Strategi Digital Sherly Tjoanda Ubah Wajah Pendataan Harga Pangan di Malut

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 18 Juli 2025 10:09 WIB
Kepala Dinas Pangan Malut, Dheni Tjan (Foto: Dok MI)
Kepala Dinas Pangan Malut, Dheni Tjan (Foto: Dok MI)

Sofifi, MI - Upaya menstabilkan harga pangan terus digenjot oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) melalui transformasi digital dan kolaborasi lintas daerah. Langkah ini menjadi bagian dari komitmen besar Gubernur Malut, Sherly Tjoanda, bersama Wagub Sarbin Sehe, dalam menekan gejolak harga sembako dan bahan kebutuhan pokok lainnya di daerah kepulauan yang masih mengandalkan pasokan pangan dari luar provinsi.

Gagasan besar itu dituangkan lewat Pertemuan Koordinasi Enumerator Kabupaten/Kota yang digelar Dinas Pangan Malut di Sofifi, Kamis (17/7). Pertemuan ini menghadirkan seluruh petugas pendata harga pangan dari 10 kabupaten/kota. Kegiatan tersebut tidak hanya menjadi ajang konsolidasi, tetapi juga forum strategis untuk memperkuat jaringan informasi antarwilayah.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Asisten I Setda Malut, mewakili Gubernur Sherly Tjoanda, yang menyampaikan pentingnya kehadiran data yang akurat dan real time dalam pengambilan kebijakan pengendalian inflasi dan intervensi pasar.

Dalam sesi wawancara usai kegiatan, Kepala Dinas Pangan Malut, Dheni Tjan, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk menjawab tantangan nyata di lapangan terkait ketersediaan dan fluktuasi harga pangan.

“Pertemuan koordinasi kabupaten/kota ini merupakan tindak lanjut program unggulan Gubernur Sherly Tjoanda dan Wakil Gubernur Sarbin Sehe, khususnya dalam pengendalian harga sembako dan barito,” tegas Dheni Tjan.

Lebih jauh, Pemprov Malut kini mendorong penguatan sistem pendataan dan pelaporan harga pangan secara digital. 

Para enumerator tidak lagi hanya bertugas mencatat harga, tetapi juga memastikan data tersebut masuk secara konsisten dalam sistem nasional.

Isu lain yang mengemuka adalah kendala teknis dan geografis dalam proses pengumpulan data harian di berbagai daerah, khususnya wilayah kepulauan. 

Oleh karena itu, forum ini juga membahas berbagai permasalahan yang dihadapi enumerator dalam menjalankan tugas mereka.

“Kegiatan ini menjadi ruang diskusi bagi para petugas pendataan harga pangan kabupaten/kota untuk menyampaikan hambatan yang mereka temui di lapangan. Ini penting agar kita bisa evaluasi dan memperkuat koordinasi antardaerah,” ujar Dheni.

Selain memperkuat jaringan pendataan, forum ini juga menjadi landasan bagi kerja sama lintas provinsi dalam pengelolaan informasi pangan. Salah satu bentuk konkret adalah pertukaran data harga dan neraca pangan dengan provinsi lain.

Pemprov Malut telah menjalin kerja sama strategis dengan dua provinsi besar di Pulau Jawa, yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah. 

Bentuk kolaborasi ini mencerminkan keseriusan Gubernur Sherly Tjoanda dalam membawa Malut keluar dari ketergantungan informasi sepihak.

“Nantinya kita akan menggelar pertemuan lanjutan untuk membahas neraca pangan wilayah. Ini adalah bagian dari kerja sama dengan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang sudah dituangkan dalam MoU,” jelas Dheni.

Kunjungan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, ke Malut beberapa waktu lalu menjadi momentum penting untuk mendorong kerja sama antarwilayah. Kesepakatan serupa juga diteken antara Gubernur Malut dan Gubernur Jawa Tengah di Batam pada 14–15 Juli.

Poin utama dalam perjanjian itu adalah pertukaran informasi pangan, yang diharapkan memperkaya data dan strategi pengendalian harga. 

Dengan adanya aliran informasi dari provinsi besar, Malut dapat memperkirakan tren harga dan mengambil langkah lebih cepat dalam pengendalian.

“Ini tindak lanjut dari kunjungan Gubernur Jawa Timur, serta penandatanganan MoU dengan Jawa Tengah. Salah satu poin pentingnya adalah pertukaran informasi harga pangan antarprovinsi,” kata Dheni.

Dari sisi makro, Pemprov Malut mencatat bahwa inflasi daerah pada Juni masih dalam kategori terkendali. 

Namun stabilitas ini bukan berarti tanpa tantangan. Keseimbangan harga antara produsen dan konsumen tetap menjadi perhatian utama.

Stabilitas inflasi yang baik tidak boleh menekan harga hingga titik rendah yang bisa merugikan petani. Sebaliknya, harga tinggi juga tidak diinginkan karena bisa membebani masyarakat sebagai konsumen akhir.

“Inflasi Malut di bulan Juni tercatat 2,01 persen. Ini masih dalam batas wajar. Tapi kita harus menjaga keseimbangan agar tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah,” jelasnya.

Masalah utama yang mempengaruhi fluktuasi harga pangan di Malut adalah faktor distribusi. Sebagian besar kebutuhan pangan masyarakat masih didatangkan dari luar daerah, yang berarti ongkos kirim dan rantai pasok menjadi faktor dominan penentu harga.

Selain itu, untuk komoditas pangan lokal pun tidak lepas dari variabel biaya produksi yang ikut menentukan nilai jual di pasar. 

Oleh karena itu, data akurat sangat dibutuhkan agar kebijakan subsidi atau intervensi tidak salah sasaran.

“Harga pangan itu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan distribusi. Karena banyak yang kita datangkan dari luar daerah, maka biaya pengiriman punya dampak langsung ke harga pasar,” terang Dheni.

Saat ini, sistem pendataan harga pangan di Malut sudah terhubung dengan aplikasi Panel Harga milik Badan Pangan Nasional. 

Para enumerator di lapangan setiap hari melaporkan harga ke sistem ini yang terintegrasi dengan website Dinas Pangan Malut.

Dengan sistem tersebut, masyarakat umum bisa mengakses harga pangan secara real time. Tidak hanya untuk Malut, tetapi juga wilayah lain di seluruh Indonesia.

“Petugas enumerator kita setiap hari input data ke aplikasi Panel Harga milik Bapanas. Data ini bisa diakses melalui website dinas pangan yang sudah terintegrasi,” tutur Dheni.

Namun, akses digital bukan satu-satunya solusi. Pemprov Malut juga tengah menyusun rencana pengadaan monitor harga pangan yang bisa dipasang di ruang publik agar informasi harga bisa lebih mudah diakses, bahkan tanpa koneksi internet atau gawai.

Monitor digital tersebut direncanakan akan dipasang di Kantor Dinas Pangan, Kantor Gubernur, hingga pasar-pasar utama di Malut. 

Inisiatif ini merupakan bagian dari visi besar Gubernur Sherly untuk membangun transparansi harga melalui transformasi digital.

“Di APBD Perubahan nanti, kami rencanakan pemasangan monitor harga di kantor gubernur, kantor dinas, hingga pasar-pasar. Ini bagian dari semangat Gubernur dalam digitalisasi informasi harga pangan,” pungkasnya. (Jainal Adaran)

Topik:

Pemprov Malut Gubernur Malut Kadis Pangan Malut Dheni Tjan