Terungkap Modus Calon Pendeta di NTT Cabuli 14 Orang Remaja

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 17 September 2022 08:52 WIB
Jakarta, MI - Polres Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkap modus calon pendeta SAS (36) mencabuli 14 orang remaja, yang sebagian remaja yang sebagian besar masih di bawah umur. Kabid Humas Kepolisian Daerah NTT AKBP Ariasandy mengatakan, berdasarkan keterangan para korban, pelaku melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan dengan mengajak para korban untuk bertemu. "Masing-masing korban, diajak bertemu di rumah pendeta yang ditempati SAS, dengan waktu dan lokasi yang berbeda-beda," kata Ariasandy, Sabtu (17/9). Ariasandy mengatakan berbagai modus yang dilakukan pelaku, seperti berpura-pura menyuruh korban mengambil kunci di kamar tidur pelaku di Pastori atau rumah pendeta. "Ada korban lainnya, yang sengaja disuruh membersihkan rumah pastori, mencarikan rambut putih SAS dan membantu masak di pastori," ujarnya. Ariasandy mengatakan saat itulah, pelaku mengikuti korbannya melakukan aksi bejatnya. Ia juga mengatakan pelaku bahkan menakut-nakuti korban dengan merekam aksinya dan mengancam para korban agar tidak melaporkan aksi bejatnya, jika tidak ingin video itu tersebar. Kasus ini terungkap setelah salah satu orangtua korban melapor ke polisi. Adapun SAS diduga telah melakukan perbuatan asusila itu sejak Mei 2021 hingga Maret 2022. Pengacara SAS, Amos Alekssander Lafu menuturkan, kliennya sudah mengakui semua perbuatannya kepada polisi. Ia mengatakan dalam pemeriksaan itu pula, SAS mengklaim mempunyai trauma masa lalu, yakni menjadi korban kekerasan seksual. “Klien saya mengakui semua perbuatannya, dan mengaku punya trauma masa lalu, yakni menjadi korban kekerasan seksual,” ujarnya. Atas perbuatannya, SAS dijerat dengan Pasal 81 ayat 5 Jo Pasal 76 huruf d Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Tersangka SAS juga dikenakan pasal pemberatan karena korbannya lebih dari satu orang. Selain terancam hukuman mati atau seumur hidup, tersangka juga terancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Tak hanya itu, SAS juga terancam dijerat dengan pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksi bejatnya tersebut. #calon pendeta di NTT