Waspada! Kominfo Tak Berdaya, Indonesia dalam Bahaya

Roy Suryo - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen

Roy Suryo - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen

Diperbarui 29 Juni 2024 20:18 WIB
Pakar Telematika, Roy Suryo (Foto: Istimewa)
Pakar Telematika, Roy Suryo (Foto: Istimewa)

MUNGKIN judul diatas tampak hiperbolik bagi sebagian masyarakat, terutama bagi yang jalan pikirannya masih sama seperti pejabat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Indonesia yang sampai hari ini meski sudah diingatkan berkali-kali masih tampak abai melihat situasi dan kondisi data Indonesia yang sudah diumbar sedemikian murahnya di alam maya. 

Mengapa disebut "sedemikian murahnya"? Karena de facto saat ini data-data tersebut sudah ditawarkan samplenya untuk bisa didownload gratis sebagai contoh data aslinya kalau ada yang berminat.

Mulai dari data-data nama penduduk detail dengan alamat lengkap, Nomor induk Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nomor handphone pribadi, nomor keanggotaan BPJS, hingga kepada Nomor Registrasi Pokok (NRP) untuk TNI-Polri dan identifikasi sidik jari semua mulai ditawarkan di darkweb seiring dengan bobolnya berbagai database seperti Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Indonesian Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS), hingga Badan Aliansi Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia, lengkap dengan semua User Id dan passwordnya dan sebagainya.

Semua data diatas sekarang sudah ada dan tersedia di darkweb dengan berbagai kriteria dan ragam harganya, mulai dari US$ 1000 sampai dengan 7000 bahkan lebih, tergantung spesifikasi dan kelengkapannya. 

Sungguh sangat ironis sebagaimana komentar netizen di ranah maya yang sudah menyebut negara kita tercinta Indonesia ini sebagai "open source vountry" alias negara yang semua sumber (data)-nya terbuka, sungguh sangat menyakitkan dan memalukan bagi yang sadar dan masih punya rasa nasionalisme sekaligus semangat merah putih (harga mati) dalam membela negara.

Namun bagi orang-orang yang tidak memiliki jiwa nasionalis tersebut memang sangat disayangkan mereka sudah tidak lagi memiliki sifat handarbeni (=memiliki) republik ini, secara enteng menganggap bahwa kebocoran dan penyebaran data-data di atas dianggap hal yang biasa atau minimal "tidak berbahaya" karena ketidaktahuannya. 

Dimana salah satunya menganggap sebagai data-data yang "sudah lama" dan tidak berguna, katanya. 

Contoh lain ketidaktahuannya adalah dengan menyebut singkatan Virtual Machine (VM) yang salah, sebagai Firtual Machine (FM)? padahal apa susahnya hanya tinggal baca teks yan itupun dibuatkan stafnya.

Oleh karena itu sebenarnya petisi yang digaungkan oleh SafeNet untuk mengkartumerahkan atau mengkickout alias memecat Menkominfo Budi Arie Setiadi saat ini adalah salah satu bentuk perjuangan anak bangsa yang ingin membela tanah airnya secara nyata. 

Ibaratnya sebagai penumpang bus, kita tahu sopirnya tidak bisa mengendalikan laju dengan aman dan malah berbahaya, sudah diingatkan tapi tetap tidak mau tahu yang harus dilakukan seharusnya apalagi sudah menyerah tidak tahu apa-apa.

Sebaiknya memang secara kesatria mundur atau diganti saja. Sebab kalau tidak diganti maka keseluruhan penumpang bus akan bahaya dan celaka semua, kecuali atasan dia memang juga terlibat di sana.

Kalau secara hitungan bola, skor yang sekarang dialami oleh Indonesia yang diwakili Kemkominfo dalam urusan data ini sudah lebih dari haultrick (0-7) apalagi yang terbaru sudah bocor juga data-data dari satu pintu Kota Denpasar, BPJS Ketenagakerjaan, Ditjen Hubud pada Kementerian Perhubungan dan sebagainya. 

