Kasus Gagal Ginjal Akut, Penny Lukito Salahkan Lagi Industri Farmasi!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 Februari 2023 11:47 WIB
Jakarta, MI - Lagi-lagi, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menyalahkan industri farmasi  yang memproduksi obat sirop dengan kadar cemaran Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) dengan melampaui ambang batas aman. Obat sirop ini diduga 'biang kerok' dari pada kasus gagal ginjal akut yang menewaskan anak-anak Indonesia. "Kami melakukan pengujian sampel dan penelusuran. Berdasarkan kerja cepat BPOM, kami identifikasi enam industri farmasi melampaui cemaran ambang batas aman," kata Penny Lukito dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2) malam. Penny menjelaskan, keenam industri yang dimaksud adalah PT Yarindo Farmatama (PT YF), PT Universal Pharmaceutical Industries (PT UPI), PT Afi Farma (PT AF), PT Ciubros Farma (PT CF), PT Samco Farma (PT SF), dan PT Rama Emerald Multi Sukses (PT REMS). Penny menjelaskan, temuan tersebut berlangsung pada kurun 2022, berdasarkan laporan kasus perdana yang diterima BPOM pada 5 Oktober 2022 terkait gangguan ginjal akut pada anak. Dari hasil investigasi, lanjut Penny, BPOM telah menetapkan sanksi administratif dengan mencabut sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan izin edar yang semula dimiliki industri farmasi tersebut. "Industri farmasi yang melakukan pelanggaran di bidang produksi telah dijatuhkan sanksi dan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (pro justicia)," tuturnya. Selain itu, BPOM juga mencabut sertifikat CPOB untuk sediaan cairan oral nonbetalaktam dan sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), mencabut izin edar sirop obat yang diproduksi, hingga melakukan penyidikan terhadap industri farmasi tersebut. BPOM memerintahkan industri farmasi dan produsen besar farmasi untuk menghentikan kegiatan produksi sirop obat, mengembalikan surat persetujuan Izin Edar semua sirop obat, menarik dan memastikan semua sirop obat telah dilakukan penarikan dari peredaran. Sebelumnya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengakui banyak hal yang harus diperbaiki terkait dengan pengawasan obat ini. "Hal-hal yang bakal diperbaiki itu antara lain standar yang harus ditambahkan, sistem pemasukan bahan baku obat, termasuk juga yang terkait dengan sistem Monitoring Efek Samping Obat (MESO)," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito, dalam keterangan resminya, Selasa (1/11/2022) lalu. Pengawasan yang selama ini berjalan di BPOM diakui telah dilakukan secara ketat dan komprehensif, baik pada sektor pre-market hingga post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Terkait kasus cemaran yang menyebabkan gagal ginjal akut, BPOM menegaskan, bahwa bahan berbahaya itu tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum. "Industri Farmasi seharusnya melakukan inspeksi terhadap seluruh proses dan bahan yang digunakan dalam proses produksi, termasuk sumber bahan baku. Apabila terdapat perubahan proses dan/atau bahan yang digunakan berbeda, maka industri farmasi wajib melapor ke BPOM. Namun, yang terjadi di lapangan mereka tidak melaporkan," demikian Penny Lukito.