Pesien Tuberkulosis MDR Diduga jadi Eksperimen Obat, Kadinkes Kabupaten Bekasi Tutup Mulut

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 15 April 2024 15:11 WIB
Gedung Perkantoran Pemkab Bekasi, Jawa Barat (Foto: Ist)
Gedung Perkantoran Pemkab Bekasi, Jawa Barat (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kepala Dinas Kesehatan, Kabupaten Bekasi, dr Alamsyah nampaknya enggan menanggapi keluhan pasien Tuberkulosis Multi Drug Resistan (TB-MDR) dan pembiayaannya, Senin (15/4/2024).

Beragam keluhan pasien TB-MDR di RSUD Kabupaten Bekasi yang diduga efek samping obat keras yang dikonsumsi, dan pembagian enabler oleh pihak ketiga, ketika dikonfirmasi secara tertulis, tidak mendapat tanggapan dari dr Alamsyah.

Menurut pasien yang divonis dr Poli Klininik TB-MDR RSUD Kabupaten Bekasi menderita tuberkulosis multi drug resistan (TB-MDR) dan dikasih obat, setelah 3 hari mengkonsumsi obat yang diberikan dr Poli Klinik, tiba-tiba kondisi fisik si pasien mengalami penurunan, yang pertama akibat hilangnya selera makan.

Kemudian penglihatan jadi buran nyaris buta, kulit hitam pekat sepeerti terbakar, otot terasa nyeri dan bengkak hingga nyaris lumpuh, gangguan pada jantung.

Berat badan kata penderita TB-MDR terus menurun hingga puluhan kilo gram sepanjang pengobatan minimal selama 2 tahun sejak divonis dr Ploi Klinik menderita TB-MDR. 

Padahal, sebelum dinyatakan positif menderita TB-MDR, mereka (pasien-pasien) TBMDR tersebut mengaku hanya menderita batuk, dan ketika dilakukan Rekam Jantung, Rontgen Paru, Pengambilan sampel dahak, Test Psikoloi, Periksa mata, kondisi fisik mereka masih normal-normal, terkecuali batuk .

Namun setelah dinyatakan positif TB-MDR dan diberi obat kata sumber, beragam penyakit dirasakan yang diduga akibat efek obat yang dikonsumsi. 

 

Ketika efek obat tersebut dikeluhkan ke dr Poli Klinik lanjut sipasien, dr hanya memberi obat tambahan untuk dikonsumsi selama 5 hari, dan kalau pun obat tambahan tersebut dimakan, mamfaatnya tidak efektif mengurangi rasa sakit.

 

Munculnya penyakit baru yang diduga akibat efek obat yang diberikan dr Poli Klinik, kata sipasien, menyulut kecurigaan kalau pasien-pasien TB MDR dijadikan eksperimen atau kelinci percobaan terhadap obat-obat yang diberikan dr Poli MDR.

 

Perawatan panjang hingga menghabiskan waktu 2 tahun masa pengobatan tuberkulosis menurut pasien yang enggan disebut namanya justru disebabkan hilangnya nafsu makan akibat efek obat yang diberikan dr Poli Klinik. 

 

"Bagaimana mungkin bisa lekas sembuh jika selera makan saja hilang yang diduga akibat efek obat hingga mengakibatkan stamina kita terus menurun? Makanya teman-teman yang istilah kami disebut para pejuang sembuh, ada yang sampai 2 tahun lamanya menderita macam-macam penyakit setelah makan obat TB-MDR," kata pasien merinisial MA.

 

Pasien yang divonis menderita TB-MDR yang mengaku pernah disuruh dr Poli Klinik berhenti sementara makan obat karena terjadi gangguan jantung mengaku cemas sepanjang mengikuti pengobatan di Poli Klinik TB MDR. 

 

Dia mengaku khawatir jika setelah tuberkulosisnya sembuh malah akan muncul penyakit serius akibat efek obat yang dikonsumsi selama 2 tahun.

 

Apalagi menurut pasien yang enggan disebut namanya ini, pihak Poli Klinik TB MDR atau pihak RSUD kurang transparan termasuk mengenai pembiayaan.

 

 "Masing-masing pasien TB MDR menerima enabler Rp.600.000,- per bulan, katanya uang operasional. Kita juga wajib memiliki pendamping yang ditunjuk oleh Poli Klinik, tetapi pembiayaan ini sampai sekarang tidak jelas, darimana, bagaimana mekanisme pencairannya, berapa sesungguhnya nilainya yang harus diterima pasien, apalagi pencairan enabler sering terlambat, bagaimana pengawasannya," kata sipasien.

 

Ketika keluhan-keluhan pasien TB MDR tersebut dikonfirmasi secara tertulis melalui surat Nomor:002/RED-MI/KONF/I/2024 tertanggal 29 Januari 2024 kepada Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Bekasi, dr. Alamsyah tidak merespon. 

 

Sedikitnya 20 poin pertanyaan yang disampaikan, termasuk mengenai diwajibkannya pasien menandatangani surat persetujuan yang isinya terdapat berbunyi:

 

"Menerima segala resiko yang tidak menguntungkan, atau apabila terjadi hal yang tidak diinginkan yang merupakan efek samping dari pengobatan TB MDR ini".

Dan pihak Poli Klinik sudah mengetahui efek samping obat yang diberikan, dan bahkan sudah dikeluhkan langsung oleh pasien.

Namun dr Poli Klinik tetap memberikan obat-obat tersebut tanpa mengurangi atau merobahnya, namun oleh Kadinkes Kabupaten Bekasi memilih diam tanpa memberikan penjelasan kepada pasien maupun awak media

Berita Terkait