UU Omnibus Law Tenaga Kerja Amputasi Kewenangan Pemprov DKI Awasi Pengelolaan Pesisir Pantai

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 22 Juni 2023 12:33 WIB
Jakarta, MI -  Undang-undang Omnibus Law Nomor 6 tahun 2023 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengamputasi kewenangan pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam mengawasi pengelolaan pantai atau pesisir wilayahnya. Seperti reklamasi pantai utara Jakarta, Pemprov DKI Jakarta kini tak memiliki wewenang lagi dalam pengawasan pengembangan kawasan pantai Utara Jakarta. Hal itu disampaikan pakar Kelautan dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Prof. Daniel Rasyid, PhD kepada Monitorindonesia.com di Jakarta, Kamis (22/6). Prof. Daniel mengomentari pemberitaan Monitor Indonesia terkait maraknya pembangunan di Pantai Utara Jakarta yang seolah tak ada kontrol dari Pemprov DKI Jakarta. "Iya itu karena kewenangan pengelola pesisir itu ditarik ke pusat, tidak ada lagi kewenangan pemerintah provinsi. Dulu kewenangan pemerintah kabupaten kota itu 0-4 mil dari daratan dan pemerintah gubernur dari 4 mil -12 mil itupun sudah diambil alih oleh undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja itu," katanya. Dia menjelaskan, Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja itu mengambil-alih banyak kewenangan pemerintah provinsi, termasuk DKI Jakarta oleh pemerintah pusat. Didalam undang-undang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil itu memang seolah-olah pemerintah provinsi masih mempunyai kewenangan tetapi perizinannya tetap harus ke pusat. "Sekarang ini oleh undang-undang Omnibus Law Nomor 6 tahun 2023 ini, pengelolaan pesisir pantai, reklamasi dan pulau-pulau kecil itu sudah diambil alih pusat. Tidak ada lagi kewenangan provinsi maupun kabupaten/kota," katanya. Dengan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja seluruh perizinan pengelolaan pantai telah dipindahkan perizinannya ke pusat. Bahkan, kata Daniel, beberapa waktu lalu di Surabaya seluruh kepala dinas kelautan dan perikanan se -Indonesia itu mengeluh karena banyak kewenangan dinas kelautan dan perikanan provinsi yang telah mendapatkan mandat menurut undang-undang pemerintah daerah untuk mengelola wilayah pesisir sampai 12 mil itu sudah tidak ada lagi. "Jadi itu semua izin dipermudah oleh pusat terutama untuk perusahaan-perusahaan asing apakah untuk melakukan berbagai macam kegiatan termasuk reklamasi itu. Jadi itu sudah ada azas desentralisasi sudah dirusak oleh undang-undang omnibus law ini," katanya . "Itu karena tekanan para pengusaha-pengusaha besar dari pusat yang menginginkan reklamasi berlangsung tanpa kendali itu betul-betul implikasi lingkungannya itu dipikul oleh provinsi dan kabupaten, tapi manfaatnya termasuk perizinannya itu diambil alih pusat," tambahnya. Menurutnya, hal itu dilakukan pemerintah pusat karena sebagian anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk berapa tahun terakhir itu sangat sedikit dan bahkan berkurang sampai 50 persen. Sehingga mereka ditekan untuk menyetor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu melalui perizinan. "Emang gak bisa ngapa-ngapain lagi itu Pemda. Jadi, luar biasa ini disebut dengan istilah pemerintah maladministrasi publik "public meal administration" dimana undang-undang regulasi dibuat bukan untuk kepentingan masyarakat tetapi untuk kepentingan pengusaha besar," jelas mantan Dekan Fakultas Kelautan ITS itu. Dengan pengendalian pemerintah pusat, gubernur, bupati/walikota tak lagi bisa mengontrol pembangunan pantai apalagi reklamasi. Daniel memperkirakan, akan terjadi berbagai macam konflik di masa mendatang terutama nelayan dengan pengusaha, karena ekosistem-ekosistem makin kacau balau, reklamasi yang asal-asalan akan banyak terjadi. "Nanti bisa terjadi itu pulau-pulau kecil itu nanti bisa habis juga. Pulau-pulau kecil nanti bisa dimiliki secara efektif oleh perusahaan besar. Karena izinnya sudah tidak lagi dikendalikan pemerintah provinsi, tapi langsung oleh pusat," terangnya. "Konyol sekali, ini rusak jadi semua itu berasal dari measure planing perencana tata ruang laut itu sudah semuanya perizinannya dikendalikan oleh pusat, tidak lagi oleh provinsi," imbuhnya. Sebagaimana diberitakan Monitor Indonesia sebelumnya, pengelolaan pesisir pantai di Utara Jakarta semakin tak terkendali. Pemprov DKI Jakarta seolah tak bisa lagi melakukan pengendalian pembangunan di kawasan pesisir pantai maupun hasil reklamasi. (Lin) #UU Omnibus Law