) di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (25/1/2023).

Niken mengatakan praktik korupsi dalam program penurunan prevalensi stunting dapat terlihat dari tiga aspek. Ia menjelaskan ketiga aspek tersebut adalah anggaran, pengadaan, dan pengawasan.

BACA JUGA: Siapa Penikmat Biskuit Program Stunting Kemenkes senilai Triliunan Tiap Tahun

“Pada aspek penganggaran misalnya, kami menemukan adanya indikasi tupang tindih penganggaran antara pemerintah pusat dengan daerah,” ujarnya.

Selain itu, Niken mengatakan temuan KPK dalam potensi korupsi di pengadaan adalah masih ditemukan pengadaan yang bersumber dari Dana Lokasi Khusus (DAK) non fisik yang belum optimal. 

Lebih lanjut, ia juga menambahkan masih sering ditemukan pengadaan terhadap barang-barang yang sejatinya tidak diperlukan dalam program tersebut.

“Misalnya saja adalah program pemberian makanan tambahan yang diseragamkan ke seluruh daerah tanpa adanya analisis kebutuhan objek. Hal ini mengurangi efektifitas pengadaan barang,” kata Niken.

Niken mengatakan dalam aspek pengawasan program penurunan prevalensi stunting juga ditemukan beberapa masalah. Salah satunya, kata dia, belum ada pedoman teknis dalam melakukan audit atau pengawasan khusus lainnya terkait pelaksanaan program tersebut.

“Praktik dalam aspek tersebut sangat berisiko menimbulkan penyimpangan yang berujung pada tindak pidana korupsi. Hal ini tidak bisa disepelekan karena akan berdampak pada pelayanan kesehatan gizi yang masyarakat dapatkan,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Niken mengatakan KPK telah menyusun beberapa rekomendasi untuk mencegah terjadinya korupsi dalam program penurunan prevalensi stunting tersebut. Pertama, kata dia, dalam aspek anggaran bisa dilakukan integrasi alokasi dana antara pusat dan daerah.

“Hal ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih dalam anggaran. Selain itu, ke depan akan dibutuhkan peran Kementerian Dalam Negeri dalam menyusun Pedoman Penyusunan APBD,” ujar dia.

Terkait aspek pengadaan, Niken mengatakan perlu adanya kajian komperhensif sebelum melakukan pengadaan barang. Selain itu, kata dia, juga diperlukan pemerintah daerah agar berkoordinasi dengan LKPP terkait kesesuaian barang yang tampi di e-katalog. “Selain itu, diperlukan pedoman teknis yang akan digunakan oleh inspektorat untuk melakukan pengawasan,” ujar dia.

Sementara itu, menurut data yang diterima Redaksi Monitorindonesia.com, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi IX diduga kerap mengajukan permohonan logistik PMT BUMIL, PMT Anak Sekolah, MP ASI dan APD Pekerja kepada Direktur Bini Gizi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Hal itu dilakukan dalam rangka kunjungan kerja (Kunker) di Daerah Pemilihan (Dapil)Jawa Tengah VII meliputi, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen.

"Sehubungan dengan kegiatan Kunjungan Kerja Ke daerah Pemilihan Anggota DPR RI sebagaimana tugas, fungsi, dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD RI, dan DPRD, serta Keputusan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010, maka kami bermaksud mengadakan sosialisasi kesehatan ibu dan anak, edukasi pola makan sehat seimbang dan pemberian MP AS di wilayah Dapil Jawa Tengah VII (Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen)," tulis permohonan itu yang ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.

Siapa Penikmat Biskuit Program Stunting Kemenkes senilai Triliunan Tiap Tahun
 
"Oleh karena itu, mohon kiranya Kementerian Kesehatan, RI dapat membantu dalam hal logistik; MT BUMIL = 20 ton; PMT ANAK SEKOLAH = 20 ton; MP ASI = 20 ton; ADP Pekerja = 20 ton," tambahnya.

Anggota DPR RI yang sama juga melalui Komisi IX mengajukan permintaan obat-obatan kepada Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI. Hal itu dilakukan dalam rangka bakti sosial masa reses di Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIl yang meliputi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga

"Diberitahukan dengan hormat, bahwa kami akan melaksanakan kembali Bakti Sosial di Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIl yang meliputi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga pada masa reses sidang III tahun sidang 2016-2017 yang akan dilaksanakan pada bulan maret 2017".

BACA JUGA: Komisi IX Bungkam soal Siapa Penikmat Biskuit Program Stunting Kemenkes senilai Triliunan Rupiah

"Sehubungan dengan itu kami mengharap bantuan saudara kiranya dapat menyediakan kebutuhan untuk kegiatan bakti sosial di masyarakat tersebut berupa obat-obatan," tulis permohonan itu yang juga ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.

Pada tahun 2017, angka stunting di Indonesia berada di atas 20% dalam kategori buruk. Angka stunting ini terdiri dari 4,9% balita dengan kategori sangat pendek dan 14,2% balita pendek. 

