Bayar Bayar Bayar & Indonesia Gelap: 'Jangan sampai kita kalah karena mereka memiliki uang, senjata dan hukum'

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 23 Februari 2025 21:34 WIB
Aksi salah satu pendemo Indonesia Gelap pada 21 Februari 2025 di Patung Kuda, Jakarta Pusat.
Aksi salah satu pendemo Indonesia Gelap pada 21 Februari 2025 di Patung Kuda, Jakarta Pusat.

Jakarta, MI - Sukatani, band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, menjadi sorotan usai mengunggah video permintaan maaf kepada institusi Polri atas lagu mereka yang berjudul Bayar Bayar Bayar

Lagu yang dirilis pada 2023 tersebut disebut sarat kritik terhadap Polri karena menyinggung penyalahgunaan wewenang dan ketidakadilan hukum. 

Namun, permintaan maaf dan penarikan lagu tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Lagu Bayar Bayar Bayar itu dianggap menyindir institusi kepolisian. Setelah ditarik dari peredaran, lirik lagu punk itu justru dijadikan lagu tema aksi 'Indonesia Gelap' pada Jumat (21/2/202).

Pantauan jurnalis Monitorindonesia.com, sejak aksi Indonesia Gelap pada Kamis (20/2/2025) lirik lagu Bayar Bayar Bayar itu acap kali dinyanyikan para pengunjuk rasa. 

"Mau bikin SIM bayar polisi/Ketilang di jalan bayar polisi. Mau korupsi, bayar polisi/Mau gusur rumah, bayar polisi/Mau babat hutan, bayar polisi/Mau jadi polisi, bayar polisi. Aduh, aduh, ku tak punya uang/Untuk bisa bayar polisi," demikian bunyi lirik lagu tersebut.

Pendemo mengklaim bahwa apa yang sudah dilaksanakan para polisi ini kepada Sukatani adalah bentuk yang bisa mereka rasakan nanti. 

"Jangan sampai kita merasakan hal yang sama. Jangan sampai kita kalah karena mereka memiliki uang, senjata, dan hukum. Kita harus bersatu,"  kata Pasha (24), salah satu peserta Aksi Indonesia Gelap, Jumat (21/2/2025).

"Jangan sampai kita kalah karena mereka memiliki uang, senjata, dan hukum. Kita harus bersatu. Jangan sampai kita menyesal tidak bisa melukis lagi [...] tidak bisa menulis lagi," imbuh Pasha.

Sementara itu, polisi membantah adanya intervensi terhadap karya Sukatani. Meski demikian, Polda Jateng tidak menampik bahwa ada anggota yang menemui band tersebut untuk meminta klarifikasi terkait lagu Bayar Bayar Bayar.

Namun Divisi Propam Polri (Divpropam) telah memeriksa anggota Ditressiber Polda Jawa Tengah terkait viral video klarifikasi personel band Sukatani mengenai lagu 'Bayar Bayar Bayar'. we"Kami sampaikan, sejumlah 4 (Empat) personel Subdit I Ditressiber Polda Jateng telah diperiksa oleh Subbidpaminal Bidpropam Polda Jateng & di backup oleh Biropaminal Divpropam Polri," tulis Divpropam Polri dalam akun X mereka, Jumat (21/2) malam.

Mereka juga mengeklaim menjamin perlindungan dan keamanan dua personel band Sukatani dan "memastikan ruang kebebasan berekpresi tetap terjaga".

Divpropam menambahkan, ada dua personel lain dari Ditressiber Polda Jateng yang turut diperiksa. "Sehingga total ada 6 (enam) personel yang dimintai keterangan," demikian keterangan Propam Polri dalam akun X-nya @Divpropam, Jumat (21/2/2025).

Diketahui, bahwa Sukatani merupakan duo musik punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, yang beranggotakan gitaris Muhammad Syifa Al Lufti dan vokalis Novi Citra Indriyati. Kedua musisi ini seringkali menggunakan topeng dalam penampilan mereka.

