Jokowi Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK: Masih Dikaji Menko Polhukam

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 7 Juni 2023 09:49 WIB
Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK, sedang dikaji oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemananan (Menko Polhukam) Mahfud MD. "Masih dalam kajian dan telaah dari Menko Polhukam. Ditunggu saja," kata Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (7/6). Saat ditanya mengenai sikap dan pandangan dirinya atas putusan MK tersebut, Jokowi kembali menegaskan bahwa masih menunggu kajian Menko Polhukam. "Ya nunggu telaah dan kajian Menko Polhukam, ditunggu saja," tegas Jokowi. Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terkait masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian, masa jabatan pimpinan KPK yang sebelumnya empat tahun kini menjadi lima tahun. Adapun permohonan uji materi terkait masa jabatan Pimpinan KPK itu diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. “Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan, Kamis (25/5). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan petinggi atau anggota lembaga independen lainnya dinilai telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, dan diskriminatif. Untuk itu, MK menyatakan ketentuan tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama lima tahun. MK juga menilai jika masa jabatan pimpinan KPK hanya empat tahun, maka DPR mempunyai kewenangan untuk memilih pimpinan KPK sebanyak dua kali. Hal ini dikhawatirkan akan memengaruhi independensi KPK. “Kewenangan DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak dua kali dalam periode masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK, tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan,” Hakim MK Arief Hidayat.