Juni 2025, Pengiriman PMI ke Arab Saudi Dimulai, DPR Desak Jaminan Keamanan

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 19 Maret 2025 13:32 WIB
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh. (Dok. MI)
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh. (Dok. MI)

Jakarta, MI - Rencana pencabutan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi menuai kekhawatiran. 

Komisi IX DPR RI akan memanggil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, untuk memastikan skema perlindungan bagi para pekerja sebelum keberangkatan yang dijadwalkan pada Juni 2025.

“Dalam waktu dekat kami akan mengagendakan pemanggilan Menteri P2MI. Kami ingin memastikan bahwa skema perlindungan bagi PMI sudah jelas sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Jangan sampai kasus-kasus kekerasan domestik dan persoalan hukum yang pernah dialami pekerja migran kita terulang kembali,” ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, Rabu (19/3/2025).

Untuk diketahui, Presiden Prabowo telah menyetujui pencabutan moratorium ini. Dalam waktu dekat, rencananya akan dilakukan penandatanganan kesepakatan kerja sama di Jeddah, Arab Saudi. 

Arab Saudi Negeri membuka peluang kerja bagi sekitar 600.000 PMI, dengan 400.000 lowongan di sektor domestik dan 200.000–250.000 di sektor formal. Jika seluruh pekerja berhasil ditempatkan, Indonesia diperkirakan akan menerima devisa sebesar Rp31 triliun.

Nihayatul menegaskan bahwa pencabutan moratorium ini harus dipersiapkan dengan matang.

Ia mengingatkan bahwa hingga kini Arab Saudi belum meratifikasi Konvensi Wina tentang Mandatory Consular Notification (MCN), yang seharusnya mewajibkan mereka memberikan perlindungan lebih luas bagi warga negara asing yang terlibat kasus hukum di sana.

“Selain itu, Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK), yang merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi, juga belum berjalan optimal. Padahal, platform digital ini diharapkan bisa memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja migran dan mengurangi angka kekerasan yang mereka alami,” tuturnya.

Ia menegaskan, bahwa pemerintah harus menjamin perlindungan bagi PMI sejak tahap perekrutan hingga pengawasan selama masa kerja di Arab Saudi. 

“Jangan sampai pencabutan moratorium ini malah membahayakan pekerja migran kita. Hak-hak mereka harus dijamin sejak perekrutan, pelatihan, penempatan, hingga pengawasan di tempat kerja,” tegasnya.

Politisi dari Dapil Jatim III ini juga mendesak pemerintah untuk meningkatkan kerja sama dengan Arab Saudi agar perlindungan bagi PMI benar-benar terjamin.

Salah satu hal yang harus diperjuangkan, menurutnya, adalah memastikan adanya kesetaraan hukum antara pekerja migran Indonesia dan warga negara Arab Saudi dalam kasus pidana.

“Pencabutan moratorium ini harus diiringi regulasi yang ketat serta kerja sama yang kuat antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. Jika tidak, yang dirugikan adalah para pekerja migran kita,” pungkasnya. ***

Topik:

PMI Komisi IX DPR PMI Arab Saudi