Lagu Bayar Bayar Bayar menggambarkan pengalaman seseorang yang harus selalu membayar ketika berurusan dengan polisi, yang menimbulkan persepsi negatif terhadap citra kepolisian.

Pada Kamis (20/2/2025), Sukatani mengunggah video klarifikasi dan permintaan maaf melalui akun media sosial mereka. "Perkenalkan saya Muhammad Syifa Al Lufti dengan nama panggung Alectroguy selaku gitaris. Saya Novi Citra Indriyati nama panggung Twister Angel selaku vokalis dari grup band Sukatani," kata mereka.

Dalam video permintaan maaf, band yang biasanya tampil anonim mengenakan topeng diminta untuk tampil tanpa topeng mereka. Lagu mereka juga telah ditarik dari segala platform musik.

Melalui Instagram Story-nya, Sukatani mengabarkan bahwa mereka baik-baik saja di tempat yang aman. "Kami juga ingin mengabarkan bahwa kondisi kami sudah membaik dan berada pada ruang yang lebih aman," tulis Sukatani dari Instagram Story-nya, Sabtu (22/2/2025).

Sukatani mengucapkan terima kasih atas dukungan dan solidaritas yang diberikan berbagai pihak kepada mereka belakangan ini.

"Kami dari Sukatani mengucapkan banyak-banyak terimakasih atas dukungan dan doa yang diberikan oleh semua pihak selama beberapa hari ini. Kami sangat menghargai solidaritas dari kawan-kawan sehingga membuat kami tetap kuat," beber Sukatani.

Tagar #kamibersamasukatani trending di X setelah Sukatani mengunggah video klarifikasi dan permintaan maaf kepada Kapolri. Banyak musisi mendukung band tersebut, tak sedikit warganet mengkritik Polri yang diklaim membungkam kebebasan berekspresi dalam kesenian.

"Di dunia ini tidak ada satu orang pun yang tanpa paksaan dan sukarela meminta maaf divideokan dan mencabut karyanya," tulis Okky Madasari, sastrawan dan sosiolog, lewat akun media sosialnya.

Guru dipecat
Pihak SD IT Mutiara Hati Banjarnegara, Jawa Tengah, membenarkan bahwa Novi Citra Indriyati yang merupakan vokalis grup band Sukatani pernah tercatat sebagai guru di sekolah tersebut dan kini sudah diberhentikan.

Novi sudah tidak aktif mengajar di sekolah tersebut sejak awal Februari 2025. Kepala Sekolah SD IT Mutiara Hati, Eti Endarwati, mengatakan, pemberhentian Novi bukan disebabkan lagu Sukatani berjudul "Bayar Bayar Bayar" yang viral di media sosial.

Ia mengatakan, pemberhentian Novi jauh sebelum video klarifikasi Novi atau lagu "Bayar Bayar Bayar" viral di media sosial. "Betul diberhentikan, tetapi yang jadi masalah adalah bukan lagu dan terkait peristiwa viralnya," kata Eti Endarwati, Sabtu (22/2/2025).

Eti mengungkap Novi Citra Indriyati diberhentikan sebagai guru sejak Kamis, 6 Februari 2025. Menurutnya, Novi yang mengajar di Mutiara Hati sejak 2022, tak lagi dipekerjakan sebagai guru di sekolah tersebut karena melanggar kode etik internal. "Berkaitan dengan syariat Islam," kata Eti.

Eti menegaskan, seluruh guru di sekolah tersebut wajib mematuhi kode etik. "Jadi ada aturan yang berlaku untuk semua dan ada kode etik kepada guru-guru kami. Adapun pelanggaran kode etik yang paling mendasar adalah terbukanya aurat guru. Kode etik sudah disosialisasikan di awal mendaftar dan dari awal beliau sudah tahu konsekuensinya. Jadi kita menemukan di sosmed beliau ada bagian aurat yang terbuka," jelasnya.

Eti mengungkapkan, Novi pernah menjadi guru wali kelas. Novi juga berperilaku baik dan memiliki kompetensi mumpuni.

