Bejat! Calon Pendeta di NTT Perkosa 14 Orang Serta Rekam Aksinya Sendiri

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 17 September 2022 06:58 WIB
Jakarta, MI - Seorang calon pendeta berinisial SAS di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, diduga memperkosa 14 orang remaja yang sebagian besar masih di bawah umur. Pelaku juga merekam sendiri aksi bejatnya itu. "Hasil pengakuan para korban dan tersangka sebelum melakukan aksi asusilanya, tersangka merekam video para korban," kata Kasat Reskrim Polres Alor Iptu Yames Jems Mbau di Kupang, Jumat (16/9). Pelaku juga mengancam para korban agar tidak melaporkan aksi bejatnya, jika tidak ingin video itu tersebar. Kapolres Alor AKBP Ari Satmoko mengatakan, dari 14 korban kekerasan seksual itu, 10 orang adalah anak usia di bawah 17 tahun, sedangkan empat korban lainnya remaja berusia di bawah 19 tahun. Selain menjadi korban kekerasan seksual, belasan anak itu juga menjadi korban pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Penyidik unit PPA Satreskrim Polres Alor telah memeriksa para korban dan orang tuanya. Tak hanya itu, sejumlah korban juga telah menjalankan visum di rumah sakit dan sudah memberikan keterangan terkait kasus ini. "Beberapa korban sudah menjalani visum di rumah sakit dan sudah memberikan keterangan terkait kasus ini," ujarnya. Sementara itu, mengenai akibat yang dialami oleh para korban dari tindak kekerasan seksual yang dilakukan tersangka SAS, AKBP Ari menegaskan hingga kini belum ada. "Kalau akibat langsung sampai hamil belum ada sampai saat ini," ungkapnya. Adapun SAS diduga telah melakukan perbuatan asusila itu sejak Mei 2021 hingga Maret 2022. Pengacara SAS, Amos Alekssander Lafu menuturkan, kliennya sudah mengakui semua perbuatannya kepada polisi. Ia mengatakan dalam pemeriksaan itu pula, SAS mengklaim mempunyai trauma masa lalu, yakni menjadi korban kekerasan seksual. "Klien saya mengakui semua perbuatannya, dan mengaku punya trauma masa lalu, yakni menjadi korban kekerasan seksual," ujarnya. Atas perbuatannya, SAS dijerat dengan Pasal 81 ayat 5 Jo Pasal 76 huruf d Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Tersangka SAS juga dikenakan pasal pemberatan karena korbannya lebih dari satu orang. Selain terancam hukuman mati atau seumur hidup, tersangka juga terancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Tak hanya itu, SAS juga terancam dijerat dengan pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksi bejatnya tersebut.