Edi Wuryanto: Pemerataan Layanan BPJS Kesehatan Harus Jadi Prioritas Negara
JAKARTA — Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Edi Wuryanto, menegaskan pentingnya pemerataan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ia menyoroti masih adanya kesenjangan layanan antara wilayah perkotaan dan daerah tertinggal yang berdampak pada ketidakadilan sosial dalam pemenuhan hak kesehatan.
“Pasal 28 UUD 1945 jelas menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh layanan kesehatan. Itu artinya setiap penduduk wajib menjadi peserta BPJS agar tidak kehilangan akses pelayanan kesehatan,” ujar Edi dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertema Optimalisasi Perlindungan Jaminan Kesehatan bagi Insan Pers, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Edi menyebut, meski kepesertaan BPJS Kesehatan telah mencapai lebih dari 90 persen, hanya sekitar 70 persen yang masih aktif memanfaatkan layanan. Artinya, masih ada 20–30 persen masyarakat yang belum terlindungi secara optimal. “Itu menjadi tanggung jawab negara untuk memastikan mereka kembali aktif,” tegasnya.
Ia menjelaskan, tantangan lain yang dihadapi BPJS Kesehatan adalah menjaga keseimbangan pembiayaan di tengah tekanan klaim yang mencapai 108 persen. Dengan iuran yang tergolong rendah dan sistem gotong royong, BPJS membutuhkan dukungan fiskal tambahan.
“Pemerintah telah menambah dana sekitar Rp20 triliun dari APBN 2026 untuk memperkuat peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), serta menyiapkan Rp2,5 triliun tambahan jika ada penyesuaian iuran peserta mandiri,” jelasnya.
Edi juga mengapresiasi kebijakan pemutihan tunggakan peserta BPJS Kesehatan karena dinilai mampu menyehatkan neraca lembaga tanpa menghilangkan hak peserta. “Kebijakan ini bukan penghapusan kewajiban, tapi cara agar peserta bisa kembali aktif membayar iuran dan tetap mendapat layanan kesehatan,” katanya.
Namun, Edi menggarisbawahi masalah ketimpangan fasilitas dan tenaga kesehatan antarwilayah sebagai persoalan paling krusial. Ia mencontohkan, pasien jantung di Jakarta jauh lebih mudah mendapatkan layanan spesialis dibandingkan masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) atau Maluku.
“Yang miskin malah lebih sulit mengakses layanan. Padahal prinsip jaminan kesehatan nasional adalah gotong royong — yang kaya membantu yang miskin,” tuturnya.
Ia mendorong pemerintah memperluas pembangunan rumah sakit dan meningkatkan distribusi dokter spesialis ke daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). “Kalau dokter cenderung memilih bertugas di kota, sementara biaya pendidikan spesialis mahal, maka perlu kebijakan yang mengatur agar mereka bersedia ditempatkan di daerah,” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Edi juga mengingatkan pentingnya kepesertaan BPJS bagi kalangan jurnalis. “Wartawan juga pekerja. Jika ada pemberi kerja, maka wajib mendaftarkan karyawannya pada BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Edi menutup dengan menegaskan bahwa jaminan kesehatan adalah hak konstitusional setiap warga. “Tidak boleh ada orang miskin yang sakit lalu bingung membayar biaya. Negara wajib hadir,” tutupnya.
Topik:
BPJS Kesehatan Komisi IX DPR Edi Wuryanto keadilan sosial pemerataan layanan kesehatan jaminan kesehatan nasional layanan kesehatan daerah 3T