Dana Jaya Rahmat Korban Kriminalisasi Mafia Tanah Diputus Bebas

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 20 Juli 2023 18:10 WIB
Tangerang, MI - Dana Jaya Rahmat (62) berjalan bak orang merdeka dari Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang, setelah di putus bebas tidak bersalah dari seluruh dakwaan oleh majelis hakim yang diketuai oleh hakim tinggi, Achmad Riva’i pada Pengadilan Tinggi Banten, Selasa (18/7). Penasehat hukum Dana Jaya, Natado Putrawan dari kantor hukum Lex Bellator menyatakan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Banten atas putusan Pengadilan Negeri Tangerang yang menghukumnya 1 tahun dan 6 bulan. “Tepatnya pada 13 Juli 2023, Pengadilan Tinggi Banten memutus untuk menerima permohonan banding terdakwa dan memutus membatalkan Putusan PN Tangerang, untuk kemudian mengadili sendiri membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan dan memerintahkan untuk segera membebaskan terdakwa dari tahanan dan dipulihkan martabatnya," ujar Natado, Kamis (20/7). Natado menjelaskan bahwa sebelumnya Dana Jaya didakwa dengan tiga dakwaan alternatif yaitu pasal 263 KUHP sebagai dakwaan primair, pasal 264 sebagai dakwaan subsidair, dan lebih subsidair pasal 266 KUHP. “Sebenarnya klien kami melawan salah satu anak usaha dari PT Alam Sutera Realty Tbk, yakni PT. Tangerang Matra Real Estate pada perkara perdata sengketa kepemilikan sebidang tanah yang didapat klien kami dari warisan orang tuanya, yang terletak di Kelurahan Kunciran, Tangerang,” jelasnya. Perkara perdata sengketa kepemilikan tersebut berujung pada PT. Tangerang Matra Real Estate melaporkan Dana Jaya telah memalsukan AJB yang didapatnya dari orang tuanya, (Alm) M. Suhadi. Selanjutnta l aporan PT. Tangerang Matra Real Estate pada Polres Metro Tangerang Kota tersebut, berujung pada penetapan tersangka yang dinyatakan P21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang dan mulai disidangkan oleh di Pengadilan Negeri Tangerang pada awal tahun 2023. “Jadi sebetulnya klien kami menggugat secara perdata PT. Tangerang Matra Real Estate, dan menang sampai tingkat Banding. Namun karena tidak puas diputus kalah dan tidak berhak atas tanah tersebut, klien kami malah dilaporkan telah memalsukan AJB yang didapat dari orang tuanya," ungkapnya. "Rupanya peristiwa pelaporan dugaan pemalsuan itu tidak lain adalah untuk mendapatkan novum guna mengajukan peninjauan kembali (PK) pada perkara perdatanya. Ini luar biasa keliru, tanda bukti laporan polisi dijadikan novum, itu namanya prematur kalau kita merujuk ke rumusan kamar perdata Mahkamah Agung (MA), tanda bukti laporan polisikan sifatnya masih dugaan," sambungnya. Lebih lanjut, Natado menjelaskan bahwa kekeliruan penegakan hukum tersebut rupanya berlanjut tatkala permohonan peninjauan kembali yang menggunakan tanda bukti laporan sebagai novum tersebut diputus kabul oleh MA. Natado yang sebenarnya sudah menduga hal tersebut akan terjadi, bersama timnya sudah melaporkan kekeliruan penegakan hukum tersebut kepada Badan Pengawas (Bawas) MA dan Komisi Yudisial (KY). Menurutnya hal ini merupakan permainan mafia tanah skala tinggi yang tentunya berjejaring ke lingkaran atas. "Tapi kami percaya bahwa masih ada hakim-hakim yang bermartabat dan tidak terpengaruh dari itu permainan oknum," ungkapnya. Peninjauan kembali dengan novum tanda bukti laporan yang dikabulkan itu, kata Natado, rupanya putusan peninjauan kembali-nya dijadikan salah satu dakwaan dasar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Ya itu sih benar-benar keliru ya. Makanya kami terus langsung banding sewaktu kemarin klien kami diputus 1 tahun 6 bulan, rupanya di tingkat banding malah di putus bebas. Kami juga sudah adukan terkait peninjauan kembali yang diputus kabul tersebut melalui Surat Aduan Sans Prejudice kami kepada Bawas MA dan KY,” jelas Natado. Natado pun menambahkan bahwa pihaknya mengapresiasi terobosan hukum progresif yang dilakukan oleh majelis hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Banten yang berani menempatkan keadilan di atas kepastian hukum, hingga memberikan keadilan yang sebenarnya kepada kliennya. “Ya kita apresiasi ya, sintesa hukum Indonesia yakni hukum progresif sudah semakin berkembang saat ini. Putusan Nomor 78/Pid/2023/PT.Btn yang menbebaskan klien kami dari seluruh dakwaan adalah bukti kecermatan dan keberanian hakim. Bahwa memang tidak pernah ada uji laboratorium kriminalistik terhadap AJB yang diduga palsu tersebut," jelasnya. Meski saksi-saksi dan ahli berpendapat itu palsu, kata dia, tetap saja sifatnya mereka formil dalam perkara pemalsuan, bukti materilnya tetap saja harus ada uji lab kriminalistik. Namun ternyata tidak ada, padahal Hakim menganggap uji lab kriminalistik itu bersifat materiil dan menentukan. Oleh karenanya tanpa ragu hakim membebaskan klien kami dari seluruh dakwaan. "Itu yang namanya Hukum Progresif, keadilan memiliki kedudukan yang tinggi. Seperti adagium yang mengatakan summum ius summa injuria, summa lex summa crux yang berarti hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya” tutupnya. (Sabam Pakpahan)
Berita Terkait