Janji Dinas Pertanian Malut Layu Sebelum Berkembang

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 30 Agustus 2025 20:55 WIB
Plt Kadis Pertanian Malut, Anwar Husen (Foto: Dok MI).
Plt Kadis Pertanian Malut, Anwar Husen (Foto: Dok MI).

Sofifi, MI - Program pembangunan jalan tani sepanjang 67 kilometer di Malut tahun anggaran 2025 ternyata tidak berjalan mulus sesuai rencana awal. Kendala teknis, terutama menyangkut pengadaan alat berat, membuat pelaksanaan program ini harus mengalami keterlambatan. 

Proses pengadaan melalui sistem e-katalog yang diwajibkan pemerintah memerlukan waktu lebih panjang dari yang diperkirakan, sehingga pekerjaan baru bisa dimulai setelah semua alat tiba di Malut.

Plt Kepala Dinas Pertanian Malut, Anwar Husen, menjelaskan bahwa persoalan ini bukan karena kurangnya perencanaan, melainkan faktor administratif dan teknis dalam mekanisme pengadaan barang pemerintah. 

Menurutnya, proses pemesanan alat berat membutuhkan estimasi waktu hingga tiga bulan sejak dilakukan kontrak pemesanan. Hal inilah yang kemudian menjadi faktor utama keterlambatan program.

Ia menegaskan, meski mengalami kendala di tahap awal, pihaknya tetap optimistis target pembangunan jalan tani bisa diselesaikan sebelum akhir tahun anggaran, selama faktor cuaca mendukung.

“Terkait dengan program pengembangan jalan tani, yang menjadi kendala saat ini di tahun 2025 ini adalah belanja alat. Belanja alat sampai sekarang kan ternyata yang kita pesan itu butuh istimasi waktu kurang lebih tiga bulan baru alatnya bisa sampai ke sini, terhitung dari bulan Juni,” ungkap Anwar Husen kepada Monitorindonesia.com, Jumat (29/8) di Sofifi.

Keterlambatan kedatangan alat berat membuat pekerjaan di lapangan praktis tertunda hingga akhir September 2025. Dinas Pertanian tidak bisa memulai proses pembukaan jalan tani tanpa dukungan peralatan tersebut, mengingat medan yang akan dikerjakan cukup sulit dan membutuhkan alat modern.

Anwar menyebutkan, beberapa alat vital yang sudah dipesan di antaranya ekskavator, buldoser, dan bomak penggilas tanah. Selain itu, truk pengangkut juga menjadi kebutuhan utama agar material bisa diangkut secara efektif.

Ia memastikan bahwa semua peralatan tersebut saat ini sedang dalam proses pengiriman, dan pihak penyedia berkomitmen menuntaskannya sesuai kontrak.

“Jadi sekitar akhir September semua alat yang dipesan itu sudah sampai sini. Alat-alat tersebut yaitu satu unit eksavator, satu unit buldoser, satu unit bomak pengiling untuk pengerasan, dan tiga unit truk,” jelasnya.

Pengadaan alat berat ini juga menelan anggaran cukup besar dari APBD Malut. Setiap unit alat memiliki nilai investasi yang tinggi, karena merupakan kebutuhan pokok dalam pengerjaan jalan tani yang direncanakan membentang di beberapa wilayah.

Menurut Anwar, pembiayaan alat berat ini harus dilakukan bertahap, mengingat keterbatasan anggaran daerah. Bahkan untuk menambah unit truk, pihaknya harus menunggu pembahasan APBD Perubahan. Ia merinci satu per satu nilai pengadaan yang sudah ditetapkan, termasuk tambahan yang akan diakomodir di APBD-P.

“Harga untuk alat buldoser 4,7 miliar, bomak 5,1 miliar, eksa 1 miliar lebih, dan dua unit truk yang harganya per-unit 600 juta. Sementara di APBD Perubahan akan tambah satu unit truk jadi ada tiga unit truk, dan tronton akan diakomodir di APBD Perubahan karena anggaran terbatas,” katanya.

Dengan biaya besar dan waktu yang mepet, Dinas Pertanian berusaha memastikan semua pekerjaan tetap berjalan sesuai target. Namun, Anwar mengingatkan bahwa faktor cuaca juga sangat menentukan. Jika curah hujan tinggi, pekerjaan bisa tertunda karena tanah sulit dikerjakan dan akses lokasi menjadi licin.

