Indonesia Miliki Harta Karun Super Langka, Daerah Tapanuli Salah Satunya

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 13 November 2022 20:28 WIB
Jakarta, MI - Indonesia kembali menemukan harta karun yang super langka. Hal ini membuat negara lain iri terhadap kekayaan Indonesia. Adapun harta karun super langka ini memang menjadi incaran dunia karena jarang dimiliki oleh negara-negara lain. Harta karun itu merupakan sektor energi, yang punya segudang manfaat dan bernilai tinggi. Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element/REE adalah salah satunya. Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono mengatakan, Indonesia menyimpan potensi Logam Tanah Jarang. "Namanya juga mineral jarang, keberadaannya hanya di lokasi tertentu, gak semua negara punya. Karena jarang, hukum ekonomi barang langka dan jarang menjadi mahal, lebih jauh dari batu bara misalnya, coba dilihat lithium berapa harganya. Tapi memang mahal itu per gramnya," kata Eko Budi seperti dikutip dari CNBC, Minggu (13/11). Menurut Eko, Indonesia masih perlu banyak belajar mengenal mineral yang disebut mineral kritis tersebut. Hal itu mengingat sejauh ini baru China yang paling pesat dalam pengembangan LTJ. "Namun potensi itu ada, tahunya dari mineral kritis tadi sebenarnya sudah dideteksi keberadaannya bersamaan dengan mineral utama saat menggali timah, di situ ada LTJ nya ternyata," ujarnya. Lebih lanjut, Eko mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan terkait dengan adanya logam tanah jarang di beberapa wilayah di Indonesia. Indonesia yang disebut sebagai ring of fire mulai dari Sumatra Utara sampai Sumatra Selatan, Pulau Jawa sampai ke timur Indonesia merupakan jalur vulkanik. "Jadi sepanjang jalur itu ada mineralisasi, kan mineral-mineral itu asalnya dari batuan juga dari bumi itu. Kita ketahui untuk LTJ yang saat ini asosiasinya dengan jalur timah makanya kita cari jalur timah mulai Sumut sampai Timur. Di Sumatra Ttara di daerah Parmonangan ada juga itu endapan LTJ di situ terus ke arah Kalimantan Barat, Sulawesi Barat itu ada beberapa endapan yang setelah dicek ada LTJ," ungkap Eko. Tak hanya itu, Eko mengatakan, di Lumpur Lapindo, Sidoarjo yang saat ini dalam penyelidikan tersebut, pihaknya juga menemukan adanya potensi mineral kritis seperti Lithium dan Stronsium. Meski demikian, hingga kini menurut Eko belum dihitung secara pasti besaran dari Lithium dan Stronsium yang ditemukan di Lumpur Lapindo tersebut. Sehingga pihaknya masih akan melakukan kajian lanjutan ke depan. "Sampai saat ini belum pernah dihitung berapa besar sumber daya atau cadangannya. Itu tugas kita ke depan Badan Geologi bagaimana ke depan memberikan informasi dan estimasi dari masing-masing mineral kritis itu," ujarnya. Koordinator Mineral Pusat Sumber Daya Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian ESDM, Moehammad Awaluddin mengatakan, pihaknya akan fokus menggarap mineral lithium dan Stronsium. Dalam hal itu, Awaluddin mengatakan pihaknya juga bakal melakukan kerjasama. Adapun kerjasama itu dimaksudkan untuk melakukan ekstraksi oleh lembaga lain termasuk dari Amerika Serikat (AS), yakni Energy Resources Government Initiative. Sementara itu, terkait dengan data yang dimiliki oleh Badan Geologi mengenai adanya lithium di Lumpur Lapindo itu, pihaknya tak menampik bahwa banyak badan usaha yang melirik untuk menggarap proyek di Lumpur Lapindo ini. Hanya saja memang, pemerintah belum melaksanakan pembukaan lelang untuk proyek di Lumpur Lapindo ini. "Untuk mineral logam ini memang secara pengusahaan dilakukan melalui skema lelang, beberapa badan usaha juga mulai melihat ini sebagai suatu peluang. Artinya pemerintah akan mendorong terkait pengembangan ke depan," pungkasnya.