Pertemuan PKD Kabupaten Blitar, Wartawan Diusir Saat Lakukan Liputan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Oktober 2024 23:59 WIB
Bhagas Wigasto, saat menyampaikan keterangan pers usai acara. (Foto: Dok MI/Joko Prasetyo)
Bhagas Wigasto, saat menyampaikan keterangan pers usai acara. (Foto: Dok MI/Joko Prasetyo)

Blitar, MI - Sebuah insiden pengusiran wartawan terjadi saat acara silaturahmi yang diselenggarakan Paguyuban Kepala Desa (PKD) Kabupaten Blitar, pada Kamis (10/10/2024).

Acara yang berlangsung di Hotel Grand Mansion, Kota Blitar ini menjadi perhatian publik, terutama karena berlangsung di tengah masa kampanye Pilkada 2024.

Sejumlah wartawan yang hadir untuk meliput acara tersebut ditolak masuk ke dalam ruang pertemuan. Salah seorang pembicara bahkan secara tegas menyampaikan, 

"Saya kepala desa, saya juga punya media. Tidak semua hal bisa dipublikasikan," ujar salah seorang yang turut hadir dalam acara tersebut.

Pernyataan ini memicu kekhawatiran tentang transparansi acara tersebut, terutama mengingat kewajiban pejabat publik, seperti kepala desa, untuk bersikap netral selama Pemilu.

Pertemuan yang dihadiri ratusan kepala desa ini semakin mencurigakan setelah diketahui bahwa peserta acara diwajibkan menyerahkan ponsel mereka sebelum memasuki ruangan.

Ponsel-ponsel tersebut dikumpulkan dalam sebuah kardus, menambah kesan bahwa pertemuan tersebut berlangsung sangat tertutup.

Ketua DPC Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Kabupaten Blitar, Tri Haryono, yang juga hadir dalam acara tersebut, diduga PP juga turut mengusir wartawan dari lokasi. 

Dengan nada ketus, ia mengatakan, "Selain kepala desa, mohon keluar," yang semakin memperkeruh suasana.

Usai acara, Bhagas Wigasto, Kepala Desa Rejowinangun sekaligus Humas Papdesi, menyampaikan permintaan maaf dan mengaku bahwa pengusiran wartawan terjadi karena miskomunikasi. 

Ia menjelaskan bahwa pengumpulan ponsel bertujuan agar peserta fokus pada acara, dan menegaskan bahwa pertemuan tersebut tidak terkait dengan Pilkada.

Namun, tindakan ini menuai kritikan karena dianggap melanggar kebebasan pers. Menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugasnya merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Pasal 18 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta.

Insiden ini menambah sorotan publik terhadap netralitas pejabat publik menjelang Pilkada, serta memicu diskusi tentang pentingnya transparansi dalam setiap acara yang melibatkan pejabat negara. (Joko Prasetyo)

Topik:

Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Blitar Blitar