Meskipun demikian, ia tetap optimistis bahwa pembangunan jalan tani dapat selesai pada Desember 2025. Proyeksi ini dibuat berdasarkan estimasi kedatangan alat berat yang direncanakan akhir September. Anwar juga menekankan bahwa pihaknya sudah menyiapkan langkah-langkah agar pekerjaan tidak terbengkalai begitu alat tiba.

“Untuk sementara kita punya pembiayaan terbatas kita baru bisa biaya ini, terkait dengan itu insya Allah akhir September semua sudah bisa jalan, dan bisa selesai di Desember, tapi tergantung cuaca, karena kalau hujan tidak bisa bekerja,” ujarnya.

Selain persoalan alat, Anwar juga menjelaskan skema pelaksanaan proyek jalan tani tahun ini. Dinas Pertanian menggunakan model swakelola, yakni mengelola langsung kegiatan dengan melibatkan tenaga dan sumber daya yang ada di daerah. Skema ini dipilih agar program lebih cepat terlaksana tanpa tergantung penuh pada pihak ketiga.

Pembangunan jalan tani akan difokuskan di dua kabupaten besar di Malut, yakni Halmahera Utara dan Halmahera Barat. Kedua daerah ini memiliki potensi pertanian cukup luas, sehingga membutuhkan akses jalan tani yang memadai untuk memperlancar distribusi hasil panen.

Menurut Anwar, total panjang jalan tani yang akan dikerjakan mencapai 67 kilometer, dengan pembagian 50 kilometer di Halut dan 17 kilometer di Halmahera Barat.

“Dan terkait dengan itu kita dari Dinas Pertanian sekarang ini, dari pengelolaan kegiatan untuk jalan tani adalah menggunakan skema swakelola, dan tahun ini kita bangun di Halut 50 kilo, dan Halbar 17 kilo,” tutur Anwar.

Program jalan tani ini tidak hanya berbicara soal alat berat dan panjang ruas jalan, tetapi juga terkait dengan kebutuhan operasional yang harus ditanggung pemerintah. 

Salah satu komponen terbesar yang memakan anggaran adalah biaya bahan bakar minyak (BBM) dan material timbunan seperti sirtu.

Anwar bilang, Dinas Pertanian Malut sudah menghitung secara detail kebutuhan BBM per kilometer dan material per kilometer, sehingga bisa dipastikan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk menuntaskan program ini. 

Angka yang muncul cukup signifikan, tetapi tetap dianggap realistis jika ingin memastikan jalan tani berfungsi optimal.

“Dengan kita menyediakan bahan bakar minyak BBM itu kurang lebih 1,5 miliar dan untuk pengadaan sirtu untuk timbunan itu 1,8 miliar, karena kita sudah menghitung berapa kebutuhan BBM per kilo dan kebutuhan material per kilo,” jelasnya.

Selain jalan tani, Anwar Husen menegaskan ada tiga program prioritas yang menjadi fokus Dinas Pertanian Malut di tahun 2025. Program tersebut saling berkaitan untuk memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Ia menyebutkan, tiga program utama tersebut adalah swasembada beras, swasembada hortikultura, dan jalan tani sepanjang 67 kilometer. 

Menurutnya, jika tiga program ini berjalan lancar, Malut bisa lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok tanpa terlalu bergantung pada pasokan dari luar daerah.

“Jadi Dinas Pertanian punya tiga program prioritas, yang pertama adalah target pengembangan swasembada dalam hal ini swasembada beras, hortikultura, dan jalan tani 67 kilo,” ucap Anwar.

Lahan pertanian di Malut sebenarnya cukup luas dan memiliki potensi besar untuk mendukung swasembada pangan. 

Anwar mencontohkan program pengembangan tanaman sayuran seperti sawi yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota. Dengan luas lahan lebih dari 9.000 hektare, menurutnya, Malut seharusnya bisa memenuhi sebagian besar kebutuhan sayuran masyarakat lokal. 

Namun, pemanfaatan lahan ini masih membutuhkan dukungan infrastruktur dan teknologi pertanian agar hasilnya maksimal.

“Kita Dinas Pertanian punya lahan eksisting untuk program pengembangan sawi itu 9.000 hektar lebih di seluruh kabupaten/kota yang tersebar,” ungkap Anwar.

