Walhi: Dinas LH Jangan Tutup Mata Pencemaran di Laut Jakarta

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 29 Oktober 2021 00:39 WIB
Monitorindonesia.com – Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI diminta untuk mengawasi dengan ketat aksi pencemaran air di Laut Jakarta. Sebab pencemaran tersebut tidak hanya akan mengganggu ekosistem makhluk hidup di laut namun juga berdampak pada kesehatan dan kehidupan masyarakat yang sekitar. “Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI, baik Sudin LH Jakarta Utara dan Pulau Seribu jangan tutup mata terhadap adanya potensi pencemaran lingkungan dari industri yang berada di sepanjang laut Jakarta. Seperti rumah sakit, pabrik kaca, pabrik cat, maupun pelabuhan. Jangan hanya melihat pencemaran secara kasat mata, hanya membersihkan sampah plastik terapung, limbah mengapung. Namun yang tidak kelihatan seperti adanya kandungan merkuri maupun Paracetamol lebih berbahaya,” kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Ubaidillah kepada Monitorindonesia.com di Jakarta, Kamis (28/10/2021). Menurut Ubaidillah, tidak hanya pengawasan namun sanksi yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup masih lemah terhadap para pelaku pencemaran air. Sehingga, aksi pencemaran air masih terjadi dan merusak teluk Jakarta. “Kita belum melihat sanksi tegas dari Dinas Lingkungan Hidup terhadap para pelaku pencemaran air. Padahal kurang tegasnya sanksi membuat, pencemaran air terus terjadi,” ucapnya. Padahal kata dia, pencemaran air di Laut Jakarta berdampak pada kerusakan habitat makhluk hidup di Laut Jakarta. Menurut Dia, tidak hanya menyebabkan kematian makhluk hidup di Lautan namun juga membahayakan kesehatan masyarakat. “Akibatnya terumbu karang rusak, ikan -ikan mati dan kerang tinggi kandungan merkurinya. Masyarakat yang memakan hasil laut pun ikut terkena dampak kesehatan. Itu tentu berimbas pada masyarakat sekitar yang mengandalkan kehidupan dari hasil laut,” paparnya. Sebelumnya, hasil penelitian terungkap jika air laut Teluk Jakarta mengandung Paracetamol. Akibatnya, penemuan para peneliti soal tingginya pencemaran paracetamol di Teluk Jakarta memicu kekhawatiran dampak pada biota laut, termasuk ikan hingga kerang hijau yang biasa dikonsumsi masyarakat. (Zat)