Mungkin ada miss
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menduga ada miskomunikasi saat menanggapi permintaan maaf dari band Sukatani. "Tidak ada masalah. Mungkin ada miss, tapi sudah diluruskan," kata Sigit, Jumat (21/2/2025).

Sigit menekankan kepolisian tidak anti terhadap kritik dan menerima kritik sebagai masukan untuk evaluasi. "Dalam menerima kritik, tentunya kami harus legawa dan yang penting ada perbaikan, dan kalau mungkin ada yang tidak sesuai dengan hal-hal yang disampaikan, bisa diberikan penjelasan," bebernyas.

Dia menambahkan bahwa kritik menjadi pemantik bagi pihaknya untuk memperbaiki institusi agar menjadi lebih baik lagi.

Tak mungkin tak ada tekanan!

Vokalis band punk rock MCPR, Alby Moreno, menilai lagu "Bayar Bayar Bayar" justru "menemukan rumahnya" di tengah kontroversi yang terjadi.

"Sebagai penulis lagu, kita pasti akan menulis dan merekam segala bentuk kegelisahan yang kita rasakan. Itu juga bentuk kejujuran musisi terhadap karyanya," ujar Alby, Jumat (21/2/2025).

Lagu "Bayar Bayar Bayar" seolah "menemukan rumahnya" sebagai yel-yel demo 'Indonesia Gelap'. Menurut Alby, ini tidak lepas dari hasil karya yang dibuat "berdasarkan hati" sehingga menarik minat banyak orang yang memiliki "kegelisahan yang sama".

Alby menyebut isu Sukatani di media sosial sudah dibagikan begitu banyak akun sehingga lagu mereka "cukup mewakili bahwa kita semua gelisah tentang kebebasan berekspresi dan berpendapat". "Apalagi sebagai musisi, bagi kita [kebebasan] itu mutlak harus kita miliki," ujarnya.

Alby mengapresiasi baik musisi skema maupun pendengar sama-sama terhubung melalui lagu Bayar Bayar Bayar. "Kita masih dalam satu ruang yang sama. Kita sama-sama merasa senasib sepenanggungan," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyesalkan insiden penarikan karya seni dari ruang publik yang dialami Sukatani.

Senada dengan Okky Madasari, Usman mengatakan "tidak mungkin kelompok musik Sukatani membuat video permohonan maaf yang ditujukan kepada Kapolri dan jajarannya" jika tidak ada "tekanan".

"Amnesty mendesak Kapolri untuk segera mengambil tindakan koreksi atas dugaan adanya tekanan dalam bentuk apa pun kepada kelompok musik Sukatani," kata, Jumat (21/2/2025).

"Polri harus mengungkap siapa pihak-pihak yang diduga menekan Sukatani untuk membuat video permohonan maaf dan menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari ruang publik."

Pada Desember 2024, pembukaan pameran tunggal Yos Suprapto dibatalkan karena beberapa karya pelukis asal Yogyakarta itu dinilai terlalu mengkritik pemerintah.

Kebebasan berekspresi
Pengamat musik Wendi Putranto mengatakan apa yang terjadi kepada band Sukatani "sudah mutlak" merupakan "represi terhadap kebebasan berekspresi dan berbicara yang ironisnya datang dari aparat penegak hukum sendiri".

Wendi menilai "upaya penindasan" terhadap Sukatani seolah "menyiram bensin di tumpukan jerami kering yang pada hari-hari belakangan ini sangat mudah terbakar".

Hal ini, menurut dia, "luput dari kalkulasi represi polisi". "[Penegak hukum adalah] pihak yang seharusnya bekerja dari pajak rakyat dan menjunjung sesuai amanat konstitusinya," tuturnya, Jumat (21/2/2025).

Wendi menilai grup Sukatani mencerminkan "jiwa punk" yang sesungguhnya. Di mata pengamat musik itu, identitas kelompok musik itu "otentik" dan "memberontak" baik dari segi pakaian mereka maupun lirik lagu.

