Kriminalisasi Dirman Rajagukguk oleh PT TPL Menyakitkan

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 25 November 2022 13:17 WIB
Medan, MI - Kasus kriminalisasi Dirman Rajagukguk oleh PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dinilai telah menyayat hati dan melukai perasaan. Dirman Rajagukguk warga adat Tukko Ni Solu divonis hakim Pengadilan Negeri Balige dengan hukuman 3 tahun penjara. "Apa yang dialami oleh pak Dirman Rajagukguk membuat kita semua sangat sedih dan marah. Perjuangan marga Rajagukguk di Huta Tukko Ni Solu untuk merebut kembali hak ulayatnya dari tangan KLHK dan PT. TPL berusaha dipatahkan dengan pengaduan kriminalisasi ke polisi oleh managemen PT. TPL," tegas Aktivis Masyarakat Adat Abdon Nababan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (25/11). Mantan Sekjen AMAN 2007-2017 dan Ketua Dewan AMAN Nasional 2017-2022 itu menuturkan, modus kriminalisasi yang dilakukan oleh PT.TPL ini telah menjadi senjata untuk membungkam para korban perampasan hak adat di banyak tempat. Dia mengungkap kasus saat ini kriminalisasi yang kedua. Abdon Nababan pun mengungkap keprihatinannya atas putusan Majelis Hakim di PN Balige yang tidak berupaya menemukan keadilan substansial yang mengakar pada fakta historis dan kultural keberadaan marga Rajagukguk di Huta Tukkonisolu yang sudah ratusan tahun. "Majelis Hakim memutus perkara hanya atas pertimbangan adminitrasi kawasan hutan yang itu pun statusnya belum terbukti berkekuatan hukum tetap. Kasus ini mengarah pada pengadilan yang sesat," tegasnya. Menurutnya, apa yang dialami Dirman adalah praktik kriminalisasi yang hanya didasarkan pada pembuktian administratif. Hal ini harus dihentikan untuk mencegah semakin banyak korban kriminalisasi karena kelalaian Negara mengadministrasikan keberadaan masyarakat adat. Penggalangan surat dukungan ini merupakan aksi kolektif untuk melawan pengadilan sesat karena mengabaikan fakta historis dan sosiologis dari kasus-kasus kriminalisasi seperi yang menimpa Dirman Rajagukguk. Abdon menegaskan, seluruh masyarakat adat yang wilayah adatnya dirampas menjadi kawasan hutan potensial jadi korban seperti yang dialami Dirman Rajagukguk. "Marga Rajagukguk di Huta Tukko Ni Solu tidak pernah diberitahu dan dimintai persetujuan oleh Pemerintah, dalam hal ini KLHK, bahwa wilayah adat mereka telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan. Kita harus terus melawan cara-cara KLHK yang sewenang-wenang ini," katanya. Ratusan lembaga maupun individu yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil dan Masyarakat Adat pun telah mengajukan surat kepada Pengadilan Tinggi Medan untuk membebaskan Dirman Rajagukguk dari segala tuduhan. Aliansi mendesak Hakim Banding di Pengadilan Tinggi mempertimbangkan fakta historis dan sosiologis keberadaan marga Rajagukguk di Huta Tukkonisolu yang ratusan tahun lebih dulu ada sebelum Negara RI berdiri. UUD 1945 sudah menjamin hak-hak asal-usul atau hak tradisional mereka untuk diakui dan dihormati oleh Negara. "Kelalaian Negara mencatat dan mengadministrasikan mereka sebagai masyarakat adat. Termasuk kelalaian Bupati Toba yang belum melaksanakan Perda Tanah Ulayat, bukanlah kesalahan mereka. Pak Dirman Rajagukguk tidak sepantasnya memikul kesalahan Negara yang abai dan lalai," tandas Abdon. [Lin]
Berita Terkait