Menko PMK: Pernikahan Sedarah di Ponorogo Harus Dihentikan

wisnu
wisnu
Diperbarui 5 April 2022 08:25 WIB
Jakarta, MI – Tradisi pernikahan sedarah yang kerap terjadi di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur harus dituntaskan hingga akarnya. Hal itu untuk menghindari kasus stunting maupun kemiskinan ekstrem. “Walaupun saat ini banyak warga yang sudah diurai dan meluas ke luar Ponorogo untuk menghindari pernikahan sedarah, tapi mereka masih punya keturunan dan bisa jadi juga masih akan mewarisi tradisi negatif 'stunting' dan menambah kemiskinan ekstrem,” kata Menko PMK Muhadjir Effendy dalam keterangannya diterima, Selasa (5/4). Meski pun, diakui Muadjir, saat ini kasus stunting di Kabupaten Ponorogo sudah menurun hingga 20 persen. Karenanya, pernikahan sedarah harus tetap menjadi perhatian pemerintah daerah agar dapat terus menekan angka prevalensi stunting. [caption id="attachment_420262" align="aligncenter" width="200"] Ilustrasi (Foto:Dok/Ist) ok[/caption] “Ini harus menjadi perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Ponorogo supaya betul dipastikan kalau bisa di sini sudah harus nol persen stunting, di wilayah yang dulu dikenal sebagai 'kampung difabel',” jelasnya. Seperti di Desa Krebet dan Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, kata dia, sebelumnya terdapat banyak keluarga yang melakukan pernikahan sedarah, sehingga tidak jarang melahirkan keturunan yang difabel dan stunting. [caption id="attachment_420261" align="aligncenter" width="200"] Menko PMK ketika meninjau salah satu warga di Ponorogo. (Foto: Dok/Ist)[/caption] “Banyak yang melahirkan difabel, terutama stunting akibat perkawinan inses sedarah karena di sini bertetangga saja kawinnya dan kebetulan pasangannya membawa gen yang tidak baik,” bebernya. Namun, katanya, saat ini, sudah ada kesadaran dari warga untuk menghindari hal tersebut dengan mencari jodoh di luar desa. “Saya kira itu salah satu solusi tidak terjadi kawin inses untuk tidak terjadinya turunan gen yang negatif,” katanya. Adapun persentase angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Ponorogo saat ini sudah menurun hingga 3,74 persen. Menurut data yang dihimpun Kemenko PMK, dari total 955 lebih ribu penduduk di Kabupaten Ponorogo, 90 ribu di antaranya merupakan penduduk miskin dan 86 ribu lainnya adalah penduduk miskin ekstrem. "Miskin eksrem ini karena kondisi pendapatan warga yang sangat rendah dan tidak memiliki sumber penghasilan tetap, serta kondisi rumah yang belum layak huni. Apalagi jika di dalam satu keluarga ada yang lansia dan difabel," katanya. Menko PMK berpesan kepada seluruh pemerintah daerah setempat untuk terus bekerja keras dalam menurunkan angka stunting dan kemiskinan ekstrem khususnya di Ponorogo. “Kita masih butuh kerja keras bersama. saya rasa ini sudah cukup bagus karena ada pusat pelayanan kesejahteraan sosial di sini," kata Muhadjir.