"Terlepas disadari atau tidak disadari oleh mereka, bahkan upaya menarik lagu dan video permohonan maaf itu menjadi sangat taktis untuk memicu perlawanan yang meluas," beber Wendi.

Wendi menambahkan peristiwa represi berat terhadap kebebasan berbicara dan berekspresi di musik seperti yang dialami Sukatani terakhir kali terjadi pada era Orde Baru tepatnya pada 1980-an.

"Ketika Rhoma Irama yang menjadi kader PPP [Partai Persatuan Pembangunan] sekaligus [oposisi Golkar. Dilarang tampil di TVRI dan dicekal di berbagai panggung konser, akhirnya di bergabung dengan Golkar. Selain itu ada juga batalnya tur konser Iwan Fals di 100 Kota pada tahun 1989 saat era album Mata Dewa tidak mendapatkan izin dari aparat saat itu."

Musisi Iwan Fals memang terkenal dengan lagu-lagu yang memotret kehidupan sosial termasuk kritik terhadap penguasa pada zamannya. "Jadi seperti déjà vu, mendadak roh Orde Baru hadir kembali dengan represi terhadap Sukatani," tukasnya.

Tak perlu minta maaf 
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md ikut merespons video permintaan maaf dari band punk, Sukatani, terkait lirik lagu mereka berjudul 'Bayar Bayar Bayar' yang membahas kelakuan oknum polisi. 

Melalui akun media sosial X miliknya @mohmahfudmd, eks Menteri Kehakiman & HAM itu menilai seharusnya band punk Sukatani tak perlu meminta maaf hingga menarik lagu berjudul ‘Bayar Bayar Bayar’ dari peredaran. 

“Mestinya grup band SUKATANI tak perlu minta maaf dan menarik lagu "Bayar Bayar Bayar" dari peredaran karena alasan pengunjuk rasa menyanyikannya saat demo [2025],” kata Mahfud, Sabtu (22/2/2025). 

Bahkan, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI periode 2008–2013 ini menekankan bahwa lagu tersebut sudah diunggah di Spotify, jauh sebelum aksi unjuk rasa terjadi. Mahfud turut menyoroti kebebasan dalam berekspresi di dunia seni. 

“Lagu tersebut sudah diunggah di Spotify sebelum ada unjuk rasa. Menciptakan lagu untuk kritik adalah HAM [Hak Asasi Manusia],” pungkasnya. 

Jadi Duta Polri saja
Legislator Komisi III DPR mengusulkan agar grup musik Sukatani dapat dijadikan sebagai Duta Kepolisian Republik Indonesia (Polri). 

Usulan tersebut datang dari Anggota Komisi III DPR Muhammad Nasir Djamil sekaligus menanggapi polemik grup musik yang tengah mencuat di media sosial. 

"Saya usulkan kepada Kapolri agar kelompok band Sukatani dijadikan Duta Polri untuk mengembalikan citra Polri Presisi," kata Nasir dilansir dari Antara, Sabtu (22/2/2025). 

Anggota komisi DPR yang berfokus pada bidang hukum itu menyampaikan pernyataan tersebut, sebagai respons terhadap tanggapan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengenai lirik lagu Bayar Bayar Bayar. 

Sementara itu, dia menyoroti isu mengenai vokalis Sukatani yang dipecat dari pekerjaannya sebagai guru. Menurut dia, pihak sekolah seharusnya tidak memecat vokalis Sukatani, karena Kapolri pun tidak mempermasalahkan lagu berjudul 'Bayar Bayar Bayar'. 

Terlebih, kata dia, Kepolisian melalui sejumlah upaya selalu berusaha mengimbangi demokrasi, dan tidak alergi dengan kritik. "Kapolri Sigit pernah mengadakan perlombaan mural dan stand up comedy yang isinya mengkritik institusi Kepolisian," tandasnya. (wan)

Topik:

Indonesia Gelap Bayar Bayar Bayar Sukatani