Lembaga Jaringan Aktivis Anoa Nusantara Mendesak Kementerian Kehutanan, Lingkungan Hidup dan ESDM untuk segera Mencabut Legalitas PT GKP

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 1 Mei 2025 17:11 WIB
Lembaga Jaringan Aktivis Anoa Nusantara (Foto: Dok MI)
Lembaga Jaringan Aktivis Anoa Nusantara (Foto: Dok MI)

Sulawesi Tenggara, MI- Jaringan Aktivis Anoa Nusantara (Janusa) menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dalam rangka penegasan untuk melaksanakan 3 putusan Mahkamah Agung (MA) dan 1 Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP).

Lembaga Janusa tersebut mendesak Kementerian Kehutanan untuk segera mencabut Izin Pinjam Pakai Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT GKP.

Pasalnya, perusahaan tersebut hingga saat ini diduga masih tetap melakukan penambangan di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra)

"Perusaahan PT GKP tak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan IPPKHnya, sehingga kami mengadukan agar IPPKH PT GKP segera di cabut oleh Kementerian Kehutanan," kata La Ode Aindo dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/4/2025).

Berdasarkan putusan MA Nomor 57 P/HUM/2022 dan 14 P/HUM/2023, telah membatalkan alokasi ruang tambang dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konkep.

Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 7 Oktober 2024 lalu juga telah mengabulkan upaya kasasi warga Pulau Kecil Wawonii, Sulawesi Tenggara, dalam perkara kasasi nomor 403 K/TUN/TF/2024.

Majelis Hakim MA membatalkan putusan judex facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta nomor 367/B/2023/PT.TUN.JKT dan menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bernomor: 167/G/TF/2023/PTUN.JKT.

Hal ini seharusnya di tindak lanjuti oleh Kementerian Kehutanan, agar membatalkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT Gema Kreasi Perdana juga buat tambang nikel. 

"kami telah meminta kepada Kementerian Kehutanan untuk mencabut IPPKH PT GKP, dan di sampaikan oleh mereka bahwa pencabutan IPPKH segera akan di proses dan akan dicabut," ujar La Ode Alindo.

Selain itu, mahasiswa hukum Jakarta itu menekankan melalui putusan Mahkamah Agung terbaru, PT GKP sudah tak memiliki legitimasi hukum dan sosial di Wawoni untuk melakukan pertambangan.

Sekiranya, menurut dia penegak hukum agar menindak aktivitas PT GKP di pulau kecil dengan berdasarkan pada aturan perundang-undangan yang diperkuat dengan empat putusan pengadilan, tiga putusan Mahkamah Agung dan satu putusan Mahkamah Konstitusi.

Dalam putusan MK berlaku untuk semua wilayah pulau-pulau kecil, tidak hanya Wawoni, olehnya itu pemerintah wajib mencabut semua perizinan tambang di pulau-pulau kecil dan putusan MA seharusnya menjadi pedoman untuk dilaksanakan.

Atas nama negara hukum, PT GKP harus tunduk pada putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai dua lembaga peradilan tertinggi. 

Karena putusan in casu memiliki konsekuensi administratif, pidana maupun keperdataan, maka sebelum aktivitas PT GKP menimbulkan kerugian lebih besar, maka Menteri KLHK maupun Menteri ESDM harus menunjukkan itikad baik dengan segera menertibkan kegiatan pertambangan.

Namun di luar dugaan KLH RI baru-baru ini memberikan penghargaan kepada PT GKP melalui Gubernur Sulawesi Tenggara, penghargaan itu berupa Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusaahn Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) peringkat biru tahun 2023-2024.

"Semacam ada dugaan konspirasi baru yang di lakukan oleh KLH atas pemberian PROPER biru kepada GKP. Kok perusahaan yang status legalitasnya telah di putuskan oleh MA dan MK masih juga di apresiasi, ini kan aneh bin ajaib, ada apa dengan KLH?," imbunya.

Lebih lanjut, pihaknya akan melakukan advokasi kembali ke Kementerian Lingkungan Hidup untuk meminta membatalkan PROPER kepada PT GKP, karna diduga mengesamping kerusakan ekologi di sekitaran perusahaan tersebut.

Dirinya menilai, bahwa tidak ada indikator yang jelas atas pemberian PROPER tersebut, terlebih lagi objek pemberian PROPER ini sedang bermasalah.

"Kami menduga bahwa pemberian PROPER ini kepada GKP akan di jadikan sebagai novum baru yang akan di tampilkan di peninjauan kembali oleh GKP nantinya. Tentu hal ini sangat berbahaya maka perlu kiranya KLH harus merevisi kembali PROPER biru tersebut," sambungnya.

Selain itu juga, Lembaga Janusa akan bertandang ke Kementerian ESDM Republik Indonesia pekan depan untuk menuntut agar IUP PT GKP segera dicabut.

"Gerakan ini akan terus berlanjut sampai PT GKP benar-benar dihentikan, selanjutnya kami akan menuntut KESDM untuk mencabut legalitas PT GKP yang berdasar pada keputusan MK atas larangan pertambangan di pulau-pulau kecil," tegasnya.

Topik:

Sulawesi Tenggara Janusa PT Gema Kreasi Perdana