Ogah Bayar Ganti Rugi Warga Rusun Petamburan, Ombudsman Panggil Pemprov DKI

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 30 Oktober 2021 12:49 WIB
Monitorindonesia.com – Ganti rugi warga rusun Petamburan, Jakarta Pusat tak kunjung dibayar Pemprov DKI. Oleh karena itu, Ombudsman akan memanggil Pemprov terkait ganti rugi tersebut. Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho mengatakan, pihkanya memanggil pihak Pemprov DKI untuk mengklarifikasi soal pembayaran ganti rugi kepada warga Rusun Petamburan sebesar Rp 4,7 miliar. “Ombudsman Jakarta Raya akan memanggil Biro Hukum dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Pemprov DKI untuk mengetahui persoalan keenganan mereka melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut ,” kata Teguh kepada wartawan, Sabtu (30/10/2021). Rencana pemanggilan kata Teguh akan dilakukan pekan depan. Ombudsman imbuh Teguh, juga akan melakukan kajian lebih detil terkait kasus tersebut. “Harinya belum dipastikan. Karena kami harus berkirim surat Dan melakukan kajian subtansi lebih dalam juga sebelum meminta keterangan ke Pemprov,” jelas dia. Dalam siaran pers LBH Jakarta, kasus itu bermula ketika 473 KK warga RW 09 Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat digusur oleh Pemprov DKI Jakarta pada 1997 untuk pembangunan Rusunami di wilayah tersebut. Meski demikian, lanjut LBH Jakarta, pada pelaksanaannya Pemprov DKI melakukan pembebasan tanah yang diduga sepihak hingga relokasi yang tertunda sampai lima tahun karena molornya pembangunan Rusunami. Warga kemudian menggugat Pemprov DKI yang kemudian dikabulkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 107/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst tanggal 10 Desember 2003. Putusan tersebut dikuatkan melalui Putusan pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 377/Pdt/2004/PT.DKI tanggal 23 Desember 2004 dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2409/KPDT/2005 tanggal 26 Juni 2006. Pemprov DKI Jakarta mengajukan Peninjauan Kembali yang kemudian ditolak melalui Putusan Mahkamah Agung No. 700/PK.pdt/2014. Pemprov DKI juga sempat mengajukan permohonan status tidak dapat dieksekusi (non-executable) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat namun kembali ditolak. (Zat)