Dewan Pers: UU KUHP Ancam Kebebasan Pers

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 9 Desember 2022 08:32 WIB
Jakarta, MI - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disetujui bersama oleh DPR RI dan Pemerintah untuk disahkan menjadi UU KUHP dalam sidang paripurna DPR RI, di Jakarta, Selasa (6/12). Dewan Pers menyayangkan keputusan itu diambil dengan mengabaikan minimnya partisipasi dan masukan masyarakat, termasuk komunitas pers. Mengingat masih terdapat pasal-pasal krusial yang menjadi ancaman bagi pers dan wartawan. "Sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi kini menghadapi upaya pembungkaman. Pers sebagai pilar demokrasi yang bekerja untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi yang bermakna akan lumpuh karena berhadapan dengan ancaman kriminalisasi oleh pasal-pasal UU KUHP," kata Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (9/12). Arif mengatakan dalam demokrasi, kemerdekaan pers harus dijaga, salah satunya dengan memastikan tidak adanya kriminalisasi terhadap wartawan. "Perlindungan itu dibutuhkan agar wartawan dapat bebas menjalankan tugasnya dalam mengawasi (social control), melakukan kritik, koreksi, dan memberikan saran-saran terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kepentingan umum untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," ungkapnya. Menurut Arif, kemerdekaan pers terbelenggu karena UU KUHP itu dapat menjerat wartawan dan perusahaan pers sebagai pelaku tindak pidana ketika menjalankan tugas jurnalistik. Arif mengatakan Dewan Pers sebagai lembaga independen, sebelumnya telah menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) RKUHP terhadap pasal-pasal krusial yang menjadi ancaman terhadap pers dan wapawan. Dewan Pers juga menyarankan reformulasi 11 cluster dan 17 pasal dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, sebagai upaya mencegah kriminalisasi. Namun, kata Arif, masukan yang telah diserahkan ke pemerintah dan DPR tidak memperoleh feedback. Padahal, Dewan Pers juga menyampaikan saran agar dilakukan simulasi kasus atas norma yang akan dirumuskan. "Kami menilai ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam RUU KUHP yang baru disetujui oleh Pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU KUHP itu tidak hanya mengancam dan mencederai kemerdekaan pers, namun juga berbahaya bagi demokrasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi,” kata Arif. Arif menambahkan, ketentuan-ketentuan pidana pers dalam KUHP, mencederai regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Padahal unsur penting berdemokrasi adalah dengan adanya kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan berpendapat, serta kemerdekaan pers. "Dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusía hakiki," ungkapnya. Dewan Pers mencatat pasal-pasal UU KUHP yang berpotensí mengkrimínalisasì wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, kemerdekaan berpendapat, dan berekspresi, sebagai berikut: 1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. 2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. 3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah. 4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. 5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap. 6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. 7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan. 8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan. 9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran. 10.Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati. 11.Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Topik:

Dewan pers KUHP