KKP 'Pukul Telak' JRP yang Koar-koar Pagar Laut Cegah Abrasi


Jakarta, MI - Polemik tentang pagar laut bambu sepanjang 30,16 kilometer (Km) di perairan wilayah Kabupaten Tangerang, Banten, berlanjut.
Pemerintah seolah baru tanggap setelah terucuk bambu itu viral meskipun sudah menjadi penghalang nelayan mencari ikan selama berbulan-bulan.
Setelah pemerintah menyatakan akan mencari pihak yang melakukan pemagaran laut tanpa hak, tiba-tiba muncul Jaringan Rakyat Pantura (JRP)mengklaim sebagai pembuat pagar laut dengan alasan sebagai mitigasi dan tsunami.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun pernyataan itu belum tentu benar. Bahkan menurut KKP, justru akan menimbulkan persoalan baru. Terutama terhadap ekosistem sumber daya laut, sumber daya ikan, dan lingkungan laut.
"Kalau tidak sesuai dengan mekanisme perizinan, tidak sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan, ya jelas apa yang disampaikan itu belum tentu benar," kata Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP, Halid Jusuf, saat meninjau lokasi pagar laut di Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (15/1/2025).
Jika tujuan pagar dibuat untuk mencegah abrasi, tegas dia, maka tidak harus dengan memasang pagar laut tanpa izin. "Lain halnya kalau misalnya wilayah tersebut terkesan bahwa lingkungannya memang perlu dilakukan langkah perbaikan, itu baru bisa. Namun, kalau ini ada maksud lainnya, itu tentunya (salah), apalagi tidak memiliki izin pemanfaatan ruang laut," beber Halid.
Selain itu, pagar laut yang diklaim bermanfaat karena ditumbuhi kerang yang bisa dipanen oleh nelayan. Menurut dia, hal itu alasan yang mungkin masih sumir untuk KKP.
"Di wilayah lain juga kan ada kerang-kerang tanpa harus bikin pagar, kan? Itu alasan yang mungkin masih sumir untuk kami. Tidak perlu pakai bambu, tidak perlu seperti itu," tutup dia.
Sementara itu, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menyatakan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten itu bukan cara paling efektif untuk memitigasi bencana dan mencegah abrasi.
"Rasa-rasanya ada cara lain yang lebih efektif kalau kita mau bicara mitigasi atau adaptasi perubahan iklim," kata Andreas Aditya Salim, Direktur Program di IOJI, dikutip pada Rabu (15/1/2025).
Menurut Andreas, ada beberapa cara yang lebih lazim untuk memitigasi bencana di pesisir. Salah satunya adalah melalui penanaman dan pelestarian hutan bakau.
Dia menilai cara tersebut akan lebih efektif jika pihak yang membangun pagar laut memang memiliki tujuan mitigasi bencana. "Dibanding menggunakan pagar bambu seperti itu, kalau pendapat saya seperti itu," jelas Andreas.
JRP sebelumnya mengklaim pagar laut dari bilah-bilah bambu di perairan Kabupaten Tangerang dibangun dari hasil swadaya masyarakat pesisir. JRP mengklaim upaya tersebut merupakan cara warga sekitar menghadapi potensi bencana dan abrasi.
Andreas menyampaikan tugas mitigasi bencana atau perubahan iklim memang merupakan tugas pemerintah dan masyarakat. Namun, peran pemerintah seharusnya lebih dominan dalam upaya tersebut meski masyarakat juga tetap harus berperan. "Karena pemerintah lebih punya kekuatan dan kemampuan untuk mengontrol, mengatur, dan menegakkan hukum," lanjut Andreas.
Sebelumnya, Koordinator JRP, Sandi Martapraja di Tangerang, Sabtu, 11 Januari 2025, mengatakan jika pagar laut yang bikin heboh di publik adalah tanggul yang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya.
"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," katanya.
Tidak dijelaskan berapa dana yang dikeluarkan untuk pagar laut yang menghabiskan ribuan bambu tersebut. (wan)
Topik:
Pagar Laut KKP Jaringan Rakyat PanturaBerita Sebelumnya
Nanang Gimbal Gunakan Pisau Dapur untuk Eksekusi Aktor Sandy Permana
Berita Selanjutnya
Pagar Laut Bikin Pusing Prabowo, Perintahkan Cabut dan Usut!
Berita Terkait

Pemprov Jakarta Tegaskan Tak Pernah Beri Izin Tanggul Beton Cilincing Milik PT Karya Citra Nusantara
12 September 2025 15:59 WIB

Habis Pagar Laut, Terbitlah Tanggul Beton Cilincing: 25 Ribu KK Terdampak
12 September 2025 15:42 WIB