Prabowo Kritik Kinerja BUMN, DPR Minta Reformasi dan Profesionalisasi Dipercepat


Jakarta, MI - Presiden Prabowo Subianto memberikan penekanan tegas terhadap kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam pidato penutupan Konferensi Internasional Infrastruktur 2025 yang digelar di Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025), Presiden menilai bahwa banyak BUMN tertinggal jauh dari sektor swasta dalam hal efisiensi, kecepatan, dan ketepatan penyelesaian proyek infrastruktur.
“Kalau kita jujur, sektor swasta—termasuk dari luar negeri—lebih efisien, lebih modern, dan lebih tepat waktu dalam menuntaskan proyek. Bahkan mereka bisa hemat anggaran secara signifikan,” kata Presiden Prabowo di hadapan peserta konferensi.
Pernyataan itu langsung mendapat tanggapan dari Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan. Ia menilai, kritik Presiden justru merupakan bentuk kepedulian terhadap eksistensi BUMN dan seharusnya dijadikan momentum penting untuk melakukan transformasi besar-besaran.
“Presiden ingin BUMN tidak kalah dengan swasta. Ini bukan kritik kosong, tapi harapan agar BUMN bisa lebih maju, lebih berdampak bagi pembangunan nasional,” ujar Nasim saat ditemui pada Jumat (21/6/2025).
Nasim menambahkan, BUMN sebenarnya telah dibekali fondasi nilai kerja yang kuat melalui prinsip AKHLAK—Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Namun, ia menilai penerapan nilai-nilai tersebut belum maksimal di seluruh lini BUMN.
“Kalau AKHLAK itu diterapkan dengan sungguh-sungguh, saya yakin BUMN akan jadi tulang punggung perekonomian yang lebih kuat dari swasta,” katanya.
Nasim mengakui, BUMN memang menghadapi sejumlah tantangan struktural yang tidak dialami sektor swasta. Selain menjalankan fungsi ekonomi, BUMN juga ditugaskan untuk mengemban misi sosial serta pembangunan nasional, yang sering kali mempersulit efisiensi.
“BUMN punya beban ganda. Mereka bukan hanya dituntut profit, tapi juga harus mendukung kebijakan negara seperti penyerapan tenaga kerja, pemerataan ekonomi, hingga pelayanan publik,” jelasnya.
Faktor lain yang membuat BUMN lamban, menurut Nasim, adalah birokrasi yang berbelit, keterlibatan politik dalam pengambilan keputusan, serta ketergantungan pada suntikan dana dari negara.
“Banyak keputusan penting yang harus melalui proses panjang dan kadang dipengaruhi kepentingan non-bisnis. Ini yang memperlambat gerak,” ujarnya.
Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut, Nasim menawarkan sejumlah strategi perbaikan. Pertama, ia menekankan pentingnya transparansi anggaran dan audit independen guna mencegah pemborosan dan praktik korupsi.
“Seluruh pengeluaran BUMN harus terbuka, dan hasil auditnya bisa diakses publik. Ini bagian dari membangun kepercayaan,” katanya.
Kedua, ia mendorong pengelolaan BUMN dilakukan oleh profesional berintegritas, bukan berdasarkan afiliasi politik. Menurutnya, pengelolaan bisnis negara harus menerapkan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
“BUMN butuh manajer yang kompeten, bukan yang dekat kekuasaan. Profesionalisme adalah kunci,” tegasnya.
Selain itu, pemanfaatan teknologi digital juga dianggap penting untuk efisiensi. Mulai dari e-procurement hingga sistem pelaporan real-time dinilai mampu mempercepat proses sekaligus menekan biaya operasional.
Terakhir, Nasim menekankan agar setiap proyek BUMN harus melalui evaluasi ketat atas dasar manfaat ekonomi yang nyata.
“Kalau proyeknya tidak layak secara finansial atau hanya demi pencitraan, lebih baik dibatalkan. Jangan sampai uang rakyat habis untuk proyek yang tidak berdampak,” pungkasnya.
Dengan dorongan Presiden dan dukungan legislatif, masa depan BUMN kini berada di persimpangan penting—antara stagnasi atau lompatan menuju transformasi sejati.
Topik:
BUMN Prabowo Subianto DPR