Jadi sangat wajar kalau kiper yang kebobolan sampai banyak sekali tersebut diberi kartu merah, kecuali dia ada "main" dengan pelatih atau manajer timnya sehingga punya bargain atau saling menyandera. 

Catatan: Untuk Skor Double Hattrick 0-6 dan sebelum-sebelumnya dapat dibaca tulisan-tulisan saya terdahulu agar tidak perlu terjadi pengulangan penyebutan data yang sangat memalukan tersebut lagi.

Hal yang terbaru adalah dipublikasikan oleh nama yang sempat viral di Indonesia karena berhasil meretas data-data MyPertamina, Indi Home, SIM Card dari Database Kominfo, Surat-surat ke Presiden, Data KPU dan sebabainya, yakni Bjorka. 

Kemarin akun X/Twitternya menulis bahwa ada seorang wanita Rusia yang disebut-sebutnya akan membuat heboh disini. 

"Sebentar lagi akan hadir hacker bernama Stevania Mantiri. Dia berasal dari Rusia. Akan kasih kejutan besar!" katanya. 

Bahkan dalam video yang diunggahnya, Bjorka juga menyebutkan bahwa ada rahasia yang tidak akan diungkapkan dan meminta Indonesia untuk mengecek sistem sibernya.

"Kami adalah anonymous. Kami bisa menjadi siapa saja tanpa kamu ketahui," ujarnya.

Apakah postingan diatas hanya dianggap sebagai "gertak sambal" saja dan kembali diabaikan oleh Kemkominfo? Saya sangat harapkan tidak. 

Karena sebagaimana sudah selalu saya katakan dalam berbagai forum dan media, Proses enkripsi PDNS 2 di Surabaya kemarin hanyalah sebagai "entry point" dan "test the water" dari puncak gunung es tsunami bencana data yang akan dialami oleh Indonesia. 

Jangan merasa aman bahwa data-data di PDNS 2 tersebut hanya dienkripsi saja dan sudah "dikunci" sebagaimana statemen-statemen rezim ini sebelumnya. 

Karena sudah jelas bahwa data-data tersebut bisa diindikasikan telah dicopy dulu semuanya atau minimal sebagian oleh hacker sebelum melakukan enkripsi dan menjalankan ransomwarenya.

Tsunami data tersebut bisa dibayangkan bilamana masyarakat repot seperti kasus di Imigrasi kemarin.

Selain itu mulai kesulitan antre BBM karena data/barcode tidak bisa diakses untuk subsidi, juga saat di rumah sakit ternyata Kartu BPJS Kesehatan tidak dikenal lagi.

Mendadak setiap hari, setiap jam dan menit ditelepon oleh nomor-nomor tidak dikenal dan menawarkan pinjaman bahkan menagih hutang padahal sama sekali bukan debiturnya, dan sebagainya.

Tentu semua di atas ini hanya contoh akibat data-data pribadi kita sudah diumbar tanpa ada tindakan apapun dari pemerintah selaku pihak yang gagal karena seharusnya bisa melindungi data masyatakat sebagaimana amanah UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Kesimpulannya, sudah jelas Bahaya mengancam didepan mata. Kalau Presiden JokoWi seolah-olah bisa berpidato bahwa "Data is the New Oil" dan mengerti artinya, tentu dalam pemanggilan Menkominfo bersama BSSN, MenKeu, Menkumham MenPAN, BPKB dan Telkom kemarin juga harus bisa memberi arahan untuk menyelamatkan Indonesia. 

Maka kita tunggu saja hari-haru ini akan ada tindakan signifikan tidak dari rezim yang sedang berkuasa saat ini. 

Artinya benar-benar masih nasionalis atau justru malah menyerah tunduk semuanya (dijual atau digadaikan) kepada oligarki dan kepentingan asing. 

Data-data sudah jelas tersebar akibat "kebodohan" sebagaimana disampaikan oleh Komisi I DPR RI kemarin.

Apakah mau tetap dipertahankan kalau sudah begini?