Pemprov Malut Korbankan 7.900 Hektar Hutan Demi Tambang Emas PT TUB


Sofifi, MI - Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) memfasilitasi pertemuan penting antara Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat dan Halmahera Utara bersama PT Tri Usaha Baru (PT TUB), perusahaan tambang emas yang beroperasi di wilayah tersebut. Pertemuan digelar Kamis (15/5) di Kantor Gubernur Maluku Utara, Sofifi, sebagai upaya menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul seputar aktivitas pertambangan, termasuk protes masyarakat terkait ganti rugi lahan, dampak lingkungan, dan transparansi rekrutmen tenaga kerja.
Rapat yang turut dihadiri Kapolda Maluku Utara, jajaran Forkopimda dari kedua kabupaten, serta perwakilan masyarakat lingkar tambang Kecamatan Loloda Tengah, menjadi momentum strategis guna membuka komunikasi konstruktif antara semua pihak.
PT Tri Usaha Baru diketahui telah mengantongi dua izin utama, yakni Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 7.700 hektar dan izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 200 hektar dari Kementerian Kehutanan. Total konsesi tersebut mencapai 7.900 hektar, sebagian wilayahnya bersinggungan dengan lahan masyarakat di Halmahera Utara.
Wakil Gubernur Maluku Utara, Sarbin Sehe, menyatakan dukungannya terhadap pertemuan ini sebagai sarana membangun komunikasi yang sehat dan strategis.
“Pada dasarnya pemerintah mendukung jalannya investasi di Maluku Utara, karena dengan investasi suatu daerah akan maju. Namun yang perlu diingat, jangan sampai investasi mengorbankan hak masyarakat setempat,” tegas Sarbin.
Ia menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang bijak dan berkelanjutan, serta memperkuat infrastruktur untuk mendukung potensi daerah.
“Potensi sumber daya alam Maluku Utara ini sangat kaya. Namun potensi tersebut tidak akan berarti jika tidak diikuti dengan langkah nyata investasi dan penguatan infrastruktur,” tambahnya.
Direktur PT Tri Usaha Baru, Yakobus Bulo, menegaskan bahwa perusahaan menjalankan operasional sesuai dengan izin yang telah diberikan negara.
“Berdasarkan izin, kami hanya diberikan izin mengelola. Nanti semua itu dikembalikan ke negara. Ada dua izin yang sudah kami kantongi, yaitu izin pertambangan sekitar 7.700 hektar dan izin pinjam pakai dan kelola hutan dari kehutanan seluas 200 hektar,” jelas Yakobus.
Terkait wilayah operasi, Yakobus mengklarifikasi bahwa secara hukum izin diterbitkan untuk wilayah Halmahera Barat.
“Cuman memang Desa Roko ini perbatasan langsung dengan wilayah dalam lingkar tambang,” ujarnya.
Mengenai keberadaan lahan masyarakat Halmahera Utara yang masuk konsesi tambang, Yakobus menyebut masih dalam proses verifikasi.
“Untuk berapa luas lahan masyarakat Halmahera Utara yang masuk dalam area tambang, itu yang kami masih cari tahu saat ini. Pemerintah provinsi telah menyampaikan bahwa silakan masyarakat buktikan kepemilikannya, dan kami dari pihak perusahaan akan berusaha untuk mencari data-data itu,” tuturnya.
Yakobus juga menegaskan komitmen perusahaan untuk memberikan manfaat sosial kepada masyarakat.
“Hadirnya sebuah tambang itu harus bermanfaat bagi masyarakat. Kendala kami selama ini yang membuat kami tersendat-sendat dalam bekerja hari ini sudah kita bicarakan dan cari solusinya,” imbuhnya.
Dalam hal ganti rugi lahan, Pemprov Malut akan menunjuk tim appraisal independen untuk menentukan nilai kompensasi yang adil.
“Sudah tentu pemerintah provinsi sudah ada kriteria dalam bagaimana cara menentukan harga. Untuk tim appraisal, yang pastinya bukan dari pihak perusahaan. Jika itu ditunjuk oleh pihak perusahaan, nanti dinilai tidak benar dan dituduh ada keberpihakan,” ujar Yakobus.
Ia berharap semua pihak menerima hasil dari tim appraisal yang telah ditunjuk dan bersumpah oleh negara.
Bupati Halmahera Barat, James Uang, menyampaikan apresiasi atas peran pemerintah provinsi yang memfasilitasi mediasi antara dua kabupaten dan masyarakat lingkar tambang.
Ia menyatakan kesepakatan telah dicapai dalam lima poin penting yang menjadi dasar pelaksanaan investasi.
“Pada prinsipnya pemerintah dan masyarakat itu mengamankan investasi ini harus berjalan dengan baik. Namun demikian, hak-hak masyarakat juga harus dilindungi oleh pihak perusahaan, dan semua sudah ditandatangani. PT TUB siap melaksanakan kewajiban mereka berdasarkan kesepakatan yang sudah ditandatangani bersama,” kata James.
Menurutnya, investasi merupakan kebutuhan penting bagi pembangunan daerah.
“Namanya pemerintah daerah, siapapun pasti investasi itu menjadi kebutuhan penting. Saya sering katakan tidak akan ada suatu daerah yang akan maju tanpa kehadiran investasi di suatu daerah. Mau harap APBD atau yang lain, itu tidak bisa. Untuk itu investasi ini harus diamankan betul-betul. Investasi jalan, tapi masyarakat harus terlindungi semua, sehingga keduanya bisa berjalan,” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Halmahera Utara, Piet Hein Babua, mengungkapkan pertemuan membahas berbagai aspek, mulai dari hukum, administrasi, hingga lingkungan.
“Kesepakatan yang kami ambil ini menurut kami sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kita berharap ketika keputusan ini diambil, perusahaan atau investasi bisa berjalan secara baik, tapi di sisi lain hak-hak masyarakat juga bisa ditangani secara baik,” ujarnya.
Meski secara administratif izin berada di wilayah Halmahera Barat, sebagian lahan tambang merupakan milik masyarakat Halmahera Utara.
“Untuk itu, selaku pemerintah kami berkewajiban memfasilitasi berbagai kepentingan masyarakat dengan PT TUB,” tambahnya.
Piet Hein juga menegaskan kesiapan pemerintah daerah dan provinsi dalam memfasilitasi dialog dan kesepakatan, termasuk kesediaan PT TUB melakukan ganti rugi.
“Soal pertambangan, ada undang-undang tentang pembagian dari berapa persen untuk daerah penghasil dan berapa persen untuk daerah perbatasan yang sudah diatur dalam undang-undang. Meskipun wilayahnya tidak masuk di Halmahera Utara, namun bersinggungan langsung dengan daerah penghasil, maka kami yang merupakan daerah perbatasan juga mendapat bagian sesuai yang diatur dalam undang-undang,” tutupnya. (Jainal Adaran)
Topik:
Maluku Utara TUB