Program Pangan Biru DKP Malut Disiapkan untuk Jangka Panjang


Sofifi, MI - Langkah Pemprov Malut dalam membangun ketahanan pangan kini mulai menatap laut sebagai masa depan. Melalui pendekatan pangan biru atau blue food, laut tidak hanya dilihat sebagai sumber ekonomi, tetapi sebagai bagian penting dari sistem pangan berkelanjutan. Inilah arah baru yang sedang dibentuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Malut dalam perencanaan pembangunan sektor perikanan dan kelautan.
Sebagai upaya awal memperkuat pendekatan tersebut, DKP Malut menggandeng Environmental Defense Fund (EDF), sebuah lembaga nirlaba global yang berfokus pada solusi lingkungan berbasis sains dan kemitraan.
Bersama EDF, DKP menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Program Pangan Biru, yang dilaksanakan di Hotel Emerald Ternate, Rabu (30/7), dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Forum diskusi tersebut dirancang untuk menggali pemikiran dan peran masing-masing institusi dalam mendorong pengarusutamaan pangan biru di Malut. Diskusi berjalan interaktif dan strategis, dengan harapan menjadi dasar untuk penyusunan kebijakan yang lebih kolaboratif.
“Kegiatan ini merupakan langkah strategis dalam mengidentifikasi peran kunci berbagai pihak, mengeksplorasi informasi penting, serta mengarusutamakan pangan biru sebagai upaya konkret dalam mewujudkan ketahanan pangan di Malut,” kata Plt Kadis DKP Malut, Fauji Momole.
Fauji menilai bahwa kekayaan laut yang dimiliki Malut sejauh ini masih belum sepenuhnya memberi dampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir. Banyak wilayah penghasil ikan justru mengalami ketimpangan gizi dan kesulitan akses pangan, yang menurutnya paradoksikal.
Padahal, berdasarkan data nasional, Malut menempati posisi lima besar dalam hal produksi perikanan tertinggi.
Dengan garis pantai panjang dan wilayah perairan yang luas, potensi laut Malut sesungguhnya bisa menjadi andalan nasional, bukan hanya provinsi.
Oleh karena itu, pengelolaan laut harus bergeser dari model eksploitatif ke arah pemanfaatan berkelanjutan yang inklusif dan yang tidak hanya berpihak pada pertumbuhan ekonomi, tapi juga ketersediaan pangan dan gizi.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin memastikan bahwa sumber daya ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menjamin ketersediaan dan akses pangan bergizi bagi seluruh lapisan masyarakat,” jelas Fauji.
Dalam FGD tersebut, DKP Malut tidak bekerja sendiri. Forum ini turut melibatkan perwakilan dari berbagai instansi di lingkup Pemprov Malut, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Bappeda, dan Dinas Koperasi dan UKM.
Kehadiran mereka mencerminkan semangat kolaboratif lintas sektor dalam membangun kebijakan kelautan berbasis pangan.
Tidak hanya dari kalangan pemerintah, forum juga dihadiri akademisi dari Universitas Khairun (Unkhair) dan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta para pelaku usaha dan komunitas nelayan.
Keberagaman latar belakang peserta menunjukkan bahwa ketahanan pangan biru bukanlah isu yang berdiri sendiri, melainkan bersinggungan erat dengan kesehatan, perdagangan, riset, dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat pesisir.
“Keterlibatan multi-pihak ini sangat krusial. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta akan mempercepat pencapaian tujuan ketahanan pangan yang berkelanjutan di Malut,” ujar Fauji lagi.
Ia juga menekankan pentingnya memahami karakteristik konsumsi pangan masyarakat Malut. Ia menyebutkan bahwa meskipun daerah ini dikelilingi laut, konsumsi protein hewani dari hasil perikanan masih rendah di beberapa wilayah. Ini disebabkan oleh akses yang tidak merata dan belum optimalnya distribusi hasil tangkapan.
Karenanya, salah satu fokus dari FGD ini adalah mengkaji rantai pasok dan distribusi pangan berbasis perikanan, serta menyusun strategi untuk memperluas jangkauan produk laut bergizi hingga ke pelosok-pelosok desa kepulauan.
Ia berharap ada perubahan cara pandang, di mana hasil laut tak lagi diprioritaskan untuk ekspor atau pasar luar daerah, tapi juga difokuskan untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat Malut sendiri.
“Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini berfokus pada pemahaman pola konsumsi pangan masyarakat dan peningkatan akses makanan bergizi, khususnya yang berasal dari produk perikanan,” katanya.
Sebagai penutup, Fauji menyampaikan harapannya agar kegiatan seperti ini tidak berhenti pada tahap diskusi.
Ia mendorong agar hasil pemetaan stakeholder, masukan dari akademisi, dan analisis EDF menjadi landasan konkret untuk perencanaan dan intervensi kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Fauji juga menekankan pentingnya menjaga momentum kolaborasi yang telah terbentuk. Baginya, kerja sama lintas sektor adalah satu-satunya jalan untuk menjadikan laut sebagai pilar utama ketahanan pangan yang berkeadilan.
Ia menyebut bahwa DKP Malut siap menjadikan hasil FGD ini sebagai dokumen kerja yang dapat ditindaklanjuti dalam program-program strategis Pemprov Malut untuk tahun-tahun mendatang.
“Hasil dari pemetaan pemangku kepentingan dan FGD ini akan menjadi dasar penyusunan kebijakan dan program yang lebih terarah dan efektif dalam mendukung Program Ketahanan Pangan Biru, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Malut,” pungkas Fauji. (Jainal Adaran)
Topik:
Pemprov Malut DKP Malut