Dari total lahan eksisting tersebut, ada beberapa daerah yang memiliki kontribusi terbesar dalam ketersediaan lahan untuk program pertanian. Halmahera Timur tercatat sebagai kabupaten dengan lahan paling luas, disusul Halmahera Utara.

Potensi lahan ini menjadi penopang utama program swasembada, terutama untuk komoditas padi dan hortikultura. Namun, Anwar menekankan perlunya manajemen yang baik agar lahan tersebut benar-benar produktif.

“Jumlah terbanyak itu ada di Kabupaten Halmahera Timur itu 3.200 hektar, dan Kabupaten Halmahera Utara itu kurang lebih 1.600 hektare,” katanya.

Program swasembada beras tahun 2025 difokuskan di dua kabupaten utama, yakni Halmahera Timur dan Halmahera Utara. Kedua daerah ini memiliki lahan sawah yang cukup luas serta dukungan masyarakat petani yang tinggi.

Anwar menyebutkan bahwa target luasan yang diprioritaskan tahun ini adalah 1.000 hektare di Halmahera Timur dan 500 hektare di Halmahera Utara. Dengan demikian, total ada 1.500 hektare lahan sawah yang menjadi fokus program swasembada beras di tahun anggaran 2025.

“Untuk program tahun ini, swasembada beras khususnya padi/sawah, kita prioritaskan untuk dua kabupaten, yaitu Kabupaten Halmahera Timur luasnya 1.000 hektare dan Kabupaten Halmahera Utara luasnya 500 hektare,” jelasnya.

Selain beras, Dinas Pertanian Malut juga mendorong swasembada hortikultura. Komoditas hortikultura yang menjadi prioritas adalah cabai keriting, cabai rawit, dan tomat. 

Komoditas ini dipilih karena menjadi bahan pokok kebutuhan masyarakat sekaligus sangat berpengaruh terhadap tingkat inflasi daerah.

Program hortikultura tahun 2025 difokuskan pada lima kabupaten/kota, yaitu Halmahera Utara, Halmahera Barat, Halmahera Timur, Tidore Kepulauan, dan Kota Ternate. Pemilihan daerah ini didasarkan pada ketersediaan lahan dan akses pasar.

“Terkait dengan pengembangan swasembada hortikultura khususnya cabai keriting, cabai rawit, dan tomat itu prioritasnya untuk lima kabupaten di tahun anggaran 2025. Lima kabupaten itu adalah Kabupaten Halmahera Utara, Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Timur, Kota Tidore, dan Kota Ternate,” kata Anwar.

Khusus untuk Kota Tidore dan Kota Ternate, Anwar memiliki alasan tersendiri mengapa kedua daerah itu masuk prioritas hortikultura. 

Menurutnya, lahan hortikultura pada umumnya tidak membutuhkan area yang terlalu luas, sehingga bisa dikembangkan di lahan sempit.

Selain itu, akses pasar di dua kota tersebut cukup besar, sehingga produk hortikultura petani bisa langsung diserap pasar lokal. 

Dengan begitu, kebutuhan komoditas hortikultura di pasar bisa dipenuhi oleh produksi dalam daerah sendiri.

“Kenapa Kota Tidore dan Kota Ternate itu menjadi prioritas di hortikultura? Karena lahan hortikultura pada umumnya untuk lahan sempit dan akses pasar untuk petani, pasar besarnya kan dari Kota Ternate,” paparnya.

Langkah ini, kata Anwar, juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pasokan komoditas dari luar daerah. Jika petani lokal bisa memenuhi kebutuhan cabai dan tomat di pasar, maka harga lebih stabil dan masyarakat tidak lagi kesulitan saat terjadi kelangkaan.

Dengan adanya program ini, Dinas Pertanian optimistis inflasi pangan bisa lebih terkendali. Ketersediaan cabai dan tomat lokal akan menutup kekurangan pasokan yang sering terjadi selama ini.

“Dengan demikian bahwa jika terjadi kekurangan komoditi yang ada di pasar itu mudah-mudahan bisa ditutupi oleh petani-petani lokal kita yang ada di Ternate dan Tidore,” ujar Anwar.

Sejalan dengan itu, Anwar menambahkan bahwa ketiga program prioritas Dinas Pertanian tahun 2025 dirancang untuk berjalan paralel. 

Artinya, swasembada beras, hortikultura, dan jalan tani akan saling mendukung dalam membangun ketahanan pangan Maluku Utara.

