Penjelasan Kemenkes Soal Inovasi Nyamuk Wolbachia

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 19 November 2023 07:02 WIB
Ilustrasi nyamul wolbachia [Foto: iStock]
Ilustrasi nyamul wolbachia [Foto: iStock]

Jakarta, MI - Media sosial diramaikan dengan pro dan kontra teknologi wolbachia, yang digunakan pemerintah dalam menurunkan penyakit DBD di Indonesia. 

Bahkan di Bali, penebaran nyamuk tersebut sampai tertunda atau batal dilakukan.

Menanggapi hal itu, Praktisi Kesehatan Masyarakat sekaligus Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes RI, Ngabila Salama mengatakan, program wolbachia ini baik untuk dijalankan.

Hal itu, karena dalam beberapa bulan program ini dapat menyebabkan semua nyamuk aedes aegepty, menjadi mandul dan tidak menularkan DBD lagi.

“Ketika menggigit seseorang, orang yang sakit DBD nantinya akan jauh berkurang bahkan nol, dan komitmen bersama untuk nol kematian dengue 2030 akan dapat terwujud,” kata Ngabila, dikutip Minggu (19/11).

Kegiatan ini, lanjut Ngabila, terbilang baik dilakukan, karena sudah terbukti efektif dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Hal itu dibuktikan, dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh banyak anak bangsa.

Menurut Ngabila, wolbachia tidak ada hubungannya sama sekali dengan vaksin DBD. Karena untuk vaksin itu sendiri, sudah ada sejak lama di Indonesia dan dilakukan berbayar guna untuk mengurangi risiko perawatan RS dan kematian akibat dengue.

“Diberikan dua kali selang waktu tiga bulan pada usia 6-45 tahun. Harga dua kali pemberian total 600 ribu silahkan saja bagi yang tertarik untuk melakukan mandiri ke fasilitas kesehatan terdekat,” ujarnya.

Meskipun belum dijadikan program pemerintah, tetapi organisasi profesi PAPDI dan IDAI sudah merekomendasikan untuk diberikan pada 2023 ini dengan skema berbayar.