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang terjadi ketika tinggi badan bayi di bawah standar menurut usianya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batas maksimal stunting bayi adalah 20%. 

Salah satu sumber masalah stunting adalah gizi buruk pada ibu dan anak. Kurangnya asupan gizi pada ibu sejak sebelum hamil, selama kehamilan, dan pada 1.000 hari pertama kehidupan anak dapat menghambat pertumbuhan mereka.

Teruntuk sebaran stunting di Jawa Tengah berdasarkan data Kemenkes tahun 2024 ini sebesar 8,6 persen. Dengan rincian, anak balita sebanyak 1.940.103, stunting pendek sebanyak 132. 359 dan stunting sangat pendek sebanyak 34. 875.

Terkait dengan kasus stunting ini memang menjadi perhatian Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai salah satu dari 11 komisi DPR RI yang membidangi kesehatan.

Komisi IX DPR sempat menyoroti kasus ini. Bahwa Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago mengkritik pemberian makanan tambahan (PMT) berupa biskuit guna mencegah stunting pada balita, namun ternyata ada temuan PMT tak layak pangan di sejumlah daerah.

"Terus terang saya bicara begini, ini PMT periode ini menurut saya itu PMT yang paling buruk, jamuran, rasanya tidak benar, kualitasnya buruk. Apa sih kerja kalian?" cecar Irma dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI bersama Kemenkes di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2023).

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengaku prihatin masih kecilnya penurunan angka prevalensi stunting. Meski begitu, ia menyebut masih ada waktu semua pihak untuk bekerja keras menurunkan angka stunting sesuai target di 14 persen. Asalkan, kata dia, semua pihak melakukan evaluasi program dan bekerja keras demi mencapai target.

Anggota Fraksi PKS DPR RI ini menyebut target utama prevalensi stunting yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 2024 adalah 14 persen. Menurut Kurniasih, idealnya guna mencapai target tersebut, setiap tahun angka prevalensi stunting bisa turun 3,5 persen setiap tahun.

Kurniasih menyoroti bertambahnya anggaran penurunan stunting yang dibebankan ke 17 kementerian/lembaga dan juga oleh pemerintah daerah ternyata tidak ekuivalen dengan capaian penurunan stunting tahun 2022-2023. Padahal pandemi Covid-19 juga sudah bisa dilewati dan fokus program penurunan stunting bisa dikebut.

“Penurunan stunting ternyata tidak dibarengi dengan keseriusan pencegahan stunting sejak dini. Penurunan yang hanya 0,1 persen itu disebabkan angka penurunan stunting 1,2 juta orang sementara yang bertambah juga 1,2 juta, hanya selisih ratusan ribu. Artinya angka penurunan tidak dibarengi dengan pencegahan sehingga angka kenaikannya juga tinggi,” kata Kurniasih, Kamis (9/5/2024).

Maka perlu dievaluasi karena program penurunan stunting ini melibatkan banyak kementerian/lembaga serta Pemerintah Daerah. "Sehingga ini kerja besar kita bersama termasuk bersama kita di DPR,” tegasnya.

KPK harus turun tangan

Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA) Uchok Sky Khadafi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Sadikin turun tangan akan hal ini.

"KPK dan Menkes perlu turun tangan bekerja sama menyelidiki kasus ini jika memang ada bau aroma korupsinya. KPK tak perlu takut dan tak pandang bulu sekalipun melibatkan wakil rakyat. Toh itu uang rakyat juga kok," tegas Uchok kepada Monitorindonesia.com, Kamis (29/8/2024).

"Diulik lah, apakah anggaran itu tepat sasaran atau nggak. Jika ada persekongkolan dengan perusahaan ya KPK jerat semuanya lah. Jangan biarkan ini terus berlanjut, kasihan anak-anak Indonesia," tegasnya lagi.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar menyatakan bahwa KPK biasanya akan memeriksa semua pihak-pihak yang diduga berkaitan dengan suatu kegiatan yang ditengarai ada korupsinya. 

"Semua pihak diperiksa sebagai saksi, tidak terkecuali Menteri atau pejabat negara lainnya atau juga perusahaan yang bekerja sama. Jika peristiwanya sudah jelas," kata Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com, Kamis (29/8/2024).

"Maka akan ditentukan siapa yang paling bertanggung jawab atas peristiwa pidana itu. Maka orang yang paling bertanggung jawab itulah yang biasanya ditetapkan sebagai tersangka," imbuhnya.

Terkait hal ini, sejumlah anggota dan pimpinan Komisi IX DPR RI tiarap saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com. 

Perlu digarisbawahi lagi bahwa saat ini Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin efektif berjalan hingga Oktober 2024. Sementara target prevalensi stunting 14 persen belum tercapai.

Topik:

KPK Kemenkes Stunting Komisi IX DPR