Perintah Presiden Jokowi ke Jaksa Agung Tuntaskan Kasus Mafia Migor Diapresiasi

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 23 April 2022 01:00 WIB
Jakarta, MI - Perintah Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus mafia minyak goreng (migor) dan langsung direspon Jaksa Agung ST Burhanuddin menuai apresiasi. Alhasil, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dalang di balik kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di Tanah Air. Tersangka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana. Kemudian, tiga pimpinan perusahaan swasta, yaitu Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, dan Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas. Hal itu disampaikan Akademisi Hukum Pidana Universitas parahyangan Nefa Claudia Meliala dalam webinar nasional "Berantas Mafia Minyak Goreng, Siapa Berani? yang diselenggarakan GMKI pada Jumat (22/4/2022) malam. Hadir dalam diskusi itu Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak. "Kejaksaan Agung mendapatkan apresiasi yang cukup baik terkait dengan penanganan perkara ini (mafia migor). Kita tahu bahwa pasca revisi UU KPK ada begitu banyak catatan yang muncul dan kerkait juga dengan perfomance dan kinerjanya," ujar Nefa. Menurut Nefa, hal ini salah satu momen yang baik bagi Kejaksaan bisa membuktikan bahwa kasus mafia migor ini bisa ditelusuri lebih jauh. Keterlibatan siapa dalam ksus ini sehingga publik nanti juga bisa melihat sampai sejauh mana kasus ini bisa berkembang. "Jadi harapan nya jangan berhenti di 4 tersangka namun kita lihat nanti apakah ada pihak pihak lain juga terlibat termasuk juga dugaan koorporasi terlibat," katanya. Sementara, Ketua Komjak Barita Simanjuntak menilai penegakan hukum di era kepemimpinan Presiden Jokowi membuktikan negara tak kalah dari mafia minyak goreng (migor). Presiden Jokowi, menurut Barita, sebagai pemimpin eksekutif tertinggi memberikan arah yang jelas dalam penegakkan hukum. "Presiden sudah katakan tidak akan main-main dengan mafia minyak goreng. Kalau Presiden-nya ragu-ragu, pengungkapan kasus ini tentu tidak akan terlaksana,” ujarnya. Barita mengatakan keberhasilan pengungkapan kasus minyak goreng merupakan simbol ketegasan dan keberanian Jokowi. Bahkan, pada sidang kabinet terbatas Jokowi menginstruksikan Kejagung agar bergerak cepat menuntaskan permasalahan komoditas strategis itu. Menurutnya, koordinasi yang dilakukan Presiden sudah berjalan baik. Instruksi Presiden jelas tidak ada kepentingan dan murni melakukan penegakan hukum dan tegas. "Berani memerintahkan Kejagung, dan Kejagung berani. Saya kira itu yang dibutuhkan saat ini,” jelasnya. Barita pun mengapresiasi GMKI, karena Fungsi-fungsi kritis bagi perjuangan mahasiswa banyak yang dilakukan. Dia mengingat pada waktu 18 Maret 2022, GMKI mengundang Jaksa Agung dan mendorong penegakkan hukum terhadap para mafia mafia minyak goreng, dimana persoalan minyak goreng itu membuat masyarakat menjerit dimana mana. "Akhirnya Jaksa Agung menindaklanjuti itu kurang dari satu bulan sudah ditetapkan tersangka, terdapat satu orang pejabat tinggi kementerian dan tiga orang dari swasta. Itu artinya, di zaman reformasi keterbukaan era digital ini, komunikasi langsung itu menjadi bagian penting dan bisa dievaluasi," kata Barita. "Saya ucapkan terimakasih atas kepedulian GMKI. Kita tahu betul negara kita ini adalah salah satu produsen CPO terbesar di seluruh dunia, kita mengingat dari ujung barat sampai timur kebun kebun sawit yang memproduksi itu sangat luar biasa," katanya. Sebenarnya, kata Barita, tidak ada alasan bagi negara kesulitan bahan-bahan yang berkaitan dengan kebutuhan pokok minyak goreng ditengah kekayaan yang luar biasa dimiliki bangsa kita khususnya komoditi yang berkaitan dengan CPO. Dengan leadership yang dimiliki Jokowi, kepemimpinan yang tidak ragu-ragu, tegas ini akan menjadi satu momentum bahwa kita bisa menjadi negara yang bersih dari segala praktik yang menganggu perekonomian negara.[Yohana]