Viral! Hasyim Asy'ari Ceramah Sembelih Sifat Kebinatangan, Ini Isinya

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 5 Juli 2024 11:10 WIB
Mantan Ketua KPU Hasyim Asy’ari [Foto: MI/Aswan]
Mantan Ketua KPU Hasyim Asy’ari [Foto: MI/Aswan]

Jakarta, MI - Nama Ketua KPU Hasyim Asyari mendadak viral dan jadi sorotan publik, setelah dipecat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena terbukti melakukan tindak asusila, kepada anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda berinisial CAT.

Ceramah Hasyim, saat ditunjuk menjadi pengisi khotbah Sholat Idul Adha 1445 Hijriah bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Semarang, Senin 17 Juni 2024 Masehi, pun viral di media sosial.

Dalam ceramah tersebut, Hasyim Asyari membahas sifat kebinatangan yang dimiliki umat manusia. Sifat buruk itu pun harus disembelih, layaknya hewan kurban pada hari raya Idul Adha.

"Agama kita, agama Islam, menetapkan untuk menyembelih kurban binatang berupa hewan ternak, yaitu di antaranya domba, kambing, kerbau, sapi atau unta. Yang dikurbankan adalah binatang," ujarnya Hasyim kala itu.

"Ini mengandung setidaknya dua makna. Pertama, sifat-sifat kebinatangan yang terdapat dalam jiwa manusia harus dikorbankan dan disembelih. Kedua, jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa," sambungnya.

Hasyim Asyari juga mengatakan, sangat banyak sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia. 

Contohnya, sifat mementingkan diri sendiri, sifat sombong, sifat menganggap hanya dirinya dan golongannya yang selalu benar, serta sifat yang memperlakukan selain golongannya sebagai mangsa atau musuh.

"Sifat kebinatangan yang selalu curiga, menyebarkan informasi yang tidak benar, fitnah, rakus, tamak, dan ambisi yang tidak terkendalikan, tidak mau melihat kenyataan hidup, tidak mempan diberi nasihat, tidak mampu mendengar teguran dan lain-lain merupakan sifat-sifat yang tercela dalam pandangan Islam," jelasnya.

Berikut cuplikan isi ceramah Hasyim Asy'ari:

Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail patut kita teladani dan ikuti, dalam pengertian bahwa kita dengan kemampuan yang ada, bersedia memenuhi dan menaati perintah Allah dengan mengorbankan sebagian dari harta yang kita miliki dan mengorbankan apa yang kita lakukan yang dipandang tidak sesuai dengan perintah dan tuntunan Allah.

Pada hari raya Idul Adha diperintahkan kepada mereka yang mampu untuk menunjukkan kesediaan berkurban dengan penyembelihan seekor hewan ternak.

Penyembelihan terhadap hewan qurban itu mengalirkan darah dan menghasilkan daging yang akan dibagi-bagikan kepada yang berhak.

Patut kiranya dicatat bahwa yang dinilai oleh Allah dalam penyembelihan itu bukan darah yang terpancar dan bukan pula daging yang bergelimpangan itu, melainkan kesucian jiwa dan keikhlasan hati serta kesediaan melakukan kurban. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hajj (22) ayat 37:

Artinya: “Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah qurban itu, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian.”

Kesucian jiwa dan keikhlasan hati dalam melaksanakan kurban merupakan satu unsur yang sangat urgen yang harus mendapat perhatian kita. Hal ini merupakan landasan yang menjadi dasar dalam melaksanakan segala perbuatan dan ibadah kita. Pernyataan Allah dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pengorbanan yang ditampilkan tidak dilihat dari segi materi, kuantitas, dan bentuk lahiriah, tetapi yang dilihat adalah keikhlasan dan niat yang memberi kurban.

Perintah berkurban yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim dengan menyembelih putranya, Nabi Ismail, pada hakikatnya adalah ujian bagi kekuatan iman dan takwa Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah ingin melihat sejauh mana kerelaan dan kesediaan keduanya di dalam melaksanakan perintah itu.

Akhirnya, keduanya telah lulus dari ujian Allah dan telah sanggup menunjukkan kualitas iman dan takwa mereka, dan dengan kekuasaan Allah Nabi Ismail yang ketika itu hendak disembelih digantikan dengan seekor kibas oleh Allah.

Hadirin jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,

Agama kita menetapkan untuk menyembelih kurban binatang, berupa hewan ternak: domba, kambing, kerbau, sapi atau unta. Yang dikurbankan adalah binatang.

Ini mengandung setidaknya dua makna, yaitu (1) sifat-sifat kebinatangan yang terdapat dalam jiwa seseorang harus dikurbankan dan disembelih, dan (2) jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa.

Sangat banyak sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia, seperti sifat mementingkan diri sendiri, sifat sombong, sifat yang menganggap bahwa hanya golongannyalah yang selalu benar, serta sifat yang memperlakukan sesamanya atau selain golongannya sebagai mangsa, atau musuh.

Sifat kebinatangan yang selalu curiga, menyebarkan isu yang tidak benar, fitnah, rakus, tamak, dan ambisi yang tidak terkendalikan, tidak mau melihat kenyataan hidup, tidak mempan diberi nasihat, tidak mampu mendengar teguran, dll merupakan sifat-sifat yang tercela dalam pandangan Islam.

Sifat-sifat yang demikian, jika tetap dipelihara dan bercokol di dalam diri seseorang, akan membawa kepada ketidakstabilan dalam hidup, ketidak-harmonisan dengan lingkungan, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sifat-sifat yang demikian ini akan memudahkan jalan bagi terciptanya perpecahan dan ketidaktenteraman dalam kehidupan.

Ajaran Islam dengan ajaran kurbannya menghendaki agar seorang Muslim mau mengorbankan sifat-sifat seperti itu dengan tujuan agar kestabilan dan ketenteraman hidup dalam masyarakat dapat diwujudkan dan kedamaian antara sesama manusia dapat direalisasikan.

Ajaran Islam menghendaki agar kurban yang disampaikan harus binatang yang sempurna sifat-sifatnya, jantan, tidak buta, tidak lumpuh, tidak kurus, dan tidak cacat. Ini mengandung makna bahwa di dalam melakukan kurban, beramal, dan berkarya setiap Muslim dituntut untuk berusaha dalam batas-batas kemampuan maksimal, dengan mengerahkan tenaga secara optimal, tidak bermalas-malasan, tidak melakukan sesuatu dengan sembrono.