Ia optimistis bahwa semua action plan bisa berjalan normal mulai September, begitu pengadaan barang dan peralatan sudah tuntas. Dengan demikian, seluruh program prioritas bisa terealisasi sebelum akhir tahun.

“Jadi untuk ketiga program prioritas ini adalah kita mungkin dengan teman-teman pangan, action plan-nya kita berjalan normal itu di bulan September,” tegasnya.

Proses pengadaan barang dan alat memang menjadi ujian berat di awal tahun ini. Namun, Anwar memastikan sebagian besar kebutuhan sudah terealisasi. Yang tinggal ditunggu sekarang adalah komitmen pihak penyedia untuk mengirimkan barang tepat waktu ke Malut.

Ia menekankan bahwa semua barang yang dipesan harus benar-benar sampai ke petani, karena itu yang menjadi tujuan akhir dari program pemerintah. Tanpa barang sampai di lapangan, program hanya akan berhenti di atas kertas.

“Semua kegiatan pengadaan sudah direalisasi, yang dibutuhkan sekarang adalah pihak penyedia untuk menyalurkan barang itu sampai di tingkat petani,” tegasnya.

Target swasembada beras tidak hanya difokuskan pada tahun 2025, melainkan juga disiapkan untuk tahun berikutnya. Anwar Husen menegaskan bahwa pihaknya telah menyusun rencana jangka menengah, agar produksi beras di Malut meningkat secara bertahap setiap tahunnya.

Menurutnya, di tahun 2026 target luas lahan sawah yang akan digarap ditingkatkan hingga dua kali lipat dari target tahun ini. Hal itu dilakukan agar kebutuhan beras masyarakat di Malut bisa dipenuhi lebih besar oleh petani lokal, dan ketergantungan terhadap beras dari luar daerah berkurang.

“Kalau untuk padi Haltim sama Halut untuk sementara, untuk tahun depan itu kita targetkan 2.000 hektare. Dan itu tersebar di beberapa prioritas untuk sektor-sektor pengembangan padi,” jelas Anwar.

Ia kemudian memaparkan bahwa potensi pengembangan padi di Malut cukup merata di beberapa kabupaten. Tidak hanya Halmahera Timur dan Halmahera Utara, tetapi juga Halmahera Tengah, Pulau Morotai, serta Halmahera Selatan.

Dengan adanya sebaran potensi ini, Dinas Pertanian berupaya membuat perencanaan terintegrasi agar produksi padi dari berbagai daerah tersebut bisa menopang kebutuhan beras seluruh masyarakat Malut.

“Sektor pengembangan padi di Maluku Utara ini kan ada Haltim, Halut, Halteng, Morotai, dan Halsel. Lima kabupaten itu yang punya luas area sawah yang ada,” katanya.

Terkait jadwal pelaksanaan, Anwar memastikan bahwa program pertanian akan mulai berjalan efektif pada akhir September 2025. Hal ini sesuai dengan rencana kedatangan alat-alat berat yang sedang dalam proses pengiriman.

Pihak penyedia, kata Anwar Husen telah menyelesaikan seluruh tahapan lelang, sehingga hambatan hanya tinggal menunggu proses logistik. 

Dengan begitu, para petani bisa segera merasakan manfaat program, terutama akses jalan tani yang lebih memudahkan distribusi hasil panen.

“Untuk program di akhir September sudah mulai jalan, karena sekarang pihak penyedia sudah selesai lelang, tunggu barangnya datang,” terang Anwar.

Selain beras dan hortikultura, inflasi di Malut juga dipengaruhi oleh kebutuhan protein hewani seperti ayam petelur dan daging ayam. Menurut Anwar, kedua komoditas ini masih sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah.

Karena itu, Dinas Pertanian menempatkan program hortikultura sebagai salah satu instrumen penting untuk menekan laju inflasi, terutama dengan menyediakan komoditas yang paling sering menyebabkan harga pangan melonjak.

“Program prioritas hortikultura ini insya Allah bisa menekan inflasi di Maluku Utara. Karena inflasi kita di Maluku Utara itu ayam petelur, dan daging, sementara ini kita masih pasok dari luar,” ujarnya.

Masalah utama dalam pengembangan peternakan di Malut adalah harga pakan yang terlalu mahal. Hal ini membuat peternak kesulitan untuk mengembangkan usaha ayam petelur secara mandiri. 

Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah provinsi bekerja sama dengan pihak swasta, salah satunya PT Javta Indonesia. 

Perusahaan ini digandeng untuk mengembangkan industri ayam petelur sekaligus menyediakan suplai jagung sebagai bahan baku pakan.

“Masalahnya pakan peternakan kan sangat mahal untuk petani-petani, peternakan Maluku Utara untuk melakukan itu. Kita juga bekerjasama dengan PT Javta Indonesia dalam hal ini untuk mengusahakan ayam petelur,” papar Anwar.

Kerja sama dengan PT Javta Indonesia, kata Anwar, diharapkan bisa segera terealisasi. Saat ini perusahaan tersebut sudah menandatangani perjanjian kerja sama dengan pemerintah provinsi, serta menyiapkan lahan cukup luas di Halmahera Utara.

Lahan seluas 2.000 hektare itu direncanakan akan digunakan untuk menanam jagung sebagai suplai utama pakan ternak ayam petelur. Dengan demikian, biaya produksi ayam petelur di Malut bisa lebih murah dan stabil.

“Insya Allah tahun depan bisa jalan. Sekarang pihak PT Javta sendiri sudah melakukan perjanjian kerja sama dengan pemerintah provinsi Maluku Utara, untuk melakukan bagaimana pengembangan ayam petelur dan dia sudah telah menyediakan lahan 2.000 hektare di Kabupaten Halmahera Utara untuk dijadikan lahan jagung untuk suplai bahan pakan untuk ayam petelur,” ujarnya.

Ia berharap, rencana besar ini tidak hanya berhenti pada nota kesepahaman. Dinas Pertanian ingin agar program kerja sama benar-benar diwujudkan, sehingga bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Malut. Jika PT Javta berhasil menjalankan komitmennya, maka produksi telur di Malut bisa meningkat, harga lebih stabil, dan kebutuhan masyarakat terpenuhi tanpa lagi terlalu bergantung pada pasokan dari luar.

“Jadi kita berdoa sama-sama agar mudah-mudahan PT Javta bisa merealisasikan kerja sama dengan kita untuk menekan inflasi ayam petelur,” ucap Anwar.

Lebih jauh, Anwar menyampaikan bahwa apabila program PT Javta berhasil, maka perusahaan itu akan membangun pabrik pengolahan. Pabrik tersebut nantinya akan sangat membantu peternak lokal karena distribusi pakan dan pengolahan hasil ternak bisa dilakukan di dalam daerah. Dengan adanya pabrik, Malut akan lebih mandiri dalam sektor peternakan, baik dari sisi suplai pakan maupun produksi daging dan telur ayam.

“Begitupun kalau PT Javta itu berhasil, maka dia akan mendirikan pabrik dan mempermudah peternak yang ada di Maluku Utara, sehingga terkait dengan ayam petelur dan daging, ayam petelur bisa terpenuhi dengan peternak-peternak di Maluku Utara,” katanya.

Namun, Anwar juga mengingatkan bahwa semua rencana besar ini membutuhkan investasi dari luar. Pemerintah provinsi hanya bisa menyiapkan regulasi dan fasilitasi, sementara eksekusi membutuhkan keseriusan investor.

Karena itu, ia meminta dukungan semua pihak agar investor benar-benar tertarik merealisasikan investasinya di Malut. Tanpa dukungan investor, program ini akan sulit berjalan sesuai harapan.

“Tapi ini kan rencana dan butuh investor yang dari luar. Kita berdoa sama-sama supaya mudah-mudahan PT Javta bisa cepat realisasi apa yang dia mau untuk membantu Maluku Utara untuk mengatasi masalah telur dan daging ayam,” tegasnya.

Terakhir, Anwar menuturkan bahwa rencana kerja sama dengan PT Javta Indonesia sebenarnya dijadwalkan terealisasi pada tahun 2026. Namun, pihaknya berharap proses itu bisa dipercepat agar hasilnya segera dirasakan masyarakat.

Dengan kerja sama yang dimulai sejak sekarang, ia optimistis program bisa berjalan lebih awal dari target, asalkan semua pihak konsisten menjalankan komitmennya.

“Rencananya ini di tahun 2026, tapi kita sudah kerja sama mulai dari sekarang, mudah-mudahan lebih cepat dari itu,” tutup Anwar. (Jainal Adara)

Topik:

Pemprov Malut Dinas Pertanian Malut